Zayn mengusap sudut bibirnya yang berdarah. Pemuda itu menatap Arka yang baru saja memukulnya. Ya, dialah yang memukul Zayn karena membicarakan hal yang tidak pantas dan itu benar-benar memancing emosi Arka.
Saat pemuda itu ingin memukul Zayn lagi, Pangeran lebih dulu mencegahnya. "Tahan emosi lo, Ka. Dia cuma mancing," ujar Pangeran mencoba menengkan Arka yang kepanasan.
"Gue nggak terima, Pangeran!" ujarnya memberontak meminta untuk dilepaskan.
"GUE BILANG UDAH YA UDAH!" teriak Pangeran tegas yang membuat Arka mau tak mau menuruti perintah ketuanya itu.
"Zayn, pergi dari sini!" titah Pangeran dengan urat leher yang terlihat jelas. Zayn pun segera pergi dari mereka. Menantang Pangeran bukanlah hal yang tepat saat ini. Zayn tidak akan mampu mengalahkan pemuda itu dengan mudah. Bahkan dengan beberapa anak buahnya sekalipun.
"Tadi itu siapa?" tanya Ara yang sejak tadi hanya melihat keributan di hadapannya.
Banu sempat tertawa setelah mendengar pertanyaan yang keluar dari mulut Ara. Namun Mark segera memelototinya karena ini bukan saat yang tepat untuk bercanda.
"Musuh gue," balas Pangeran menjawab pertanyaan Ara.
Ara mengerutkan keningnya. "Kamu juga memiliki musuh?" tanyanya.
"Namanya juga hidup, Gil," jawab Pangeran.
Ara mengacungkan jempolnya ke arah Pangeran. Mempunyai musuh memang menjadi salah satu bagian hidup. Termasuk Ara sekalipun. Musuh di negerinya jauh lebih banyak. Ara yakin itu. Berebut kekuasaan, itu yang sering terjadi.
"Aku ingin pulang," rengek Ara yang sudah mulai mengantuk.
Dering telepon Arka berhasil membuat seluruh atensi berpusat ke arah pemuda itu. Dengan segera Arka pamit untuk mengangkat telponnya.
Beberapa saat kemudian Arka selesai memgangkat telepon. Dengan raut yang merasa bersalah Arka menatap Ara. "Maaf, Ra, gue nggak bisa nganterin lo pulang. Mama gue minta dijemput sekarang juga," ujarnya penuh sesal.
Pangeran menutup wajahnya. Jangan sampai dirinya yang harus menjadi tukang ojek gadis menyebalkan itu. Pangeran benar-benar malas untuk mendapatkan kesialan hari ini. Sudah cukup di sekolahan Ara membuatnya kesal. Pangeran tidak ingin merasakannya lagi malam ini.
"Mau 'kan dianterin sama Pangeran?" tanya Arka kepada Ara.
Pupus sudah harapan Pangeran. Sahabatnya itu memang hobi sekali membuatnya kesusahan. Lain halnya dengan Ara, Pangeran mengangguk ogah-ogahan.
"Makasih, Bro. Gue titip Ara, jaga baik-baik, oke? Gue pamit dulu." Arka menepuk pelan pundak Pangeran.
Pangeran hanya berdehem sebagai balasan permintaan Arka. Setelah itu Arka pergi dengan cepat meninggalkan mereka. Satu persatu anak Geng Handsome pun mulai meninggalkan tempat balapan itu. Menyisakan Pangeran dan Ara yang masih bertahan di sana.
"Ayo pulang," rengek Ara seperti anak kecil.
Pangeran berdecak lalu memakaikan helm miliknya kepada Ara. Terlihat menggemaskan karena kebesaran. Tanpa lama-lama Ara segera naik ke atas motor Pangeran. Sebelum memulai perjalanan pulang, Pangeran memberikan jaketnya untuk Ara.
"Pakai. Gue nggak mau disalahin Arka kalau lo sampai masuk angin," ujar Pangeran tanpa melihat ke arah Ara yang berada di belakangnya.
Dengan senang hati Ara menerimanya. Cepat-cepat Ara memakainya. Setelah siap, Pangeran menjalankan motornya dengan kecepatan sedang menembus gelapnya malam.
****
Saat Pangeran tengah asyik berkendara, motornya tiba-tiba berhenti di tengah jalan. Pangeran mengerutkan keningnya bingung. Ada apa dengan motornya? Biasanya tidak pernah terjadi hal seperti ini. Pemuda itu turun dari atas motor. Begitu juga dengan Ara.
"Kenapa?" tanya Ara.
Pangeran mengerutkan keningnya. Sedetik kemudian dia menepuk jidatnya. "Gue lupa isi bensin," ujarnya. Mengapa ia sampai seceroboh ini? Karena takut telat, Pangeran menunda untuk membeli bensin sebelum menuju ke area balapan tadi.
"Bensin?" beo Ara seperti biasanya. Tidak paham. "Apa itu?" tanyanya.
"Lo bener-bener nggak tahu, Gil?" tanya Pangeran. "Lo hidup di abad berapa, sih? Bahan bakar motor aja lo nggak tahu? Para-parah." Pangeran menggeleng-gelengkan kepalanya. Ara benar-benar keterlaluan. Sebenarnya, gadis itu lulus TK atau tidak?
"Abad pertama," balas Ara asal.
Pangeran tertawa ngakak mendengarnya. "Pantesan," gumamnya. Mengingat pom bensin lumayan jauh dari sini, Pangeran mau tidak mau harus mendorong motornya.
"Bantuin gue dorong motor," ucap Pangeran. Ara pun mengikuti perintah lelaki itu. Gadis itu mendorong motor Pangeran dari belakang sementara Pangeran dari arah samping.
Perasaannya memang sudah tidak enak sedari tadi. Ada-ada saja kesialan yang harus dihadapinya ketika bersama Ara. Lebih parahnya lagi, ponsel Pangeran mati karena kehabisan daya. Lengkap sudah penderitaan Pangeran. Beruntung Ara bukanlah gadis yang gampang mengeluh. Bahkan dengan semangat gadis itu mendorong motor Pangeran. Setidaknya mampu mengurangi beban pemuda itu.
Cukup lama mereka berjalan mendorong motor besar Pangeran tetapi tak juga sampai di pom bensin. Terasa jauh sekali. Keringat mereka pun keluar tidak sedikit. Napas keduanya sudah terdengar ngos-ngosan, terutama Ara.
Olahraga malam yang mereka lakukan saat ini terasa begitu melelahkan. Kaki Ara terasa sangat pegal. Motor Pangeran memang berat sekali hingga membuatnya kesusahan untuk mendorong.
"Capek," ujar Ara yang sudah kehabisan tenaga. Pangeran yang melihat itu pun merasa kasihan. Bibirnya tersenyum tipis saat melihat sebuah halte di dekat mereka. Dengan menambah kecepatan dorongnya, akhirnya keduanya sampai di halte itu.
"Kita istirahat dulu, Gil," ujar Pangeran. Ara pun langsung menyetujuinya. Tanpa banyak pikir gadis itu duduk di atas kursi halte. Tangannya ia gunakan untuk mengipasi wajahnya yang terasa sangat gerah.
"Motormu sangat berat. Aku sampai kelelahan seperti ini," ujar Ara.
Pangeran menganggukkan kepalanya. Ia juga merasa kelelahan walaupun tidak separah Ara. Mungkin karena gadis itu sudah mengantuk.
Ara menguap. Niatnya yang ingin cepat-cepat tidur harus tertunda gara-gara motor Pangeran yang kehabisan bensin itu. Tanpa sadar kepala Ara menyender di bahu Pangeran. Perlahan-lahan matanya tertutup saking tidak kuatnya menahan kantuk.
Pangeran ingin menyingkirkan kepala Ara dari bahunya. Namun melihat wajah gadis itu yang kelelahan, Pangeran mengurungkan niatnya. Membiarkan gadis itu tidur di bahunya yang kokoh itu.
Dengkuran halus terdengar di telinga Pangeran yang berasal dari Ara. Pemuda itu menatap gadis cantik yang tertidur di sampingnya. Jika sedang tidur seperti ini, Ara terlihat sangat kalem. Wajahnya yang damai ketika sedang tidur itu terlihat sangat cantik. Pangeran tertawa kecil saat Ara menggeliat sebentar.
Dari dekat, wajah Ara memang terlihat jauh lebih cantik. Bulu matanya yang lentik, hidungnya yang mancung, dan bibirnya yang-
ah sudahlah.
Setiap kali Pangeran melihat bibir milik Ara, ia selalu mengingat kejadian saat dirinya mencium Ara di sebuah taman yang sepi sore itu. Sampai sekarang gadis itu belum memberikannya penjelasan.
Karena dirinya juga mengantuk, Pangeran pun tertidur dengan kepala yang menyender di kepala Ara.
****
_1009 kata_
KAMU SEDANG MEMBACA
Putri Dingin (Lengkap)
General FictionNamanya Putri Dingin. Putri dari Kerajaan di negeri Dingin. Ia ditugaskan ayahnya untuk mencari permata ajaib yang hilang di bumi. Saat Raja Panas ingin mencuri permata ajaib itu, naasnya permata itu malah jatuh ke bumi dan ditemukan oleh seorang pe...