Thirty Three

15.2K 2.9K 215
                                    

Zayn memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku. Pemuda itu tersenyum licik. Potret ketika Ara dan Pangeran berpelukan sudah dia kirimkan ke nomor Arka. Kini saatnya menanti kabar kehancuran hubungan persahabatan antara Pangeran san Arka yang sebelumnya terjalin dengan baik sejak kecil.

Setelah puas, Zayn pergi dari tempat itu dengan rasa bangga.

****

Ara dan Pangeran mengurai pelukannya. Pangeran berdehem pelan untuk menetralisir kegugupannya. Lain halnya dengan dirinya yang merasa canggung, Ara justru terlihat begitu bahagia.

"Dadamu terasa begitu nyaman," ujar Ara lalu menerbitkan senyuman manis di bibirnya. Matanya terpejam sembari mengingat sensasi mengenakkan saat dirinya berpelukan dengan Pangeran. Sungguh nikmat baginya.

Pangeran semakin gugup dibuatnya. Tanpa lama-lama pemuda itu segera menuju ke arah motornya berada. Ara pun menyusulnya dari belakang. Dengan riang gembira gadis itu melangkahkan kakinya.

"Apakah kamu malu?" Ara menaikkan sebelah alisnya. "Kapan-kapan kita berpelukan lagi, ya. Nyaman."

Ara tidak tahu seberapa kencangnya jantung Pangeran berdetak. Entah apa yang membuat otak gadis itu gesrek. Pangeran tidak pernah melihat Ara seperti remaja normal lainnya. Dia itu spesial pakai telur.

"Naik," titah Pangeran kepada Ara. Gadis itu pun menurut lalu naik ke atas motor Pangeran. Senyuman lebar lima centinya masih terpampang jelas di bibirnya.

"Aku ingin makan es krim," celetuk Ara tiba-tiba. Sehabis berlari-larian tidak jelas tadi membuat tenggorokannya kering. Sepertinya makan es krim di sore hari adalah pilihan yang tepat.

Pangeran hanya berdehem sebagai balasan. Ia segera menghidupkan motornya dan mulai membelah jalanan. Pangeran harus menunda waktunya untuk berbelanja bulanan karena Ara. Jika Pangeran menolaknya, Ara pasti akan memaksa. Daripada ribut dengan makhluk tidak jelas itu, lebih baik Pangeran menurutinya sebentar.

"Pangeran," panggil Ara sambil menikmati semilir angin sore yang menerpa wajahnya.

"Itu apa?" Ara menunjuk sebuah balon yang dijual di pinggir jalan.

Setelah melihat apa yang dimaksud Ara, Pangeran memutar bola matanya. Bahkan balon saja gadis itu tidak tahu.

"Balon," balas Pangeran singkat.

Ara mengangguk-anggukkan kepalanya. "Kalau itu?" Ara menunjuk bendera yang berkibar di halaman sebuah gedung besar.

Pangeran berdecak. "Bahkan bendera negara kita aja lo nggak tahu?" Pangeran menggelengkan kepalanya. Ara benar-benar kelewatan.

"Negara? Apa itu negara?" beonya merasa bingung. "Di tempatku ada istilah negeri, apakah itu sama?" tanya Ara.

"Pikir aja sendiri!" balas Pangeran merasa kesal. Mulutnya akan terasa pegal jika harus terus menjawab pertanyaan Ara yang unfaedah itu.

"Kamu itu bodoh sekali," gumam Ara. "Tinggal di bumi tetapi tidak bisa menjawabnya. Benar-benar bodoh," lanjutnya.

Pangeran menahan emosinya yang hampir meletup. Sebisa mungkin ia mengunci mulutnya agar tidak mengatakan hal-hal yang kasar. Pangeran rasa dirinya ikut terkena sihir Ara. Pangeran tidak yakin kalau dirinya yang tampan dan pintar itu bisa menyukai gadis polos dan bodoh macam Ara. Pangeran benar-benar tidak percaya.

Tak lama kemudian keduanya sampai di sebuah taman yang lumayan ramai. Banyak anak-anak kecil bermain di sana bersama orang tua mereka. Ara langsung turun dengan semangat setelah Pangeran memarkirkan motornya.

"Di mana kita akan membeli es krim?" tanya Ara dengan semangat juga senyum lebarnya yang tidak pernah luntur.

Pangeran menggenggam tangan gadis itu menuju bapak-bapak penjual es krim di sana. Ara tersipu malu-malu. Ini kali pertamanya Pangeran menggandeng tangannya. Ara bersorak dalam hati. Tangannya sudah pernah digandeng oleh dua manusia tampan.

Putri Dingin (Lengkap) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang