20 : Melepas Rindu

121 14 9
                                    

Akhir pekan adalah waktu terbaik untuk bersantai bagi Sarada. Ia juga memiliki hobi baru membaca buku akhir-akhir ini, terutama novel roman picisan. Entah mengapa ia menggemari novel karangan Jiraiya, sang novelis kondang di negaranya.

"Sarada, kau sedang luang, kan?" tanya Sakura sebelum berangkat ke rumah sakit sore itu, "tolong antarkan makanan ini ke panti ya"

Sarada menghela napas. Sejujurnya ia tak suka diganggu saat sedang menikmati cerita suguhan Jiraiya yang dikemas secara apik dalam series Icha-Icha. Tapi Sarada yang telah membulatkan tekad untuk lebih berkontribusi di panti tentu harus membantu mamanya dengan senang hati. Sarada mengapitkan bunga mawar yang ia awetkan  ke halaman baca terakhirnya.

"Uwahh kirei, Sarada. Kau membuat pembatas buku dengan teknik herbarium kering sendiri?" Sakura menyadari sesuatu yang menarik sedang dipegang Sarada, "Mama juga mau satu"

"Tidak boleh" tolak Sarada.

"Eh, mengapa begitu?"

Tentu saja ini bunga yang diperuntukkan untukku saja, batin Sarada. Ia masih penasaran dengan orang yang memberi bunga kala itu. Meski sudah satu tahun lebih sejak ia menerima buket misterius yang diserahkan papanya, Sarada belum yakin dengan tebakannya tentang si pemberi.

"Umm tapi aku akan membuatkannya dari bunga yang lain" celetuk Sarada kemudian bangkit menuju dapur, "baiklah kalau begitu akan kuantar dulu ya"

Sarada melengang pergi melalui 'pintu ajaib' belakang rumah yang tersambung dengan labirin kecil menuju asrama panti putri. Ia menemui Anko untuk menyerahkan hidangan yang mamanya buat.

"Loh, apa sedang ada kegiatan?" Sarada mengalihkan pandangannya ke arah masjid milik panti. Seingatnya tidak ada jadwal kegiatan sore di akhir pekan.

"Ah, itu.. Naruto sedang mengisi kajian. Apakah mamamu tak memberi tau?" tanggap Anko.

"Sungguh?" mata Sarada berbinar mengetahui orang yang diidolakannya sedang ada waktu luang, "berapa lama?"

"Kudengar Sakura meminta tolong Naruto mengisi kegiatan sore setiap dua hari sekali. Katanya ini kesempatan emas karena Naruto pulang selama satu minggu" jelas Anko kemudian membuka tudung makanan yang diberikan Sarada, "umm aku yakin jajanan ini untuk kegiatan di masjid"

Sarada meringis saat mengetahui makanan yang ada di dalam tepak makan itu rupanya cemilan biasa, "kalau begitu akan ku antarkan ke sana sekalian mengikuti ceramah Naruto-san"

Anko mempersilahkan Sarada untuk meninggalkan asrama dan menuju masjid. Gadis itu bergegas agar tak tertinggal jauh dari materi yang disampaikan Naruto. Setibanya di masjid, Sarada segera membagi cemilan yang dibawanya untuk anak perempuan dan laki-laki.

".. dalam surat Al Baqarah ayat terakhir, dijelaskan bahwa Allah tidak akan membebani seorang hamba di luar kemampuan masing-masing. Jadi selagi kita masih diberi suatu cobaan, itu berarti Allah yakin kita bisa menghadapinya" terang Naruto mengisi kajian, "kalian harus bahagia saat berada di posisi seperti itu. Kalian tau kenapa?"

Anak-anak panti yang sedang mendengarkan kajian itu kompak menggeleng.

"Itu berarti Allah sayang dengan kalian. Jadi saat mendapat cobaan, berdoalah untuk dikuatkan agar sanggup menghadapinya, bukan hanya mengeluh atau meminta agar ujiannya cepat-cepat hilang" sambung Naruto, "biar kuberi contoh tentang ini. Cicak yang merayap di dinding, apa yang mereka makan?"

"Nyamuk"

"Lalat"

"Rayap"

Satu per satu anak menjawab menurut pengetahuan mereka. Sarada berdecak kagum melihat Naruto begitu interaktif saat menyampaikan ceramah pada anak kecil, tak seperti kebanyakan pendakwah yang suka memaksakan materi ceramah pada audiens.

Half of My Religion ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang