Twenty Four

2.5K 105 4
                                    

"Lo gila!" teriak Ara.

Gadis itu benar-benar tidak habis pikir dengan jalan pikiran orang yang ada di depannya ini. Ia benar-benar takut, tetapi sebisa mungkin dia menahan dirinya agar terlihat kuat, karena jika ia terlihat ketakutan, orang itu akan merasa sangat senang.

"Hahahah takut ya?" tanya orang itu tangannya yang berisi pisau ia jauhkan dari pipi Ara.

"Lo pikir temen-temen lo bakalan nolongin lo kesini? Gitu? Ahahahah, mimpi lo!" ucapnya lagi.

"Lo kenapa sih? Ada masalah apa sama gue sampe lo ngelakuin ini?" tanya Ara.

"Masalah gue sama lo itu banyak! Lo selalu ambil yang seharusnya jadi punya gue!" jawabnya. "Lo ngerasain kan sekarang gimana rasanya cowok yang lo suka itu lebih milih cewek lain, sakit kan?" lanjutnya.

Orang itu kembali mendekat ke arah Ara, mencengkram leher Ara kuat, "Lo harus mati!"

"ICA!"

Orang itu menoleh ke sumber suara. Matanya membulat ketika mendapati banyak orang disana, termasuk Sena dan Ambar. Gadis itu melepaskan cengkramannya pada leher Ara, membuat Ara langsung menghirup oksigen sebanyak-banyaknya.

"Lepasin Ara!" teriak Ambar.

Bukannya melepaskan, Ica malah memutar tubuh Ara menjadi di depannya dan menodongkan pisau lipat itu ke lehernya.

"Kalo lo berani maju, gue gak akan segan-segan buat goresin ini ke leher Ara," ancamnya. Napas Ara tertahan, jantungnya berdetak tak karuan.

Tidak ada satu orangpun yang tidak merasa takut, semuanya diam. Tetapi Eka maju, untuk menyelamatkan adiknya. Hampir saja Eka memegang tangan adiknya, Ica sudah terlebih dahulu menggoreskan pisau itu ke pergelangan tangan Ara, lebih tepatnya ke nadi di pergelangan tangan Ara.

"ARA!" Semua orang berteriak sama. Darah di tangan Ara mulai

"Kenapa kamu lakuin ini?" tanya Sena.

"Karena aku benci sama Ara, dan kamu, makasih udah bantu aku balas dendam, yang perlu kamu tau kalo aku gak pernah sekalipun ada perasaan sama kamu, cuma karena aku tau Ara suka sama kamu, makanya aku jadiin kamu alat buat balas dendam," jelas Ica. Wajahnya tersenyum manis. Sementara wajah Sena memerah menahan emosi, tangannya terkepal kuat, bisa-bisanya Ica memanfaatkan keadaan.

***

Sudah hampir satu jam sejak Ara masuk ke dalam ruang gawat darurat tapi belum ada tanda-tanda penanganan selesai. Semua menunggu di kursi tunggu yang ada di depan ruangan gawat darurat. Eka melirik jam tangannya, hatinya gusar memikirkan bagaimana keadaan adiknya di dalam.

Apakah parah?

Apakah Ara akan selamat?

Kenapa dokter belum selesai menangani Ara sampai sekarang?

Eka tersadar saat bahunya ditepuk oleh seseorang. "Adik lo itu cewek tahan banting, lo gak usah khawatir, kita berdo'a aja yang terbaik," ucap Gama. Bibirnya bisa saja berkata seperti itu, tetapi hatinya sama atau mungkin lebih gusar daripada Eka.

Dokter keluar dari ruang gawat darurat, membuat semua orang berdiri dan sedikit merapat ke arah dokter.

"Gimana adik saya, dok?" tanya Eka

"Tidak apa-apa, dia hanya terkena shock ringan, lukanya juga tidak masalah, sudah saya jahit, tetapi alangkah baiknya kalau Ara dibiarkan istirahat sebentar disini," jelas dokter itu. Eka menganggukkan kepalanya. Laki-laki itu berjalan ke arah Receiptionis untuk melunasi biaya administrasi. Untung saya dia selalu membawa uang cash.

Setelah Ara dipindahkan ke ruang inap, semua teman-temannya bergantian masuk ke dalam untuk menjenguk Ara. Tentu saja setelah Ara siuman. Semuanya memberikan harapan agar Ara segera pulih dari sakitnya dan bisa kembali beraktifitas seperti biasa.

"Ra,"

Ara menoleh, tidak ada senyum yang terukir di wajahnya.

"Maaf,"

~~~

Teman-teman maaf banget ya baru up. Aku lagi down banget huhu, butuh dukungan.

Jangan lupa vote, comment, share ke temen kalian, dan add ke library yaa semuanya.

Stay safe, tetap di rumah aja yaa, semoga pandemi cepat berlalu.

With love,

Kiki❤️

Presiden MahasiswaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang