BEGITU serius Raja Hasan mendengarkan keluhan dari putranya. Ia tidak mengalihkan pandangan sedikitpun dari cerita yang dijabarkan, pria tua itu mampu menerka makna di balik mimpi yang menyerang Pangeran Hadid selama tiga bulan terakhir.
"Mungkin saja gadis itu pertanda."
"Baik atau buruk?"
Ia mengedikkan bahu. "Kita tunggu saja waktu menjawab. Kalau gadis itu sempat kau temui sebelumnya, tidak menutup kemungkinan dia muncul dalam bunga tidurmu tapi kau bilang sendiri kalau kau belum pernah bertemu dengannya."
"Ya, Ayah." Kepala pria itu menunduk. Sifat keinginantahuannya meledak, membesar tak bisa difilter. Terlebih lagi entah mengapa terasa sesuatu yang magis, jantungnya selalu berdentum mengingat partikel mimpinya menampilkan senyum menenangkan dari gadis itu.
Berusaha menampik sekejap, Pangeran Hadid mengalihkan topik. "Besok kita pakai seragam?"
Raja Hasan tersenyum. "Ya, sudah disiapkan pelayan. Baju adat Brunei bagus untuk besok."
"Ini terdengar terlalu cepat tapi selamat ulang tahun, Ayah, aku berdoa pada Yang Maha Kuasa supaya umurmu berkah, diberikan rezeki yang melimpah dan selalu dalam lindungan Tuhan."
Deja vu.
Raja Hasan seperti pernah mendengar doa tersebut, tapi ia tidak yakin di mana dan kapan. Masih mempertahankan senyum sebagai respon, Raja Hasan menerima pelukan dari putranya.
"Aku tidak akan memaksamu cuma aku minta untuk mengurus Hadid, sayangi dia sebagaimana kau menyayangi anak-anak dari istri pertama atau ketigamu."
"Aku sayang Ayah."
Ucapan dari Pangeran Hadid bersamaan suara mantan istrinya menggema di kepala. Raja Hasan memejamkan mata, tidak sanggup ditikam kenangan yang menyakitkan.
***
"Aku telat!" Nihala berteriak saat matanya samar-samar memandang jam yang berdenting di dinding kamar hotel. "Listy, hudang, eh. Telat ini!"
"Aduh, gandeng!" Masih hawa mengantuk, Listy bangkit begitu malas. Namun saat ia juga melihat waktu menunjukkan pukul delapan, dirinya kelabakan.
"Kak Jura, Kak Jura!" Sambil berlari ke kamar sebelah, Nihala panik. "Kak Jura, bangun, kita telat!"
Pintu terbuka, menampakkan seorang pria tinggi dengan tampilan acak-acakan. Kaus putih polosnya terlihat kusut, belum lagi celana panjang batik yang membalut kaki jenjangnya, ia menguap sebentar, walau merasa terganggu karena tidur nyenyaknya disela, Jura tetap tersenyum.
"Kamu semangat banget apa gimana?" Ia geleng-geleng. "Ini masih jam delapan, lomba dimulai jam sepuluh nanti."
"Ah?" Nihala memiringkan kepala. Mungkin Jura benar, ia terlalu bersemangat sampai lupa apa-apa yang sudah diberi tahu pria di hadapannya.
Jura menilik gadis itu dari atas sampai bawah. "Kerudungmu mana?"
"Eh, lupa!" Kakinya langsung berlari, menghindari Jura semakin jelas melihat auratnya.
Sepeninggal Nihala, Jura terkekeh geli. Ia menutup pintu kamar, mulai bersiap-siap. Sedangkan sang pelaku perusak pagi ini masuk ke dalam kamarnya sambil menyembunyikan wajah memerah. Ia malu, rambutnya pasti berantakan dan mekar seperti singa lalu itu semua ditangkap mata Jura.
Gadis itu sudah kukuh, sekembalinya dari Brunei nanti ia harus memangkas rambut sepanjang pinggangnya. Siapa tahu nanti ada kegiatan pergi bersama Jura dan tak sengaja adegan tadi terulang, Nihala tidak perlu sejengah ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Merayan
ChickLitPunya idola pasti pernah dirasakan setiap orang. Tapi dari sekian banyak orang ada beberapa yang mengidolakan sampai ke poin fanatik. Sebut saja salah satunya adalah Nihala. Gadis itu begitu kagum dengan sosok pangeran di negeri seberang. Serin...