Bab 2: Partner bangku

19.3K 1K 10
                                    

Happy reading




Hannah berjalan di trotoar jalan dengan wajah lesu, sudah sejak 3 tahun ini dia selalu di dirundung kegelapan dengan sendirian, waktu sudah menunjukan jam 22:30 Hannah harus cepat-cepat ke tempat kerjanya, jika dia telat sedikit saja maka akan berakibat fatal mengingat Hannah di pekerjakan di bawah umur, apalagi di bar tempat yang tidak patut di kunjungi oleh seorang pelajar.

Hannah berjalan ke arah pintu belakang, dan menghentikan langkahnya sesaat menemui Bara, teman satu sift nya yang tengah membuang sampah, Hannah tersenyum menghampiri Bara.

"Bara!" Pangginya

Bara yang merasa di panggil pun menoleh, dan tersenyum mendapati temannya, "hai, baru datang,"

"Iya Bar. Tadi jalan kaki,"

"Yaudah ganti baju, langsung ke depan oke,"

"Oke, Bang Bar," ucapnya tersenyum geli saat Bara mendelik tajam, memang Bara bisa di kategorikan cowok seumuran dengan Hannah nasibnyapun tidak jauh beda dari Hannah, jika di bandingkan Bara dengannya umurnya pun tidak terlalu jauh, Bara dua bulan lebih tua darinya jadi saat Hannah memanggil Bara dengan embel-embel Bang, Bara akan mendelik tajam dengan sebutan itu. Rasanya Hannah akan bekerja giat di temani teman satu kekinya.

Hannah sudah berganti baju dan sedang melayani pelanggannya di depan pantry, banyak laki-laki berumur hidung belang dan tidak jarang ada anak muda yang nakal sering menggodanya, bagi Hannah itu sudah biasa, untungnya Hannah gesit dalam melakukan apapun.

Hannah menuangkan minuman di depannya, laki-laki berengsek yang dari tadi menilainya rendah.

"Nama kamu siapa?" Hannah tersenyum bagaimanapun mereka pelanggan bukan.

"Hannah," ucapnya pelan.

Laki-laki itu tertawa, sudah gelas keberapa yang dia minum, membuat Hannah bosan menemani orang ini, memang tidak guna.

"Hannah cantik, boleh buat malam ini," Hannah menghela nafas sudah ada ratusan laki-laki yang mengajaknya.

"Maaf kak, saya bukan pr*ek kalaupun mau pesen sama Bunda aja yang ada di sana," tunjuk Hannah kepada Bunda, Bunda yang di maksud Hannah adalah perempuan yang menawarkan perempuan lainnya kepada pelanggan namun Hannah tidak peduli.

Laki-laki itu mengagguk, menyerahkan gelas ke hadapan Hannah untuk di isi lagi. Hannah menuangkan dan lagi laki-laki itu meneliti lagi dirinya. Risi itu yang Hannah rasakan.

"Lagian gue gak mau sama yang bekas," ucap laki-laki di hadapannya omongannya pun sudah melantur kemana-mana. Hannah hanya menjadi pendengar saja.

"Lagian, Lo kenapa gak jadi-"

"Saya sekolah," potong Hannah.

Laki-laki itu lagi-lagi mengagguk. "Kenalin gue Zero," kenalnya mengulurkan tangan kepada Hannah.

Hannah menyambutnya, "Hannah," lalu melepasnya kembali.

"Jangan takut, gue juga masih sekolah kali, tapi jangan bilang-bilang nanti ketahuan yang lain gue bisa-bisa di seret paksa dari tempat ini," ucapnya panjang tidak jelas. Hannah hanya diam sesekali mengelap meja pantry.

Bara yang masih mengurus pelanggan yang lainpun menggelengkan kepalanya melihat kelakuan Hannah yang sering tidak menanggapi omongan orang yang sedang mabuk.

Hannah melihat laki-laki yang bernama Zero itu tertidur dengan posisi bertelengkup tangan.

Hannah membalikan tubuhnya mendapati Bara yang sedang meracik minuman dengan tangannya, "Bar" panggilnya.

Bara menoleh, "pelanggan gue tepar lagi,"

"Biarin aja,"

Hannah mengagguk, dan berpindah tempat ke pantry sebelahnya, biarkanlah laki-laki itu tidur dalam kebisingan Hannah tidak peduli.

Hannah mengelap meja dengan tangan kecilnya, saat hendak mengambil gelas di atas Hannah mendapat tepukan di bahunya dan memutar tubuhnya menatap Bara yang menenteng nampan di tangannya.

"Han, Lo bisa anterin ini ke kamar 06 di sana banyak orang kok jangan takut," ucap Bara.

"Kenapa gue?"

"Lo gak liat, pantry di belakang gue banyak banget pelanggannya, lagian gue gak bakalan biarin Lo masuk kamar terlarang itu sembarangan mereka baik, anak sekolahan gue." Ucapnya membuat Hannah mau tidak mau mengangguk.

Hannah memang jarang sekali masuk kamar yang ada di bar itu, selain untuk menghindari hal yang tidak-tidak, Hannah juga tidak mau di tatap rendahan oleh laki-laki hidung belang, biasanya dia akan mengantarkan pesanan dari meja ke meja saja.

Hannah berjalan keluar, saat melihat ke kursi yang dari tadi di tempati laki-laki yang bernama Zero kini sudah kosong. Hannah tidak peduli mungkin sudah di bawa pulang atau di seret teman-temannya.

Hannah berjalan di lorong dengan nampan di tangannya yang berisi kacang, dan juga 3 botol minuman.

Hannah membuka pintu dan menunduk, benar kata Bara, di kamar 06 terdapat banyak orang bahkan mungkin ada sebelas orang lebih.

Hannah meletakan nampan di atas meja dengan wajah menunduk dan tersenyum canggung, saat Hannah berdiri netranya menagkap laki-laki yang tadi menjadi pelanggannya yang sedang duduk menikmati sebatang rokok dengan kidmat.

Hannah berpamitan dan membuka pintu, namun pintu sudah di buka dari luar menampakan seseorang dengan perawakan tinggi dengan rahang tegas, Hannah menghela nafas sesaat.

Devon! Di hadapannya ini, kenapa bisa dia ada di sini?

***

Di sinilah Hannah duduk dengan orang-orang aneh perkumpulan cowok yang sedang tertawa tidak jelas, yah! Dirinya di seret Devon masuk kembali dan mengenalkan Hannah sebagai partner teman sebangkunya, jelas Hannah tidak tau menahu soal cowok itu.

"Hannah kenapa sih Lo itu gak jadi pr*ek aja kan lumayan satu malamnya," ucap salah satu dari mereka.

Hannah tidak suka dengan pertanyaan ini, "gak minat," ucapnya acuh dan mengeratkan pegangannya pada nampan yang di pegang.

Hannah melirik Devon, sejak memperkenalkan dirinya kepada teman-temannya Devon tidak bersuara lagi.

"Sorry!" Ucap tegas dari mulut Devon membuat semua orang yang berada di sana melihat dengan raut tidak terbaca.

"Gue keluar dari geng cyber, gue tau gue salah udah ngadu domba kalian sama Gallins buat jadiin tameng untuk balas dendam sama Sevan,"

Zero membuang puntung rokok lalu menginjaknya.

"Tapi bro, ini saatnya Lo buktiin kalo ketua yang sebenarnya itu elo," tunjuk Devon kepada Zero yang memandangnya tajam.

"Gue tau gue salah karena udah khianatin kalian, tapi sorry gue gak bisa seterusnya gabung di geng ini" ucapnya membuat semua diam.

Zero menepuk bahu Devon dengan mata yang tajam, "thanks bro, Lo udah mau gabung sama geng kita, gue rasa Lo gak salah kalo mau keluar, anggap aja ini perpisahan kita dan gue berharap ini bukan yang terakhir." Ucap Zero membuat Devon mengagguk.

"Gue pergi," pamit Devon dengan menggenggam tangan Hannah yang masih linglung di tempat.

Saat pintu tertutup, Zero menyenderkan bahunya dengan bersedekap dada, sudut bibirnya terbit tersenyum mengerikan.







Jangan lupa Vote, coment dan follow akun wattpad aku oke

BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang