Gama sedang duduk di taman yang berada tidak jauh dari ruangannya. Hubungannya dengan Senapun menjadi tidak baik semenjak kejadian beberapa hari yang lalu. Sena seperti mencampurkan urusan pribadi dengan urusan organisasinya di dalam BEM, pasalnya, semenjak kejadian itu, Sena menjadi sering menyalahkan tim paduan suara yang sama sekali tidak membuat kesalahan apapun. Hal itu juga yang membuat emosi Gama tersulut, sebagai pimpinan, seharusnya Sena lebih bisa mengontrol dirinya sendiri.
Dari kejauhan, Gama melihat beberapa tim pendukung acara wisuda yang sedang berlatih di lapangan. Di mulai dari tim tari modern, tari daerah, bahkan sampai paduan suara. Mengingat acara yang sebentar lagi akan diselenggarakan, pihak kampus, panitia dan pengisi acara sepakat untuk melakukan latihan di ruang terbuka saat seluruh mahasiswa sudah selesai proses kegiatan belajar megajar dan sudah pulang, agar tidak mengganggu antara satu dengan lainnya.
"Kak Gama," panggil gadis yang rambutnya dicepol satu itu. Gama menoleh, tidak menjawab sampai gadis itu berada dihadapannya.
"Kenapa, Killa?" tanya Gama
"Oh ini, saya mau nyerahin laporan tim paduan suara minggu lalu," ucap gadis yang bernama Syakilla tersebut. Tangannya terulur memberikan beberapa kertas hvs.
Gama menerimanya, membaca terlebih dahulu dengan teliti. Seketika keningnya berkerut saat melihat siapa yang membuat laporan tersebut.
"Disini tertera nama Aksita Charvi Mahaprabha,"
Syakilla mengangguk, memang benar Ara yang membuat laporannya. "Jadi, memang Ara yang buat laporannya kak, tadi juga Ara yang mau ngajuin ke kakak, cuma tiba-tiba Rafi ngehubungin katanya visual dari setiap tim harus ke ruang photography buat sesi foto, terus Ara minta tolong saya deh," jelas Syakilla. Sekarang Gama yang mengangguk, paham.
"Oke, laporannya sudah benar, tidak ada yang perlu diperbaiki, kalau begitu laporannya saya terima, kamu bisa kembali latihan ya,"
"Baik kak,"
Selepas Syakilla pergi, Sena datang dengan wajah tidak suka, yang dibalas hal serupa juga oleh Gama.
"Apaan itu?" tanya Sena, sengit.
"Laporan kegiatan padus minggu kemaren," jawab Gama. Sena merebut laporan tersebut, memeriksanya dengan rinci, sesaat kemudian dia melihat siapa yang membuat laporan itu.
"Cewek itu yang bikin?" tanyanya pada Gama, "Bikin laporan kok kayak gini, gitu tuh mahasiswa terbaiknya fakultas?"
"Dia punya nama kalo lo lupa, Sen," jawab Gama, laki-laki itu masih mencoba sabar.
"Gak sudi sih gue nyebut namanya," ucap Sena, melempar laporan tadi ke sembarang arah.
"ANJING!" pekik Gama, "CEWEK LO BIKIN ITU SUSAH-SUSAH MALAH LO BUANG GITU AJA, OTAK LO DIMANA SEN?!"
Gama mencengkram kerah kemeja Sena, urat di tangannya bahkan terlihat.
"Cewek gue? Di organisasi gak ada konpensasi mau dia anak dekan, anak rektor, bahkan pacar gue sekalipun,"
BUGH!
"LO BISA BILANG KAYAK GITU TAPI LO SENDIRI NYAMPURIN URUSAN PRIBADI LO DI DALAM ORGANISASI!"
***
"RA! Kak Sena sama kak Gama berantem di taman depan ruang BEM,"
Ara yang sedang berlatih itu langsung berlari ke arah yang dimaksud. Sampai disana sudah banyak mahasiswa yang melihat aksi dua orang penting di dalam kawasan kampus, bahkan sudah banyak yang berusaha melerai tetapi hasilnya nihil.
Ara berjalan mendekat, berdiri diantara keduanya yang masih beradu otot. Matanya terpejam saat dengan tidak sengaja tangan Sena menampar pipinya. Keadaan menjadi hening, terlebih saat setetes darah keluar dari sudut bibir Ara.
"SENA BANGSAT!" teriak laki-laki yang berada di tengah-tengah mahasiswa yang menonton aksi adu jotos itu.
"ANJING! KENAPA LO TAMPAR ADE GUE?!"
Eka. Laki-laki itu baru saja ingin melepaskan pukulannya, tetapi tangannya ditahan, siapa lagi kalau bukan oleh adiknya sendiri. Mata adiknya sayu, Eka dapat melihat jelas bahwa adiknya kesakitan dan ketakutan, hanya saja adiknya itu pintar menyembunyikan lukanya.
"Mas, Ara gapapa kok, udah ya, jangan berantem. Kak Gama juga, udah ya, seriusan kok Ara gapapa," ucap Ara, bahkan gadis itu masih sempat tersenyum.
Sena menarik tangan Ara, membawa gadis itu ke ruang kesehatan. Sesampainya di ruang kesehatan, Sena pergi lagi, namun tidak lama datang dengan membawa kotak P3K di tangannya.
Sena beberapa meneteskan obat merah ke kapas, kemudian tangannya terulur untuk mengobati ujung bibir Ara. Ara menahan tangannya, "Gak usah, makasih,"
Ara menunduk sejenak, "Sebenci itu?" tanyanya. "Sebenci itu sampe sama aku sampe kayak gini, iya?"
Sena diam. Ia hanya menatap Ara dalam diam.
"Aku gak tau salah aku apa, tapi kalo niat kamu deketin aku cuma buat balas dendam soal apa yang bahkan aku gatau salah aku apa, lebih baik kita gak usah saling kenal,"
~~~
GIMANA PART INIIII?
AYO AYO AKU TUNGGU VOTE COMMENTNYA YAAAku gabosen-bosen ingetin kalian buat share dan add ke library cerita aku iniii.
Hopefully ur enjoy this story, guys!!!!Best Regards,
Kiki✨✨✨✨

KAMU SEDANG MEMBACA
Presiden Mahasiswa
Fiksi Remaja"Laki-laki itu pantang ingkar janji." Kata-kata manis itu terucap dari bibir laki-laki yang saat ini menjadi pujaan hatinya. Pria pemegang tanggungjawab tertinggi di Universitas Antariksa. Bisakah ia menepati janji yang sudah ia berikan kepada gadi...