24 : Ketetapan Hati

128 12 8
                                    

Perjuangan Sarada dalam meraih gelar dokternya hampir mencapai garis finis. Selama itu pula banyak hal terjadi dalam kehidupannya, terutama tentang hatinya. Dari berbagai macam kebimbangan, pada akhirnya ia memilih satu di antara kedua sahabat baiknya.

"Wah kau sudah diperbolehkan membawa mobil lagi oleh mamamu?" tegur Hako ketika berpapasan dengan Sarada di tempat parkir.

"Hai. Ah, ngomong-ngomong, apa kau sedang luang? Bagaimana jika makan malam sekalian di restauran yang baru saja diresmikan teman lamaku? Lokasinya tak jauh dari sini" ajak Sarada. Kebetulan Hako sedang membawa kendaraan pribadinya, tak seperti biasanya yang harus menumpang transportasi umum.

"Boleh, kebetulan aku juga lapar"

Setelah hampir sepuluh menit menempuh perjalanan, kedua gadis itu sampai pada restauran keluarga yang mereka tuju. Sarada tersenyum senang melihat usaha yang dirintis Chocho akhirnya berkembang besar. Ia ingat Chocho pernah memiliki rencana untuk membuka rumah makan dan akhirnya terealisasikan.

"Ikou" Sarada menarik tangan Hako untuk segera masuk. Begitu mereka memasuki restauran, Chocho telah menyambut Sarada di pintu depan. Ia memberikan meja khusus untuk Sarada karena sudah menepati janji supaya menghadiri pembukaan restaurannya.

"Akhirnya kau berhasil mewujudkan impianmu" sanjung Sarada.

"Tee hee~ tentu saja! Keluarga Akimichi selalu mewarisi keinginan kuat untuk mendapat apa yang mereka mau" seloroh Chocho.

Restauran Chocho memiliki beraneka ragam menu olahan daging. Tak heran aroma harum daging berbumbu bertebaran dalam ruangan, membuat nafsu makan siapa saja meningkat. Sarada memutuskan untuk memesan sirloin steak sebab lebih rendah lemak, sementara Hako memilih tenderloin steak yang kaya cita rasa dan juicy.

Setelah memesan, ketiga perempuan itu memulai bincang ringan mereka. Chocho dan Hako saling berkenalan dan bertukar cerita tentang Sarada. Sementara Sarada mencoba menghentikan pokok bahasan tentang dirinya karena malu.

"Ne Sarada, mau melanjutkan apa yang pernah kita bicarakan dulu?" ujar Chocho mengulang kembali topik cita-cita di masa depan, "tentang apa yang kita bahas saat di kedai Barbe-Q saat itu"

"Bukannya kau sudah tau? Saat ini aku menjadi dokter muda di rumah sakit Konoha"

"Bukan yang itu, tapi satunya lagi" elak Chocho, "tentang Boruto, mungkin. Atau Mitsuki? Atau Shikadai? Oh ya, aku belum sempat menanyakan kalau Shikadai pernah menyatakan perasaannya padamu kan?"

"Wah kau cukup beken di kalangan mahasiswa ya" goda Hako, "tapi tak mengherankan, habisnya kau memang gadis impian para lelaki, Sarada"

"Chotto matte" interupsi Sarada, "mengapa jadi membahas ini?"

"Bukankah tidak tabu jika setiap perempuan berkumpul pasti membahas laki-laki?"

"Benar. Bagaimana kelanjutan hubunganmu dengan Mitsuki?"

"Wah, jadi kau sekarang dengan Mitsuki? Bagaimana dengan Boruto?"

"Kalau tidak salah, Sarada bilang Boruto sedang melanjutkan studi magister di luar kota"

"Tidak mengherankan sih kalau dia memilih Mitsuki, lagipula dia juga tampan"

"Iya. Dia tipikal laki-laki romantis. Aku pernah melihatnya rela berbasah-basahan demi memberikan payung pada Sarada"

"Tapi kupikir Sarada lebih menyukai Boruto. Dulu saat masih berkuliah mereka selalu pulang bersama. Apalagi mereka saling menunggu jika jam kuliah salah satunya belum usai"

"Benarkah? Aku jadi penasaran dengan Boruto-kun itu seperti apa"

Chocho dan Hako saling menanggapi satu sama lain. Membicarakan kisah percintaan Sarada adalah bahasan yang membuat iri, sekaligus menarik bagi keduanya. Saking serunya, keduanya bahkan tak menggubris pembelaan diri Sarada. Hingga pesanan datang, Chocho dan Hako mulai menghentikan obrolan mereka.

Half of My Religion ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang