Mitsuki terus termenung selama ia dirawat. Hampir satu minggu ia harus beristirahat penuh untuk pemulihan. Akan tetapi, beberapa kali ingatan pahit itu ia rasakan lagi. Apa yang selalu ia pikirkan tentang masa lalunya mulai membuat dirinya goyah. Ternyata ia telah kehilangan jati dirinya sejak kecil.
"Yosh, apa kabar, Mitsuki?" Sarada kembali menjenguknya, sama seperti hari-hari sebelumnya. Namun kali ini berbeda, ia mengajak seorang lagi.
"Mengapa kau mengajak— ah, sudah kubilang tak memberitahukan ini pada siapapun" Mitsuki membuang muka. Ia sedikit tersipu mendapati Boruto yang juga datang menjenguk. Mitsuki bimbang, bagaimana ia harus bersikap sekarang. Dirinya saat ini tidak akan bisa kembali seperti yang dulu.
"Kau tidak perlu malu-ttebasa! Kau lupa kalau kita teman?" ujar Boruto, "umm, maksudku sahabat," ralatnya begitu Sarada menginjak salah satu kaki Boruto.
Sarada berpikir, dirinya saja tak mungkin untuk menyemangati Mitsuki agar bangkit lagi. Bagaimanapun juga, perempuan tidak akan bisa merasakan apa yang dirasakan oleh laki-laki, begitupun sebaliknya. Mungkin membawa Boruto ke ruangan itu adalah sebuah jalan keluar. Sebagai sesama laki-laki, keduanya pasti saling mengerti.
"Aku sudah baikan. Jadi pulanglah" tolak Mitsuki malu-malu akan kedatangan Boruto.
"Kau yakin? Lagipula jika sudah baikan justru lebih bagus, aku bisa mengajarimu materi perkuliahan yang kau tinggal. Bagaimana, dattebasa?" seringai Boruto seraya menunjukkan catatan perkuliahan selama seminggu, "kau tidak punya pilihan lagi selain belajar dariku"
Sarada meringis. Boruto memang selalu punya beragam cara agar orang lain setuju dengan argumennya. Kali ini ia harus mendukungnya, "benar. Lagipula memangnya ada kawan yang mau mengajarimu lagi? Kau kan sangat pemalu untuk bergaul dengan orang lain"
Mitsuki masih memalingkan wajahnya. Ia mencoba berpikir hal lain, tertinggal satu minggu perkuliahan? Pasti nantinya akan mempengaruhi nilaiku.
"Baiklah" kata Mitsuki mau tak mau, "aku mau kita belajar bersama"
"Ya-hoo!" seru Boruto. Sarada langsung mendelik saat Boruto berteriak. Ia takut kegaduhan yang ditimbulkan dapat mengganggu pasien lain.
***
Hari demi hari yang dilalui Mitsuki mulai berwarna kembali. Ibarat sebuah badai yang berlalu, kali ini waktunya pelangi menampakkan diri. Meski kemampuan akademik Boruto cenderung pas-pasan, tapi ia cukup berbakat saat mengulang apa yang diterangkan dosen mereka.
"Yah sebagai jagoan mahasiswa manajemen, kau pasti akan memperoleh nilai tertinggi lagi walaupun rehat berapapun lamanya" canda Boruto sekaligus memuji kepintaran Mitsuki yang mudah mencerna setiap penjelasannya.
"Bukannya kau? Buktinya kau bisa begitu mirip dengan bagaimana sensei menjelaskan" balas Mitsuki yang selalu tertawa saat Boruto meniru gaya bicara atau logat setiap dosen.
Sementara Sarada yang selalu mengintip dari pintu kamar Mitsuki ikut merasa kehangatan yang terpancar dari keduanya. Ia mengamati wajah Mitsuki yang berseri-seri. Nampaknya kegundahan dalam hatinya mulai terhapus. Ia pun segera menuju ruangan mamanya untuk melaporkan hasil pengamatannya.
"Bagaimana kondisi Mitsuki?" tanya Sakura begitu Sarada masuk ke ruangannya.
"Kurasa semakin baik. Mungkin berkat Boruto" cuap Sarada begitu bahagia, "lalu bagaimana perkembangan hasil pemeriksaan Mitsuki?"
"Tepat seperti dugaanmu, Sayang. Menurut observasi, ingatan tentang masa lalunya yang pahit seolah tergeser dengan ingatan baru tentang hal-hal yang berkaitan dengan materi perkuliahan. Mama rasa kau sudah tau tentang tiga tahapan memori jangka pendek, bukan?" Sakura menyeruput teh hangatnya. Ia paham putrinya pasti telah mempelajari materi perkuliahan itu.
![](https://img.wattpad.com/cover/185263297-288-k882270.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Half of My Religion ✔
Fanfiction[COMPLETED 27/09/20] • [BORUSARA/MITSUSARA] Dalam hadits, menikah itu menyempurnakan separuh agama. Tapi jika pasangan hidup itu bukan orang baik bagaimana? Lalu teori tentang jodoh itu bagaimana, bahwa jodoh adalah cerminan diri? , Sarada Uchiha se...