4 : Anggota Baru

192 16 11
                                    

"Sarada, apa kau benar-benar tidak ada apa-apa dengan Boruto?" Sakura mengintrogasi Sarada di tengah sarapan paginya.

"Iie Mama, kami baik-baik saja" elak Sarada.

"Tapi akhir-akhir ini Mama jarang melihatmu bersamanya" sangkal Sakura balik.

"Sungguh, aku tak berbohong" cuap Sarada dengan penekanan nada bicaranya, "aku mau tambah susu"

"Hai" merasa mempercayai ucapan putrinya, Sakura pun berhenti membahas hal yang sama berulang. Ia paham pasti akan lelah membahas hal berulang yang tak ingin terus didengar.

Setelah menghabiskan sarapannya, Sarada bergegas berangkat ke kampusnya. Kali ini ia berangkat sendiri, sepuluh menit lebih cepat dari waktu biasanya ia berangkat bersama Boruto. Hal ini telah berulang selama seminggu belakangan ini sejak kejadian pulang bersama Mitsuki.

"Boruto, apa kau sedang bermusuhan dengan Sarada?" tanya Hinata yang mengintip Sarada baru saja keluar rumah.

"Aku tidak tau. Dia tiba-tiba menjauh begitu saja" jawab Boruto enteng sembari memasang earphone di kedua telinganya.

Hinata buru-buru mendekati Boruto dan menarik earphone yang telah terpasang sempurna, "dengarkan Ibu jika sedang mengajakmu bicara!"

"Iiitaii Okaa-san" pekik Boruto melepaskan tangan ibunya yang menjewer kupingnya, "sudah kudengarkan dengan baik, lagipula lagunya juga belum kusetel"

"Pekalah sedikit dengan orang lain, terutama pada perempuan" nasehat Hinata. Meskipun putra sulungnya itu sangat memahaminya namun kepekaan terhadap orang lain cukup buruk, "tanyakan apa kau memiliki salah, lalu kau harus minta maaf padanya. Bukankah ayahmu sering mengajarimu begitu?"

"Otou-san? Orang yang bahkan tak pernah di rumah itu, bagaimana bisa dia dikatakan mampu memahami orang lain?" Boruto berlalu mengambil roti lapis di meja makan dan melahapnya segera, "ittekimasu"

Boruto beranjak pergi selang tujuh menit setelah Sarada berangkat. Sebenarnya tanpa diberitahu pun Boruto terbersit suatu pikiran tentang Sarada. Ia menelisik kembali dalam lembaran-lembaran ingatannya agar menemukan letak kesalahannya pada Sarada.

Dasar perempuan, ingin dimengerti tapi memang sulit dimengerti!

***

Siang itu selepas sholat Dhuhur, beberapa anggota kerohanian Islam yang luang mengadakan rapat kembali mengenai calon penerus mereka. Tanpa diduga, terjadi suatu perdebatan sengit antara Inojin dan Shikadai. Jum'at lalu, rencana yang telah disepakati berhasil terlaksana namun tak benar-benar mampu menarik animo mahasiswa kampus. Inojin yang sudah putus asa dengan pencarian calon anggota memutuskan untuk menghentikan rencana itu daripada terus berusaha dan hasilnya nihil, sedangkan Shikadai masih ingin melanjutkan rencana itu sesuai kesepakatan bersama.

"Kau tidak berpikir, berapa banyak dana dan waktu kita yang akan terbuang sia-sia lagi?" tegas Inojin sebagai bendahara.

"Mendokusai, tapi kau tak berhak memutuskan seenakmu. Lebih baik kita merubah strategi daripada tak berusaha apa-apa"

"Asal kau yang berani mencukupi kebutuhan Jum'at depan aku tidak masalah. Keuangan kita semakin menipis"

"Baiklah, kebetulan saat itu adalah jadwalku. Aku juga tak keberatan untuk menyiapkan konsumsi dan peralatan selanjutnya"

Perdebatan-berdebatan itu semakin alot, ditambah tak ada yang mampu menengahinya. Sarada yang menjabat ketua juga bingung harus menyetujui argumen siapa. Sebagai ketua, ia harus memikirkan himpunannya, dalam hal ini dia harus mendukung keputusan Inojin. Namun sebagai teman baik Chocho, ia tak bisa seenaknya merubah keputusan yang merupakan buah pemikiran Chocho.

Half of My Religion ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang