Serempak ketiga orang yang sedang mengerjakan tugas itu mengikuti arah jari telunjuk Fauzan, kemudian mereka saling melempar pandang, apalagi Ara dan juga Abel.
"Lahiya bener, itu kak Sena," ujar Abel
"Anjerr ternyata bang Sena ngerokok juga," ucap Gibran sambil bertepuk tangan, entah padahal tidak ada hal yang membanggakan, kenapa dia tepuk tangan coba.
Awalnya Ara hendak berdiri, tetapi niat itu harus ia urungkan saat tangan Fauzan menahan lengannya, "Jangan, duduk dulu coba, kayak ada yang aneh,"
Kening Ara berkerut, apa yang dimaksud Fauzan? Sekarang matanya kembali terfokus kepada Sena, betapa terkejutnya, tiba-tiba disebelah Sena sudah ada wanita yang kira-kira seumuran dengan Sena itu duduk disampingnya.
"Apa gue bilang, ada yang aneh kan," ucap Fauzan, "Untung kagak lo samperin Ra, kalo lo samperin gak bakalan tau kan lo dia sama siapa kesini," lanjut Fauzan
"Eh Ra, siapa sih itu? Gue kayak gak asing deh, tapi lupa, siapa ya?" tanya Abel, Ara menggeleng, gadis itu juga merasakan sama seperti yang Abel rasakan.
"Emm kalo saran gue ya Ra, lo pura-pura gatau aja sih, seharusnya bang Sena kan terbuka ya sama lo, lo tunggu aja dia cerita apa enggak,"
"Gitu ni? Lo jangan ngasi ide yang ngadi-ngadi Ban, gue coret ntar lo dari nama kelompok,"
"Bangsat, dahlah diem aja gue, males disalahin mulu,"
Ara terdiam sejenak, otaknya mulai mencerna saran dari Gibran, tetapi hatinya gusar tentang siapa gadis itu. Matanya kembali menatap ke arah tempat Sena duduk, laki-laki itu mulai beranjak dari tempatnya, Abel yang menyadari hal itu mengelus punggung Ara pelan, mencoba memberikan ketenangan kepada Ara.
"Gapapa, kak Sena kan orang penting, pasti banyak relasinya kan. Gak boleh negative thinking Ra," saran Abel, perlahan Ara tersenyum, walaupun di dalam hatinya masih ada rasa penasaran.
Hari sudah malam, sampai malam ini Sena belum juga menghubunginya. Bayang-bayang tadi siang semakin menghantui Ara, tak jarang pikiran negatif muncul di kepalanya. Sungguh, ia ingin menangis sekarang. Hatinya kesal, moodnya hancur dan emosinya tidak stabil, tetapi tidak ada satu pun yang bisa dilakukannya selain menangis.
Sekarang pukul 10 malam, belum ada tanda-tanda notifikasi dari Sena. Ara menghela napasnya kasar, gadis itu keluar dari kamarnya menuju dapur, mungkin coklat hangat bisa memperbaiki suasana hatinya.
Hp Ara berdering, suaranya terdengar sampai ke dapur karena rumah sudah sepi, hanya ada ayah dan masnya yang masih menonton tv di ruang keluarga. Ara diam saja, tidak terburu-buru naik ke kamarnya, ia lebih sayang dengan cokelat panas kesukaannya.
"Ara! Itu hpnya bunyi terus, coba diangkat dulu nak, takut penting," ucap Ayah dari ruang keluarga
"Au lo ih, angkat itu, berisik, gue lagi nonton bola nih, gak kedengeran jadinya," omel Eka
Ara mendengus, sekarang gadis itu bergegas ke kamarnya, tidak lupa di tangannya ada cokelat panas buatannya. Keningnya berkerut, nomor tidak dikenal yang sedari tadi membuat hpnya berdering. Tidak lama ada pesan masuk, tentunya dari nomor itu.
089611712888
(Online)Cowok lo lagi sama gue nih, betah kayaknya dia haha
Lah? Lo sapa dah?
Hahaha, nanti juga lo tau
Kening Ara semakin berkerut, tiba-tiba ada nomor tak dikenal mengiriminya pesan dan bicara kalau Sena sedang bersamanya? Tidak lama nomor itu mengirimi pesan lagi, kali ini voice note, padahal tadi Ara tidak menjawab pesannya. Dengan ragu-ragu Ara mendengarkan pesan itu, tangannya bergetar, tidak percaya dengan apa yang dia dengar.
"Are you kidding me?"
Hehehe. Aku makasi bgtt yaa buat kalian yang udah baca cerita ini, udah add ke library kalian, dan udah vote. Big luv for youu from me😍
KAMU SEDANG MEMBACA
Presiden Mahasiswa
Teen Fiction"Laki-laki itu pantang ingkar janji." Kata-kata manis itu terucap dari bibir laki-laki yang saat ini menjadi pujaan hatinya. Pria pemegang tanggungjawab tertinggi di Universitas Antariksa. Bisakah ia menepati janji yang sudah ia berikan kepada gadi...