[PROSES REVISI]"Jika bicara tentang takdir. Sebenarnya semesta bisa saja merestui kita. Tapi diri ini lah yang telah membuat jarak di antara aku dan kau."
Pada akhirnya semua akan kembali ke tempat di mana seharusnya mereka berada. Not for me and No...
"Anak dari pemilik gedung sekolah ini? Ya benar Kim Yeri. Dan Ji eun ini anak dari donatur terbesar bagi yayasan ini."
Yeri membulatkan matanya sempurna. Apa katanya? Ji eun anak dari donatur terbesar yayasan. Itu berarti orang tua Ji eun lebih kaya dari keluarga mereka. Sekolah ini tidak akan bisa berjalan tanpa adanya sumbangan dari orang tua Ji eun.
Yeri sedikit merasa bersalah. Tapi karena rasa dengkihnya pada Ji eun begitu besar ia tetap tak akan mengalah. Di tambah lagi mendengar fakta bahwa Ji eun anak dari orang yang luar biasa kaya membuat status Ji eun lebih tinggi dibanding dirinya.
"Maaf!" Ucap Yeri dengan nada sedikit malas.
"Kim Yeri apa kau tidak tahu cara meminta maaf dengan baik." Porotes kepala sekolah.
Ji eun memilih bangkit dari duduknya.
"Sudahi ini. Dia tak perlu minta maaf jika tidak mau. Saya permisi."
Ji eun pergi meninggalkan kantor guru. Membosan kan sekali harus mendapatkan perlakuan seperti tadi .
"Kau liat Yeri. Sikap Ji eun bahkan lebih baik."
Ucapan kepala sekolah rupanya tidak membuat Yeri sadar. Malah semakin membuat yeri membenci Ji eun.
"Lee Ji eun!!!..." Dalam batin yeri menyumpah.
*****
"Kau tak apa?" Tanya Nam jon. Raut wajah khawatirnya tak dapat hilang.
"Tentu." Jawab Ji eun singkat.
Mereka berada di taman sekolah sekarang. Sudah 3 bulan hubungan keduanya terjalin. Ji eun menerima Nam jon sejak hari itu. Seperti biasa setiap kali berpacaran Ji eun tidak pernah menggunakan perasaannya. Jika itu pria tampan, Ji eun akan menerimanya dan memutuskannya saat sudah bosan.
"Bagaimana kalau pekan ini kita jalan?" Tanya Nam jon lagi.
"Maaf. Tapi aku ingin mengakhiri hubungan kita." Kata Ji eun.
"Apa ada yang salah ji?" Tanya Nam jon. Kaget? Tentu saja.
"Tidak. Aku hanya benci kau terlalu sibuk. Juga ku rasa kita dari awal memang tidak cocok."
Ji eun berdiri dari tempat duduknya dan berlalu meninggalkan Nam jon. Nam jon hanya bisa terdiam dengan sakit yang tertinggal di hatinya. Ia baru saja ingin menjalin hubungan serius dengan Ji eun. Tapi Ji eun mengakhiri hubungan mereka tanpa alasan yang jelas.
Jadi, begitulah sikap buruk Ji eun. Ia tak pernah peduli dengan perasaan orang lain. Hal seperti itu terus berlanjut. Selama Ji eun merasa senang- senang saja. Itu bukan lah masalah baginya.
*****
Dirumah Ji eun keluar kamar dengan penampilan rapi. Seperti biasa, Les musik adalah kegiatan yang paling gadis itu sukai.
"Oppa bisa minta tolong?" Tanya Ji eun dengan tergesa-gesa menarik tangan so hyun.
"Wah adik kecilku ini semakin imut saja. Ada apa?" Tanya so hyun.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
(Penampilan Ji eun saat pergi berlatih)
"Hari ini kak Jin tidak bisa kerumah. Bisa kah kau antarkan aku kerumahnya untuk berlatih. Aku akan frustasi jika tidak latihan minggu ini." Ji eun menjelaskan.
Ji eun memang selalu bersemangat jika sudah berkaitan dengan musik. Jin adalah pelatih vokal Ji eun sejak SMP. Orang yang paling mendukung Ji eun dalam bermusik.
"Baiklah baiklah. apa sih yang tidak ku lakukan untuk adik kecil ku ini." Jawab so hyun sambil mencubit pipi chubby Ji eun.
*Skip time
"Benarkah ini rumahnya?" Tanya Ji eun pada diri sendiri.
Ia sudah berada di depan rumah Jin saat ini. Ssjak awal selalu Jin yang akan rumah Ji eun untuk melatihnya. Kadang juga mereka berlatihan di studio. Jadi ini pertama kalinya bagi Ji eun berlatih di rumah Jin langsung.
Ding ... dong ....
"Ji eun eonni....." Seorang gadis imut langsung memeluknya saat pintu terbuka.
"Aku merindukan mu." Ucap gadis kecil itu.
"Mina adikku yang manis....kau sudah semakin tinggi saja." Ucap Ji eun mengelus rambut mina.
Mina ini adik Jin hyung. Ia sering di ajak Jin pergi berlatih bersama Ji eun. Jadi hubungan Ji eun dan Mina bisa di bilang sudah sangat dekat sekarang.
"Masuk lah kak. Ku antar menuju kamar Jin Oppa."
"Annyeonghaseyo Jin oppa." Sapa Ji eun.
"Wah lama tidak bertemu. Bagaimana sekolah mu?" Tanya Jin. Pria itu membenahi penampilannya saat Jieun datang.
"Aku punya banyak pacar yang cukup tampan." Jawab Ji eun sambil tertawa kecil.
"Masih belum berubah rupanya. Aku tidak siap jika harus berpura-pura menjadi kekasih mu lagi hanya untuk membantu kalian putus." Ungkap Jin. Membuat Ji eun terkekeh.
"Ku pastikan kau tidak akan mengalami itu lagi."
"Baiklah. Mari kita mulai latihannya. Kau sudah lama tidak latihan. Aku takut kau melupakan banyak hal." Jin segera memulai.
Mereka berlatih bersama. Jin sangat kagum dengan warna suara Ji eun sejak awal. Itu membuatnya tertarik untuk mengasah kemampuan Ji eun dan mendukung penuh niat Ji eun menjadi seorang penyanyi.
Tak terasa sudah 4 jam mereka menghabiskan waktu berlatih.
"Kau selalu berhasil membuat ku kagum ji." Puji Jin bangga.
"Terimakasih oppa. Syukurlah kemampuan ku tidak menurun." Jawab Ji eun.
"Oh ya, oppa. Aku Ijin ke kamar kecil ya. Kebelet" Ji eun mengelus perut.
"Oh ya silahkan. Kau lurus saja jika melihat dapur belok ke kanan. Toilet ada di ujung sana."
Ji eun berjalan sembari sibuk menatap ponsel. Ia sibuk mengetik hal-hal yang harus ia ingat tadi saat berlatih, sebelum ia lupa. Namun hal tak terduga terjadi,
"Buk...."
Kepala Ji eun menghantam sesuatu yang kokoh.
"Aaa.." Ji eun mengelus kepala. Lumayan sakit.
Tapi rasa sakitnya tak berlangsung lama. Ia lebih tertarik pasa seorang pria dengan wajah luar biasa tampan plus badan sempurna kini berdiri di hadapannya. Di tambah lagi pria itu hanya menggunakan handuk dan menampakkan jelas perutnya saat ini. Ji eun yang terpesona melangkahkan kaki untuk mendekat kemudian mengarahkan tangannya bermaksud memegang roti sobek sang pria.
"Gila!" 1 kata itu dari mulut pria tadi sambil menepis kasar tangan Ji eun ia berlalu.
Sementara Jieun masih membeku kaku dengan posisi yang tak berubah. Ini kali pertama ada yang mengabaikannya seperti itu.
"Menarik." Ucap Ji eun mengukir senyum tipis di bibir manisnya.