Duapuluh Dua

2.2K 332 11
                                    


•Happy Reading•

🌻🌻

"Jen, lo udah nanya sama tante Wendy soal acara itu?"

Cowok berambut pirang itu mengangguk singkat. Lalu kembali pada kegiatan sebelumnya, yaitu melamun. Sedari tadi dia hanya memandang kosong ke depan.

"Terus tante Wendy izinin nggak?" tanya Hyunjin lagi. Menatap penasaran ke arah Jeno yang bahkan tidak balik menatapnya.

"Gue disuruh minta izin sama Ayah."

"Terus lo udah minta izin sama om Mark?"

Masih tak beralih dari pandangannya, Jeno menggelengkan kepala pelan.

Spontan Hyunjin mendecak kecewa. Ikut mengarahkan pandangan ke depan. Mengamati mahasiswa yang berlalu lalang di hadapan mereka.

"Gue juga belum berani izin sama orang tua gue sih," desah cowok itu. "Padahal acaranya tinggal empat hari lagi 'kan? Apa kita nggak usah ikut aja ya, Jen?"

Hyunjin kembali menatap Jeno, meminta pendapat pada cowok itu. Sementara Jeno hanya mengedikan bahu tidak tau. Sekarang dia sedang tidak bisa berpikir dan tidak mau berpikir. Dia sedang malas melakukan apapun. Bahkan tadi pagi dia berniat untuk membolos hari ini, tapi karena paksaan om Yugyeom dan opa-nya, sekarang dia ada di kampus.

Tak mendapat respon dengan benar dari Jeno membuat Hyunjin kembali berdecak. Dia menjadi bingung sendiri. Kalau tidak ikut, sayang sekali acaranya ramai. Tapi kalau ikut belum tentu juga diizinkan.

Hyunjin yang lelah berpikir, merebahkan punggungnya di gazebo. Menatap langit-langit gazebo dengan pikiran yang menerawang. Kira-kira keputusan baiknya dia harus bagaimana. Apa dia harus ikut acara itu atau tidak?

Kalau ditanya sejujurnya dia sangat ingin ikut. Tapi mengingat Papanya yang saat tegas, niat itu jadi urung karena dia takut tidak diizinkan.

Berbeda dengan Hyunjin yang bingung memikirkan perihal acara geng motor mereka, Jeno malah memikirkan sesuatu yang lain.

Sebenarnya dia tidak pernah bisa tidur nyenyak selain di rumahnya. Dia juga tidak bisa tinggal dan makan di rumah orang lain selain masakan sang bunda. Tapi karena keadaan darurat ini, dia jadi terpaksa melakukan itu. Meskipun yang dia singgahi saat ini adalah rumah oma-nya sendiriㅡorang tua Ayahnya, tapi tetap saja dia tidak benar-benar nyaman karena itu bukan rumahnya.

Tapi dia juga tidak mau pulang ke rumah. Ada nenek dan kakeknya di sana. Dia tidak mau tinggal serumah dengan mereka. Apalagi ketika mengingat kejadian sepuluh tahun yang lalu, hatinya masih terluka sampai sekarang. Mungkin Eric bisa terima karena cowok itu tidak mendengarnya secara langsung. Tapi dia yang mendengarnya secara langsung tidak akan mudah menerimanya begitu saja.

Kenapa kakek dan neneknya harus datang setelah bertahun-tahun lamanya. Dia sudah lupa kalau dia memiliki kakek dan nenek lain selain oma dan opa-nya. Lagi pula mereka juga tidak menganggap keberadaannya, lalu untuk apa mereka sampai datang ke rumah? Sungguh, dia sangat marah. Dia ingin pulang dan mengusir mereka. Tapi karena dia masih memiliki rasa hormat seperti yang diajarkan Ayah dan Bunda, dia tidak akan melakukan itu. Biar dia saja yang pergi dari rumah.

"Jen, menurut lo kalo gue minta izin sama bokap, bakal dikasih nggak?"

Pertanyaan Hyunjin memecahkan keheningan antara mereka yang sibuk dengan pikiran masing-masing. Hyunjin melirik ke arah punggung Jeno yang duduk membelakanginya. Cowok itu tidak menoleh sama sekali.

The Family Season 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang