Ara berpegangan pada tembok di sebelahnya. Entah mengapa dunia terasa berputar. Kepalanya benar-benar terasa pusing hari ini. Tante Riri melarangnya untuk sekolah, tapi Ara memaksa. Hari ini ada latihan terakhir untuk drama besok. Ara tidak mungkin melewatkannya. Ya walaupun aktingnya memang patut diacungi jempol, ia harus tetap mengikuti latihan.
Gadis itu kembali melanjutkan langkahnya menuju kelas dengan susah payah. Badannya benar-benar terasa tidak enak semua.
Tepukan di pundaknya membuat Ara menoleh ke belakang. Rupanya Lani yang melakukannya. Ara berdecak malas.
"Pucet banget. Udah cocok jadi mayat," ujar Lani meledek Ara lalu tertawa menyebalkan. Macam nenek lampir saja.
Ara hanya menatap datar Lani. Ia sama sekali tidak tertarik untuk ribut dengan gadis sialan itu. "Pergi dari sini sekarang juga, gadis kurang cantik yang memalukan," ujar Ara sarkas.
Lani melotot. "Cepet mati sono!" ujarnya. Ia mendorong Ara lalu melenggang pergi.
Ara hampir terjatuh menghantam lantai. Namun seseorang menyelamatkan dirinya. "Arka," ujar Ara.
Pemuda itu hanya menatapnya datar lalu melenggang pergi tanpa mengucapkan sepatah kata apa pun. "Kenapa dia menghiraukanku?" bingung Ara. Ia kembali melanjutkan langkahnya.
Sesampainya di kelas, Ara melihat Pangeran yang duduk melamun di bangkunya. Ara ingin menyapa namun tidak bisa. Yang bisa gadis itu lakukan adalah diam lalu menidurkan kepalanya di atas meja.
Ara tertidur.
****
Pangeran menuntun Ara untuk duduk di gazebo pinggir lapangan. Mereka baru saja selesai latihan drama. Tepat saat latihan selesai, Ara terjatuh karena tidak kuat lagi menahan pusing.
Pangeran membukakan tutup botol air, lalu memberikannya kepada Ara. "Minum, habis ini pulang. Gue enggak bisa nganterin karena kita nggak kayak dulu lagi." Pangeran mengambil tasnya yang ia letakkan di pinggir lapangan dan melenggang pergi begitu saja.
Ara ingin menangis. Ia dan Pangeran sudah tidak seperti dulu lagi. Bukankah ini yang dirinya inginkan? Lalu mengapa ia merasa sedih?
Ara menghela napas panjang lalu meminum air yang Pangeran berikan kepadanya. Meskipun pemuda itu menjauh darinya, namun dia masih perhatian kepadanya.
Tatapan Ara dan Arka sempat bertemu. Namun pemuda itu memutuskannya lalu pergi bersama Banu. Lagi-lagi Ara merasa ada yang hilang darinya. Sepertinya Arka juga mulai menjauhinya.
Sore ini para OSIS tengah sibuk mempersiapkan acara ulang tahun SMA Arjuna besok. Ara menatap langit. Sepertinya hujan akan segera turu. Dengan cepat ia membereskan barang-barangnya lalu berlari ke arah gerbang untuk pulang.
Dari kejauhan, Pangeran memperhatikan Ara. Ia menyetop taksi yang lewat. "Pak, tolong anterin cewek cantik yang berdiri di sana." Pangeran menunjuk ke arah Ara lalu memberikan uang kepada supir taksi itu.
"Banyak banget, Mas. Emang mau dianter ke mana?" tanya supir taksi. Pangeran menunjukkan alamat rumah Tante Riri.
"Itu deket kok Mas. Ini kelebihan banyak uanganya," ujar supir taksi sembari menyodorkan uang Pangeran yang kelebihan.
"Buat Bapak aja. Tolong jagain dia baik-baik Pak. Nanti di dalem mobil kencengin suara musiknya, dia takut sama petir." Pangeran tersenyum tipis. Ia mengingat kejadian beberapa minggu lalu saat Ara menangis konyol di tengah jalan.
"Makasih, Mas. Saya jagain pacarnya dulu, ya." Setelah itu bapak penyupir taksi tadi pergi.
Pangeran memejamkan matanya lelah lalu kembali mengendarai motornya. Ia tahu ini berat.
![](https://img.wattpad.com/cover/231661292-288-k105689.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Putri Dingin (Lengkap)
General FictionNamanya Putri Dingin. Putri dari Kerajaan di negeri Dingin. Ia ditugaskan ayahnya untuk mencari permata ajaib yang hilang di bumi. Saat Raja Panas ingin mencuri permata ajaib itu, naasnya permata itu malah jatuh ke bumi dan ditemukan oleh seorang pe...