18.1 : Rahasia Besar (Tentang Masa Lalu)

109 14 6
                                    

"Jadi hari ini ya?" tanya seorang pria berkacamata pada tuannya.

"Ya, aku sudah tak tahan lagi" balas lelaki berusia sekitar tujuh puluh tahun, "lakukan tugasmu dengan benar!"

***

Pagi hari selalu menjadi waktu yang paling menyibukkan di kediaman Uchiha. Jam memang masih menunjukkan pukul tujuh, namun Sakura dan Sarada tengah bergegas untuk berangkat.

"Cepat, Sarada! Kau belum menghabiskan susunya"

"Hai hai. Sebentar aku sedang memakai kaos kaki"

Dalam urusan efisiensi, Sakura memutuskan untuk berangkat bersama dengan Sarada saat ke rumah sakit. Sakura teringat saat dokter konsulen Sarada menemuinya dua minggu lalu dan mengeluhkan keterlambatan Sarada, meski hanya satu atau dua menit. Sebagai dokter yang bertugas di rumah sakit milik pemerintah, hal itu hampir tak bisa ditoleransi.

"Kalau setiap hari aku berangkat bersama Mama, bagaimana dengan mobilku yang menganggur? Bukankah papa membelikannya untukku"

"Untuk sementara waktu Mama menitipkan pada Anko-san. Mungkin sewaktu-waktu dia membutuhkan untuk berbelanja kebutuhan panti putri"

Sarada mendengus. Bukannya pelit atau apa, ia hanya sedikit keberatan mobil pemberian papanya yang diperuntukkan khusus dirinya malah digunakan orang lain. Tapi ia menyadari bahwa panti asuhan sedang memiliki kendala transportasi, sebab hanya ada satu mobil yang sering digunakan bergantian dengan pengurus laki-laki.

"Cepat, Sarada! Sudah jam tujuh lebih sepuluh"

Sarada langsung menghabiskan sisa sarapan dan segera memasuki mobil mamanya. Bak seorang racer, Sakura mengendarai mobil dengan kecepatan lebih dari 80km/h. Sarada yang awalnya merasa mamanya sedikit berlebihan lama-lama memahami kebiasaan itu. Sakura adalah panutan di rumah sakit, tentu saja harus menjaga reputasinya untuk disiplin waktu.

Begitu sampai di rumah sakit, Sarada segera bergabung dengan tim dokter mudanya. Ia heran saat mendapati Kawaki dan Hako sedang sibuk di bawah bimbingan dokter lain karena dokter konsulennya sedang cuti.

"Sensei kita itu memang tak bisa diandalkan sama sekali! Di saat seperti ini malah cuti" keluh Kawaki di sela bertugas, "belum lagi dia juga menyuruh kita jaga malam. Sekalian saja menguji kita di ruang mayat!"

"Sudahlah, kau ini selalu banyak omong" tegur Hako, "lagipula tugas jaga malam kita sampai jam sembilan kok"

"Tak baik jika kau terus menjelek-jelekkan sensei begitu. Ilmumu nanti tak manfaat loh" timpal Sarada yang risih dengan olokan Kawaki pada sensei mereka.

"Cih! Aku hanya bicara apa adanya" celetuk Kawaki lalu meninggalkan keduanya seraya menenteng jas dokternya meninggalkan tempat. Ia berpikir jika pembimbingnya bisa bertingkah semaunya maka iapun juga bisa.

Hari itu merupakan hari terberat bagi tim dokter muda Sarada. Ia tak bisa sepenuhnya mengelak ucapan Kawaki kalau senseinya tak banyak membantu hari ini, justru semakin banyak memberi perintah. Bahkan saat malam tiba, Sarada tak bisa menumpang pulang dengan mamanya.

"Mama juga harus mengurus panti sepulang kerja yaa" desah Sarada. Mau tak mau ia harus memahami mamanya yang masih sibuk menangani urusan di panti setelah bekerja.

"Yo!" Kawaki melempar sebuah minuman kaleng pada Sarada, "kau tak pulang?"

Sarada menangkap minuman itu dan melihat jam tangannya. Jam sembilan lewat seperempat. Rumah sakit mulai sepi. Pasien pun tak banyak yang datang. Para dokter senior yang berjaga juga lebih banyak, mengantisipasi pasien insidental yang tak terduga. Tugas dokter muda telah usai hari ini, namun Sarada masih betah berada di ruangan.

Half of My Religion ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang