"Perbuatan kamu benar-benar tidak bisa ditolelir lagi," ucap laki-laki paruh baya dengan setelah baju kantor berserta jas yang melekat di tubuhnya.
"Sebagai presiden mahasiswa, kamu seharusnya memberikan contoh yang baik untuk teman-teman yang lain, jujur, saya merasa kecewa," lanjutnya.
Sementara, di depannya terdapat dua laki-laki dengan jas almamater yang berlambangkan logo kampus mereka. Dua-duanya tertunduk, merasa gagal dalam memimpin masyarakat terutama mahasiswa yang ada di kampus.
"Sekali lagi saya atas nama pribadi dan BEM meminta maaf pak, saya pastikan kejadian seperti ini tidak akan terjadi lagi kepada siapapun yang berada di lingkungan kampus," ujar laki-laki yang di dada kirinya bertuliskan Wapresma.
"Ini bukan perkara kecil, kasus ini bisa saja merusak citra kampus kita, kalau kalian tau, senior kalian bahkan berjuang mati-matian untuk membesarkan nama BEM dan kampus kita," ucap pak Raden, Wakil Rektor 1 yang ikut hadir dalam rapat tertutup ini. Matanya tidak lepas dari Sena, sosok laki-laki yang sangat dipercaya akan menjadi pemimpin yang lebih baik dari sebelumnya, dan tentunya akan lebih mengharumkan nama kampus. "Saya dan pak Woro jelas kecewa sama kamu Sena, bahkan mungkin semua orang yang mengetahui ini akan berbicara hal yang sama," lanjutnya.
"Maaf pak sebelumnya, saya memang berteman baik dengan pelaku penculikan Aksita, tetapi saya tidak mengetahui perihal penculikan itu," Sena yang sejak 30 menit yang lalu diam akhirnya berbicara, melakukan pembelaan atas dirinya.
"Bagaimana bisa kamu berkata tidak mengetahui sementara kamu membantu dia untuk membalaskan dendamnya ke Aksita, berita itu sudah beredar luas Sena!" ucap Pak Raden
"Maaf pak menyela, mungkin kita bisa panggil Aksita sebagai pihak terkait untuk memberikan keterangan, karena pada saat kejadian, Sena ikut membantu kami mencari Aksita," usul Gama yang langsung diangguki oleh pak Woro. "Baik, kamu panggil Aksita untuk ikut rapat ini,"
Gama segera keluar ruangan rapat. Langkah besarnya menyusuri koridor fakultas Ekonomi untuk mencari Ara karena sejak Gama keluar dari ruang rapat, ponsel Ara tidak bisa dihubungi. Setelah tidak mendapati Ara di gedung fakultas, Gama bergegas menuju ruang paduan suara.
"Ara!" panggilnya. Dari kejauhan Gama dapat melihat Ara yang sedang berbincang dengan teman-temannya, termasuk Abel.
"Kenapa kak?" tanya Ara
"Bisa ikut ke ruang rektor? Rektor minta gue manggil lo buat ngasih keterangan,"
Kening Ara berkerut, "Keterangan apa?"
"Plis ikut dulu aja, ini urgent. Ayo," ajak Gama. Ara mengangguk, gadis itu menitipkan beberapa barang-barangnya kepada Abel dan bergegas menuju ruang rektor.
Tok tok tok
"Assalamu'alaikum. Selamat siang pak," sapa Ara dengan sopan.
"Wa'alaikumsalam, silahkan duduk Aksita," Ara mengangguk dan duduk di sebelah Sena. Jujur Ara masih bingung kenapa dirinya dipanggil karena tadi Gama sama sekali belum menjelaskan secara detail.
Setelah Ara menjelaskan yang terjadi, ada sekitar 20 menit pak Woro, pak Raden, Gama dan Sena beradu argumen.
"Kak Sena sama sekali enggak bersalah pak, justru kak Sena yang membantu kak Gama, kakak dan teman-teman saya untuk menyelamatkan saya. Saya juga mohon maaf kalau kasus ini membuat citra kampus tercoreng," jelas Ara.
Pak Woro dan pak Raden membuang napasnya kasar secara bersamaan, beliau terlihat sedang berdiskusi. Jujur saja dalam hati Ara benar-benar merasa cemas, takut masalah ini akan berbuntut panjang. Luka dan mentalnya saja belum sembuh benar, bisa dibayangkan jika ditambah dengan berurusan ke kepolisian, pasti akan menambah beban pikiran Ara.
"Baik, kalian akan tetap memegang kendali penuh di dalam BEM kampus, dan kamu Sena, saya tidak ingin mendengar kejadian seperti ini lagi," ucap pak Raden. Suasana yang awalnya memanas, kini sudah sedikit lebih tenang.
"Baik pak, saya pastikan kejadian seperti ini hanya akan terjadi satu kali, terima kasih masih mempercayakan ini kepada saya," ucap Sena.
Setelah rapat ditutup, ketiga mahasiswa ini langsung keluar ruangan, tidak lupa setelah berpamitan dengan rektor dan wakil rektor. Seusai menutup pintu ruangan, Ara langsung terduduk lemas di kursi tunggu yang ada di dekat ruang rektor. Jantungnya masih berdegup kencang.
"Eh eh, kenapa? Masih sakit?" tanya Gama, Ara menggeleng, tangannya memegang dadanya sambil merasakan detak jantungnya.
"Makasih yaa, maafin aku udah bikin kamu terlibat disini, bahkan udah ngebahayain kamu," ucap Sena, kepalanya tertunduk antara malu dan menyesal atas perbuatannya.
"Iyaa gapapa kok, Ara baik-baik aja," ujar Ara, tangannya mengelus pelan punggung Sena.
"Ra, ini tas lo. Lo gapapa kan?" tanya Abel yang baru saja datang dengan membawa tas Ara di tangannya.
"Gue baik-baik aja, santuy. Bel, makan yuk, laper banget gue," ajak Ara yang langsung diangguki Abel. Emang kalau soal makan, Abel selalu nomor satu.
"Boleh ikut gak?"
~~~
Holaaa!!!! Capaniii yang udah nungguinnn? Muehehehe. Akhirnyaa up yaaa guizzzz.
Jangan lupa vote, comment, share ke teman-teman kalian dan add ke library kalian yaaa!!!
Stay safe, stay at home!!!
![](https://img.wattpad.com/cover/224086329-288-k812727.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Presiden Mahasiswa
Roman pour Adolescents"Laki-laki itu pantang ingkar janji." Kata-kata manis itu terucap dari bibir laki-laki yang saat ini menjadi pujaan hatinya. Pria pemegang tanggungjawab tertinggi di Universitas Antariksa. Bisakah ia menepati janji yang sudah ia berikan kepada gadi...