Capt Eighteen

2.3K 106 0
                                    

Hari ini. Tepat tiga bulan usia hubungan Ara dan juga Sena. Tetapi, sejak saat itu, Sena masih belum menghubunginya, Ara juga tidak ada minat untuk menghubungi Sena terlebih dahulu. Bukan. Bukan karena tidak peduli, tidak khawatir atau tidak ada rasa, tetapi Ara memilih untuk tidak menganggu Sena yang mungkin saja urusannya kali ini sangat penting.

Di dalam BEM, pekerjaan yang seharusnya menjadi tanggungjawab Sena juga sudah mulai dialihkan ke Gama. Satu hal yang masih mengganjal di pikiran Ara, kemana Sena? Kenapa bisa laki-laki itu menghilang selama ini?

Sore ini seperti biasa. Paduan suara melakukan sesi latihan, latihan kali ini bertempat di rumah pembina paduan suara, bu Diana. Alasannya takut bosan jika harus setiap hari latihan di kampus. Sudah sekitar 30 menit latihan, Ambar, ketua paduan suara menyarankan untuk istirahat terlebih dahulu, agar tidak terlalu lelah katanya.

"Ambar, ibu boleh minta tolong belikan jahe di supermarket depan kompleks?" ujar bu Diana dari ambang gazebo. Memang kami memilih untuk latihan di taman belakang rumah bu Diana, selain pemandangannya asri, suasananya juga sejuk.

"Boleh banget bu, yuk Ra," jawab Ambar, laki-laki itu mengajak Ara. Tentu saja pasti dia tidak tau bentuk jahe seperti apa.

"Ambar Ambar, padahal anak cewek banyak lho, kenapa harus Ara terus yang kamu ajak kalo kemana-mana?" tanya bu Diana

Ambar menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, "Enak aja bu, berasa pacarnya Ara saya jadinya,"

Semua tertawa, tidak terkecuali Ara yang menjadi bahan candaan Ambar itu. Bu Diana memberikan sejumlah uang untuk membeli jahe merah. Ara naik ke atas motor sport Ambar, berpegangan pada bahu Ambar.

Sesampainya di supermarket, mata Ara membulat. Dia melihat Sena sedang merangkul wanita lain, dan wanita itu sama seperti yang dilihatnya ketika di taman. Ambar yang merasa ucapannya tidak digubris oleh Ara mengikuti arah pandang Ara. Laki-laki itu ikut terkejut.

"Anjing, itu bang Sena kan?" tanya Ambar. Tidak ada jawaban dari Ara, gadis itu diam saja. Berharap matanya salah melihat sosok laki-laki di depannya, tapi ternyata benar. Itu Sena.

Ambar menarik tangan Ara ke arah Sena, menggenggam erat jari Ara. Ambar berniat membuat Sena cemburu. Laki-laki itu tidak terima temannya diperlakukan seperti itu.

"Eh bang Sena. Gila kebetulan banget kita ketemu disini, sama siapa lo bang?" ujar Ambar, basa basi. Padahal jika boleh, Ambar ingin langsung memukul Sena habis-habisan.

Sena terkejut, refleks melepas genggaman tangan wanita disebelahnya, "Eh, i-ini sama sepupu. Lho Ara? Kok kamu sama Ambar?" tanya Sena

"Oh ini bang, biasa latihan padus. Kemana aja lo bang? Gue udah lama gak lihat lo," tanya Ambar. Laki-laki itu mengeratkan genggaman tangannya pada Ara.

"O-oh ini, ada urusan. Gue cuti kuliah, makanya sekarang BEM dipegang Gama," jawab Sena. Matanya masih tertuju pada tautan tangan Ara dan Ambar. Sementara perempuan di sebelahnya ikut memandang Sena, tidak suka.

"Ambar ayo, udah ditungguin sama anak-anak, kelamaan nanti," ucap Ara. Setelah sekian lama diam, akhirnya gadis itu bersuara. Ambar mengangguk, kemudian pamit kepada Sena dan berjalan menuju tempat yang menyediakan daily needs. Tidak lupa, tangannya masih menggenggam erat tangan Ara.

"Lo kuat Ra, jangan nangis," ujar Ambar, tangannya mengelus punggung Ara pelan.

"Mbar?" panggil Ara. Ambar menoleh, "Gue salah apa?" lanjutnya.

Hehehe. Terimakasih yaaaa udah mau setia baca Presiden Mahasiswa. Gada bosen2nya deh aku ingetin buat add ke library kalian, terus share ke temen kalian, dan paling penting, jangan lupa like comment✨✨

Terimakasi untuk apresiasinya yaa. Syenanggg❣️❣️

Best regards,

Kiki📍

Presiden MahasiswaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang