"NAY...KUMOHON KELUAR NAY... AKU NGGAK BISA HIDUP TANPAMU NAY.. PLEASE NAY."
Hujan di sore hari yang semakin senja tidak juga meredam isakkan pilu dari sang patah hati. Entah sudah berapa lama Wira berhujan-hujanan di luar rumah gadis 22 tahun yang ia cintai itu. Sayangnya tak ada celah sedikitpun bagi Wira untuk dapat menemui pujaan hatinya.
Nayla, di pelukan sang bunda hanya menangis dan terus menangis mendengar teriakan pria pujaan hati yang tak pernah menyerah tuk memenangkan hatinya.
Muhammad Salahudin, ayah Nayla, menggenggam erat pegangan kursi kayu rotannya. Menyesali keadaan putrinya. Tapi apa mau dikata. Nasi sudah menjadi bubur. Keluarga Sudibyo tidak menginginkan putrinya yang sudah tidak seperti dulu lagi. Salahudin menguatkan hati dan bangkit untuk menemui mantan calon menantunya itu. Drama ini harus diakhiri.
"Pulanglah nak Wira. Keluarga kami tak berjodoh dengan keluargamu yang terhormat. Aku tidak merasa malu dengan keadaan putriku, tapi jika keluargamu tidak bisa menerima keadaan putriku, maka Bapak tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Ali. Antar Nak Wira ke kota. Pastikan dia pulang dengan selamat."
Wira berlari terjatuh-jatuh di genangan air hujan dan bersimpuh di kaki pria kurus yang telah membesarkan pujaan hatinya. Mengiba dan berharap pria kurus itu mau mengasihi nasib malangnya.
"Pak, saya mohon pak. Saya mencintai putri bapak, Bapak pun tahu itu. Tidak bisakah Bapak beri kesempatan kepada kami untuk bahagia? Restui kami pak. Saya mohon. Kami berdua saling mencintai. Saya mohon, jangan hukum kami seperti ini. Saya mohon."
"Ali. Bawa dia ke mobil." Titah Salahudin dengan menahan air matanya. Dia pun tak tega. Tapi inilah adanya. Sebagai seorang ayah, dia tidak bisa membiarkan putrinya menikah dengan keluarga yang tidak bisa menerima keadaannya.
"Tidak. Pak, saya mohon. Jangan pisahkan kami. Saya mohon. Nay, Nay. Kumohon keluar Nay. Aku mencintaimu Nay. NAY!!!!"
Ali, sepupu Nay yang bertubuh besar dan tinggi membawa paksa Wira ke mobilnya. Membiarkan Wira meraung-raung di kursi belakang. Ali pun sama tak teganya seperti Salahudin. Tapi inilah kenyataannya. Nay dan Wira memang tak berjodoh.
***
3 hari kemudian
"Apa dia sudah bangun?" Tanya Bian yang baru datang. Alex dan Toni sudah menemani Wira di apartemennya yang hanya berbeda 1 lantai dengan apartemen Bian sejak kemarin. Tapi Bian, karena sibuk business travel ke Singapur dan Hongkong, dia baru bisa menemui Wira sekarang.
"Dia demam dan terus mengigau memanggil-manggil Nayla. Wira benar-benar hancur." Ucap Toni yang tidak tega melihat keadaan sahabat baiknya itu.
"Engh." Wira bergerak-gerak gelisah.
"Wir, kau bangun. Kau mau minum?" Ucap Alex yang langsung siaga.
"Aku akan temukan binatang yang sudah menyakiti Nayla. Aku akan membuatnya bersimpuh di kaki kedua orang tua Nayla. Dan aku tidak akan menyerah begitu saja. Aku dan Nayla saling mencintai dan aku akan tetap menikahinya. Apapun yang terjadi."
Bian tak mengerti dengan ocehan Wira yang terlihat lemah dengan nafas terengah-engah tapi kemudian Toni memberi isyarat pada Bian untuk menahan dulu rasa ingin tahunya. Mereka pun mengurus Wira yang tengah hancur karena kehidupan cintanya, memaksanya makan bubur hambar dan memberikan obat yang sudah diberikan oleh dokter pribadi Toni yang datang sebelum Bian datang.
*
"Seseorang memperkosa tunangan Wira." Mulai Alex menjelaskan kepada Bian yang memang belum tahu apa-apa.
"What? Tapi siapa?" Tanya Bian yang terkejut dengan apa yang baru saja didengarnya.
"Kami masih belum tahu. Nay masih bungkam dan tidak mau menceritakan apa yang sudah terjadi. Sepertinya gadis itu juga sudah pasrah." Tambah Toni lalu menegak cola dingin yang baru saja dibukanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
JODOH SEORANG PEMERKOSA
Romance"Setiap kesalahan bisa dimaafkan, tapi tidak semua kesalahan bebas dari tanggung jawab" -Fachir Bramantiyo-