Warning ⚠: part ini aku gak baca ulang jadi kalo ada yang salah tandai oke.
Happy reading
Dua Minggu berlalu selama itu juga Hannah menghindari Devon setiap ada celah Hannah berusaha untuk menutup akses dirinya dengan Devon.
Pagi ini badan Hannah semakin lemas saja bahkan dirinya sudah bulak balik kedalam kamar mandi untuk memuntahkan isi perutnya, padahal Hannah belum memasukan makanan sedikitpun, yang di muntahkan juga hanya cairan bening saja.
Hannah bersandar di belakang tembok dengan badan lemas bahkan berdiripun rasanya susah. Sudah dua Minggu badannya mulai tidak enak bahkan makanpun hanya sedikit setiap harinya.
Hannah rasa ada yang salah dengan badannya, pikirannya mulai berkelana dari dua Minggu yang lalu saat memikirkannya Hannah mulai sadar langsung menegakan badannya.
"Gak mungkin? Gue gak mungkin itukan?!" Ucapnya bermonolong waktu masih menunjukkan enam pagi.
Hannah harus memastikan jika dirinya tidak apa-apa, Hannah bergegas memulai ritual mandinya untuk berangkat sekolah. Tidak lupa pula ia akan berhenti di persimpangan menuju apotek membeli sesuatu yang bisa meyakinkan dirinya.
Hannah masuk kedalam apotek membeli testpack, memakai baju sekolah membuat dirinya menjadi pusat perhatian orang-orang.
"Mbak ada testpack?" Ucapnya membuat sang pelayan mengerenyitkan keningnya namun mengagguk juga pada akhirnya.
"Ada,"
"Mau beli 2 beda merek ya mbak,"
"50 ribu dek," Hannah segera mengeluarkan uangnya.
"Makasih mbak,"
"Anak jaman sekarang," ujar ibu-ibu yang mengantri bersama Hannah di belakang, Hannah langsung keluar dan bergegas menuju sekolahnya. Dia akan mencoba di sekolah saat istirahat tiba.
***
Di sisi lain Devon mengendarai motornya dengan kecepatan rata-rata dua Minggu ini juga Devon bersikap dingin kepada semua orang. Motornya terhenti di tengah jalan saat segerombolan motor menghadangnya.
"Ada motif apa lo cegat gue hah," ucap Devon saat mengenali salah satu motor di antara mereka.
"Gak ada salam persahabatan lagi nih ceritanya," ujar orang itu membuka helm dan turun dari motornya dengan senyum meremehkan.
"Mau apa Lo!?"
"Gue mau kasih hadiah buat acara tunangan lo malam ini," ujar orang itu mengutak-atik handphonenya tanpa mempedulikan sekitar.
"Jangan main-main gue gak suka Zero!" Ujar Devon kepada Zero.
"Main-main sedikit seru kok," ucap Zero seperti anak kecil namun nadanya menjengkelkan.
Zero menghampiri Devon yang berada di depannya, menyerahkan handphonenya kepada Devon.
"Apa?"
"Dengerin,"
"Gue terima tawarin lo cuman buat nganterin minuman doang kan! Dan gue baru tau ternyata target lo itu Devon dan lojebak gue,"
"Gue cuman mau uang seratus juta masuk rekening gue bukan setengahnya,"
Suara itu Hannah, Devon tidak salah lagi itu memang benar suara Hannah, tapi kenapa bisa Hannah bekerja sama dengan Zero. Devon menatap Zero dengan kebencian.
"Kenapa bisa," ucap Devon membuat Zero tersenyum licik.
"Temen cewek Lo itu emang pl*cur, gue tawarin kerja sama ehk dia mau."
KAMU SEDANG MEMBACA
Baby
Teen FictionHannah gadis periang tidak pernah menyangka jika dirinya akan terjerat masalah yang begitu berat baginya, kehadirannya membuat Hannah frustasi, mimpi, harapan dan juga ketenangan tidak akan ia dapatkan dalam waktu dekat. Kehadirannya membuat Hannah...