Kepingan Tiga

1.3K 92 20
                                    

NIHALA baru sadar juga di belakang pria ini berdiri beberapa orang tak dikenalinya. Wajah mereka terlihat sangar dan tak tersentuh.

Agak menjauh, sosok yang menjadi pelaku atas kegundahan hati berbalik, menghadap orang-orang berbadan kekar tersebut.

"Kalian bisa ke luar dulu. Tunggu aku di depan ruangan."

Titah yang langsung dilakukan membuat Nihala mampu menebak, mereka pasti penjaga dari orang yang masih berdiri di depannya ini.

Menarik napas, ia mempersiapkan diri berkomunikasi secara langsung dengan orang yang diidolakannya bertahun-tahun. "Kau juga bisa ke luar. Aku butuh ruang."

Ia hanya tersenyum sebagai jawaban lalu menunduk sambil berlalu pergi dari ruangan itu. Sedetik ditinggal, Nihala berteriak tak menyangka dengan nada meringis.

"Kunaon gegerowokan kitu?" Ananta--sang ibu--menghampiri panik. "Aya nu nyeuri?"

"Dada Teteh nyeuri, deg-deg wae, kos jantung arek copot, Umi!" Gadis itu benar-benar menitikkan air mata, entah karena terharu atau bahagia.

Sebentar, apa bedanya?

"Kamu istirahat dulu." Abu mendorong pelan bahu putrinya tapi ditolak mentah-mentah.

"Itu, kenapa Pangeran Hadid dateng ke sini?"

Hening, tidak ada yang menjawab bahkan dokter dan suster mulai melipir pergi karena merasa dikacangi. Padahal mereka berdua yang berjasa atas kesadaran Nihala, sayangnya perjuangan mereka tak ada harga.

Kedua orang tuanya saling pandang dengan Listy, sahabatnya itu hanya bisa menyungging senyum sebagai respon.

"Kecelakaan kamu dua bulan lalu sempat diviralkan sama beberapa saksi mata di sana. Mereka bilang kalau di sisa kesadaran kamu, kamu sempat manggil-manggil Pangeran Hadid dan itu terekam kamera."

Terkejut bukan main sampai Nihala membuka mulut dengan lebar. Untung tidak ada lalat di rumah sakit. Bisa-bisa gadis itu benar akan menjemput maut sebab hewan kecil tersebut.

"Sek, sek." Nihala menunduk, memegangi kepalanya yang terasa nyeri. "Kenapa kecelakaan aku direkam?"

Listy kembali menjawab. "Karena kecelakaan kamu itu melibatkan truk atas nama perusahaan besar di kota ini sebagai pelaku. Tentu itu mencoreng nama baik kompeni mereka."

"Nanti saja tanya-tanyanya, ya. Kamu harus pulih dulu, baru setelah itu pulang dengan suamimu." Abu mengelus kepala anak semata wayangnya dengan penuh kasih. Tidak tahu saja kalimat yang dilontarkan pria berusia lanjut itu mampu menguras napas Nihala lagi.

"Su--Su--Susu--Suami?" Keningnya semakin berkerut persis lansia padahal umurnya masih seumur jagung.

"Ya, pria tadi suamimu."

Nihala menjerit kembali. "Nyebut, Bi, tong nyieun budak lieur, dosa!"

"Naha kitu ngomongna?" Ananta membela sang suami. "Bener ceuk Abi, lalaki tadi teh salaki maneh!"

Kepalanya dicengkram kuat oleh kedua tangan, bagaimana bisa pulih seperti yang diujarkan kedua orang tuanya, kalau mereka menjadi pelaku kepeningan yang melanda. Nihala tidak paham. Ia menghadap Listy. "Maksudnya gimana, Lis?"

"Banyak informasi yang kamu terima hari ini, kamu harus pulih dulu biar nggak drop."

Ia menggeleng tegas. "Jelasin sekarang!"

MerayanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang