"KALAU begitu, mengapa tidak membuktikannya sekarang? Lebih cepat lebih baik, bukan?" Abian menaikkan salah satu alisnya. "Omong-omong berita yang menyebar tentang kau dan gadismu perlahan tidak terdengar lagi, meski media kecil menyulut. Apa kau yang melakukannya?"
"Kalau Brunei yang kau maksud, maka iya."
"Tidak." Abian merasa aneh. Ia kemudian mengeluarkan ponselnya. "Lihat, ini semua akun dari Indonesia, mereka juga pernah menyebarkan berita soal kalian tapi sekarang tiba-tiba saja informasi itu terpendam sesuatu, kau tidak lihat postingan mereka tentang kalian dihapus dari akun mereka."
"Aku tidak melakukannya." Pangeran Hadid merampas ponsel sang sahabat, ia perhatikan jeli bagaimana pernyataan Abian benar.
"Kupikir itu kau tapi akhirnya semua drama itu selesai, bukan?"
Pangeran Hadid terdiam, memang semua ini sudah selesai tapi entah mengapa masih mengganjal. Teringat sesuatu, ia mengembalikan benda elektronik Abian dan mengambil miliknya sendiri, berniat menghubungi sang bunda kembali.
Dari balik itu, Abian mengulas senyum, ia benar-benar tahu bagaimana kondisi hati sang pangeran saat itu dan hal tersebut membuktikan satu hal yang sempat menghantuinya beberapa hari terakhir.
***
Balqis baru saja mendudukkan diri di ranjang hotel saat ponselnya berdering nyaring, nama sang putra tertera, dengan senyum ia segera mengangkat.
"Halo."
"Bu, apa kau benar-benar sedang di Indonesia sekarang?"
"Ya, Nak, tidak perlu khawatir, Ibu punya kenalan di sini."
"Tetap saja, Bu, mengapa tiba-tiba memberi kabar, aku jadi tidak bisa ikut untuk menemanimu."
"Tenang saja, Ibu baik-baik di sini, lagipula ini bukan pertama kalinya ibu mengunjungi Indonesia."
Hening sebentar.
"Kirimkan alamat Ibu saat ini, aku akan menyusul."
"Tidak perlu, Nak."
"Tidak ada penolakan, Bu. Jaga diri baik-baik selama aku belum tiba."
Mau tidak mau Balqis menuruti, bukan keinginannya Hadid sampai rela menghampiri. Kedatangannya ke sini adalah dengan mencari pembenaran. Ia ingin tahu, gadis seperti apa yang berhasil membuat putranya menjadi pria dewasa.
Ternyata takdir cukup lucu membuat pemeran yang sama, antara gadis yang menjadi pelaku asmara sang putra dengan pelaku yang berjanji menebus kesalahannya karena sempat menabrak Balqis beberapa pekan lalu.
Satu penilaian positif sudah ia berikan untuk Nihala, mengetahui dirinya piawai dalam tata boga, membuat Balqis menyukai gadis itu secara sederhana.
Ah, mikir apa dirinya saat satu gagasan muncul di otak.
Bagaimanapun ia tidak punya hak lebih atas Hadid meski hukum menyatakan dirinya adalah ibu kandung. Tapi tetap saja, yang berhak memutuskan masa depan sang putra adalah ayahnya sendiri.
Raja Hasan.
Mau tidak mau Balqis menelan senyum pahit, mengingat ia kini tidak punya ruang bebas untuk bergerak. Yang ia lantunkan dalam hati--agar segera diijabah Tuhan--semoga saja mantan suaminya punya pemikiran yang sama.
Agar untuk tidak mengekang dan mengatur kehidupan Hadid lebih jauh. Putra mereka sudah besar, sudah bisa menentukan semuanya sendiri.
***
"Jadi--" Jura menahan responnya, ia cukup terkejut mengetahui satu fakta yang dilontarkan Nihala. "Beliau ibu Pangeran Hadid?"
Gadis itu mengangguk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Merayan
ChickLitPunya idola pasti pernah dirasakan setiap orang. Tapi dari sekian banyak orang ada beberapa yang mengidolakan sampai ke poin fanatik. Sebut saja salah satunya adalah Nihala. Gadis itu begitu kagum dengan sosok pangeran di negeri seberang. Serin...