Twenty Four

17.9K 3.3K 131
                                    

Semedi yang dilakukannya selama satu jam perlahan-lahan membuahkan hasil. Kekuatannya kembali pulih dan lukanya pun berangsur membaik. Ara beruntung terlahir menjadi kaum peri yang memiliki kekuatan yang tidak main-main.

Setelah dirasa makin membaik, Ara membuka matanya. Bau anyir yang berasal dari darahnya membuatnya merasa mual. Ara meraba bagian perutnya yang luka tertusuk tadi. Masih sedikit sakit. Bekasnya pun belum sepenuhnya hilang.

Ara merutuk dalam hati. Kenapa disaat yang genting seperti ini sinyalnya dengan Tinker tidak bisa terhubung. Ara benar-benar diuji dalam tugasnya kali ini. Sungguh, ini kali pertamanya Ara diberikan tugas yang berat.

"Dasar manusia tidak tampan," gumamnya merutuki 3 preman yang jahat itu. Ara berdiri dari duduknya, hampir saja dia terjatuh kalau saja dirinya tidak berpegangan kepada sebuah pohon di sampingnya.

Hari sudah semakin petang. Ara harus cepat-cepat pulang. Tante Riri pasti tengah mencemaskannya. Ara rasa dirinya ini memang sering membuat wanita baik itu merasa resah. Mau bagaimana lagi? Ada-ada saja hal yang terjadi kepadanya.

Dengan langkah yang masih sempoyongan Ara berjalan menuju jalan raya. Bajunya yang penuh darah tentu membuat Ara merasa risih. Beruntung jalan yang dilewatinya memang sepi.

Tak disangka, seseorang berhenti di sampingnya dengan motor besarnya. Ara melihatnya lalu senyum lebar terbit di bibirnya. Arka. Pemuda itu pasti akan datang disaat dirinya sedang kesusahan.

"Ara? Lo kenapa?" Arka berjalan menghampirinya. "Kenapa seragam lo ada bekas darah?" tanyanya.

Ara tersenyum sembari menggeleng. Ia suka melihatbArka yang perhatian kepadanya seperti ini. Pemuda tampan itu memang baik sekali.

"Tidak apa-apa," jawab Ara.

"Nggak apa-apa gimana? Lo luka?" tanya Arka sembari mengecek kondisi tubuh Ara.

"Aku habis menolong seseorang yang kecelakaan," jawab Ara berbohong. Jika dia mengatakan hal yang sebenarnya, Arka pasti akan panik dan membawanya ke rumah sakit. Ara tidak ingin hal itu terjadi.

"Bener?" tanya Arka memastikan.

Ara menganggukkan kepalanya. "Iya. Darahnya sangat banyak sampai mengenai bajuku," balas Ara.

Arka ber'oh' ria yang membuat Ara menghembuskan napas lega. Pemuda itu terlihat begitu mempercayainya. "Mau gue anterin pulang?" tawar Arka.

Dengan senang hati Ara menganggukkan kepalanya. "Sebelum itu, bisakah kamu membelikan aku makanan?" Ara menampilkan cengirannya yang membuatnya terlihat sangat imut di mata Arka.

"Boleh. Kita beli baju dulu," jawab Arka yang membuat Ara refleks melompat karena senang. Gadis itu memegang perutnya yang tiba-tiba terasa nyeri. Ia bahkan sampai melupakan luka di perutnya hanya karena Arka.

"Ayo kita pergi!" pekik Ara dengan semangat. Arka mengacak rambut gadis itu dengan gemas. Keduanya segera naik ke atas motor.

Tanpa mereka sadari, seseorang berbaju hitam mengamati mereka sedari tadi. Lelaki itu tersenyum sinis.

"Jadi, selain Pangeran, dia juga mendekati Arka?" gumamnya lalu tertawa mengerikan.

****

Setelah Arka membelikan baju untuk Ara, keduanya langsung menuju ke rumah makan yang menjadi langganan Arka dan Pangeran sejak dulu. Ara yang sudah tidak sabar untuk makan pun masuk terlebih dahulu mendahului Arka. Pemuda itu dibuat tertawa oleh tingkah Ara yang seperti anak kecil.

Ara berhenti di depannya lalu menengok ke arahnya. "Kamu ini lama sekali. Cepatlah sedikit, perutku sudah sangat lapar," ujar Ara.

Arka pun menyamakan langkah keduanya. Setelah mendapatkan tempat yang cocok, Arka pun memanggil pelayan untuk memesan makanan.

Putri Dingin (Lengkap) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang