17 : Kehidupan Baru

161 16 7
                                    

"Jadi kau benar-benar akan pergi?"

"Yup, dattebasa!"

"Apa sudah kau pikir lagi dengan matang?"

"Yosh, tanpa sedikit keraguan!"

Sarada terbangun dari tidurnya. Bayang-bayang Boruto saat pamit padanya di acara kelulusan kampus sebulan lalu tak bisa berhenti muncul dalam mimpi.

Tak terasa waktu berlalu cepat, Boruto.

Sarada berpindah dari tempat tidurnya ke meja belajar. Ia menatap lamat-lamat foto yang terbingkai apik di sudut meja. Sarada meraihnya dan mengusap permukaannya yang mulai berdebu. Dalam potret itu terdapat gambar dirinya bersama Sakura, Boruto dan Mitsuki. Saat acara kelulusan itu, dua sahabat laki-lakinya menggantikan posisi sang ayah yang berhalangan hadir karena tugas negara.

"Kau baik-baiklah ya" ujar Sarada kemudian meletakkan foto itu ke tempat semula. Ia lalu bergegas saat adzan Shubuh berkumandang. Pagi harinya selalu menjadi pagi yang sibuk. Menjalani kehidupan baru sebagai dokter muda membuat jatah santai paginya terampas. Belum lagi saat ia ditugaskan di bawah bimbingan dokter yang terkenal killer.

"Sarada Uchiha, meskipun kau anak dari dokter Sakura Uchiha bukan berarti kau di anak-emaskan di sini" tegas dokter konsulen*¹ memperingatkan Sarada yang terlambat dua menit, "kalau kau memang anaknya harusnya bisa mencontoh beliau yang tidak pernah terlambat"

"H-hai, sumimasen" ucap Sarada memohon maaf pada pembimbingnya. Tanpa mempedulikan Sarada, dokter itu berlalu begitu saja dan menyuruh anak bimbingannya bersiap.

"Abaikan saja si mata empat itu" kata patner koas laki-laki yang mencengkram pundak Sarada.

"E-eh" Sarada mencoba menghalau tangan patnernya itu. Ia masih tidak terbiasa untuk bersinggungan dengan lawan jenisnya, "lagipula apa maksudmu dengan mata empat, Kawaki?"

"Secara tak langsung kau juga menghina Sarada, tau" timpal Hako yang juga menjadi patner koas Sarada.

Kawaki membalikkan badan dan pergi acuh tak acuh, sementara Sarada masih mengamatinya dari kejauhan. Laki-laki berpenampilan serba berantakan itu membuat Sarada tak habis pikir, bagaimana bisa seorang calon dokter tidak rapi sama sekali?

Ya memang bajunya itu akan tersembunyi di balik jas dokter, tapi setidaknya dia harus mempertimbangkan cara berpakaian.

Ya memang bajunya itu akan tersembunyi di balik jas dokter, tapi setidaknya dia harus mempertimbangkan cara berpakaian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Dasar dia itu!" celetuk Hako, "maafkan dia. Kebiasaan buruknya memang seperti itu. Tapi kau tenang saja, Kawaki sebenarnya baik walau tampilannya seperti preman"

Sarada tertawa mendengar penjelasan Hako. Selama masa perkuliahan, ia memang mengenal Kawaki namun tak terlalu akrab, karena tidak pernah berada dalam satu kelas yang sama. Berbeda dengan Hako yang selalu satu kelas sejak awal kuliah.

"Eh kita harus bergegas, sepertinya ada tugas menanti" kata Hako yang baru saja memeriksa grup chat koas mereka bersama sang pembimbing, "yo Sarada, yang pertama adalah kau. Sensei bilang begitu"

Half of My Religion ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang