Extra Part ( Ketika aku kehilangannya )

1.4K 131 1
                                    

Bian's POV

Bohong jika aku tidak ragu. Karena ada saja orang yang ingin menganggu rumah tanggaku, memprovokasiku, sedang Nay entah kenapa semakin murung dan menjaga jarak denganku. Susah rasanya merebut hati Nay yang mungkin tertutup rapat untukku itu.

Apa sebenarnya yang dimaksud Wira?

Apa terjadi sesuatu selagi aku merecovery luka akibat pukulan si Brengsek itu?

*

"Tolong, Bu. Anda tidak boleh masuk."

"Lepas!"

Aku melihat ke arah pintu dimana Arual sedang memaksa masuk dan sekretaris baruku yang bernama Latisha sepertinya tidak dapat menghentikannya.

"Biarkan La, kau boleh pergi." Ucapku pada sekretaris lapangan bertubuh pendek itu.

"Baik, Pak!"

*

"Mau apa lagi kau?"

"Kau buta atau apa? Jelas-jelas istrimu tidak mencintaimu. Kau masih saja mengharapkannya. Apa kau tahu, dia bahkan merencanakan pergi ke Prancis dengan mantan tunangannya. Apa kau tahu itu? Kau menyedihkan Fabian."

Aku mencoba menahan amarahku tapi aku manusia biasa. Aku punya batas kesabaran. Apa wanita ular ini ingin menghabiskan jatah kesabaranku?

"Apa kau sedang mengatakan, kau dan Wira berkomplot untuk memisahkan aku dengan Nayla? Kalian, benar-benar sepasang pecundang."

"Aku atau kau Fabian? Apakah kau tahu istrimu sudah menggugurkan kandungannya demi bisa pergi bersama mantannya?"

A-Apa? Bilang apa dia barusan?

"Apa kau tahu dimana istrimu berada sekarang?" Tambahnya memanas-manasiku.

"Jangan berusaha meracuni kepalaku Jalang! Nay bukan orang seperti itu."

Si Tak Tahu Malu Arual terbahak. Wanita itu pasti sudah gila.

"Fabian, Fabian. Istrimu tidak lebih dari wanita sok alim. Dia sekarang berada di rumah kakak angkatnya. Kau pasti tahu dimana itu kan? Di sanalah mereka main di belakangmu sayang. Kau, diamlah di sini, dan lihat bagaimana dia terus bernostalgia dengan tunangannya."

"KELUAR KAU ULAR!" Teriakku tak bisa lagi menahan kemarahanku.

"You know where to find me Darling. Call me anytime." Ucapnya menggoda yang malah terlihat menjijikan bagiku.

Sial. Sial. Sial.

Apa katanya tadi?

Nay apa?

Menggugurkan kandungannya?

Tapi Nay tidak hamil.

Atau apa Nay hamil tapi dia menyembunyikannya?

Arrggghh. Aku bisa ikut-ikutan gila. Tanpa pikir lagi aku bergegas menemui dimana Nay berada. Kalau semua yang dikatakan ular itu benar, apa yang harus aku lakukan? Tidak! Aku mengenal Nay dengan baik. Dia tidak mungkin melakukan hal sekeji itu. Aku lebih mengenal istriku dari pada ular berbisa dan kroni si Brengsek Wira itu.

*

Tapi nyatanya, di sanalah aku melihat istriku yang sedang dibujuk oleh pria lain. Cemburu dan emosi menguasaiku hingga akhirnya aku mengetahui Nay memang keguguran, dan emosi membutakan kata-kataku.

"Cukup Tuan Bramantiyo! Cukup kau merendahkanku seperti ini. Ceraikan aku! Aku tidak tahan lagi hidup di neraka bersamamu."

Saat itulah aku kehilangannya. Bukan hanya kehilangan anak yang tak akan pernah bisa kulihat, aku juga kehilangan wanita yang begitu aku cintai.

Sesak dadaku tiap kali mengingat hal itu. Apalagi setelah tahu apa yang sebenarnya terjadi, dan apa yang sudah aku lakukan pada Bidadariku itu. Nay mungkin telah memaafkanku, tapi aku takkan memaafkan diriku sendiri.

Aku benar-benar berpikir telah kehilangan Nay, tapi.....ketika aku menyentuhnya di kantorku, aku bisa merasakan tatapan Nay sudah berubah padaku. Tatapan benci itu berubah menjadi tatapan....cinta? Mungkinkah?

Aku menghimpitnya dengan tubuhku dan sungguh, debaran itu , terdengar beriak sampai ke dadaku. Apakah mungkin?

Aku menghentikan tautanku dengan berat hati. Ada sesuatu yang harus kulakukan. Aku tidak ingin kehilangan Nay dan akupun tahu, si Keras hati pun tidak mau mengakhiri rumah tangga ini. Sudah cukup aku kehilangannya dan aku tak mau merasakannya lagi. Karena ketika kehilangannya, aku kehilangan arah hidupku.

"Mas?"

"Ya?" Aku tersadar ketika merasakan sentuhan lembut di wajahku. Bidadariku terlihat cemas. Apa aku keasyikkan melamun?

"Ada apa?" Tanyanya bingung dan membuatku tak tahan untuk memeluknya dengan satu tanganku yang tidak terluka.

"Mas, jangan aneh-aneh. Ini rumah sakit. Kalau ada yang masuk tiba-tiba seperti waktu itu bagaimana?"

Aku terbahak. Apa dia malu kepergok ciuman dengan suaminya sendiri? Buat apa malu, aku saja tidak.

"Aku tidak peduli. Aku bahagia mengetahui aku bebas memelukmu kapanpun dan dimanapun."

"Oh ya?" Tanyanya sambil menahan tubuhku agar tidak bertubrukan dengan tubuhnya.

"Ya. Ah ya, apa kau bisa membantuku mengganti baju? See? Malangnya suamimu ini. Tanganku patah." Ucapku sambil memamerkan tanganku yang dibebat dan entah kenapa aku malah merasa diuntungkan dengan keadaanku saat ini.

"Aku?"

Haha kenapa dia terkejut seperti itu? Tentu saja dia, memang siapa lagi? Perawat tua, bertubuh besar yang selalu bertampang masam itu? "Iya kamu sayang. Kenapa? Apa kau malu? Bukankah kau sudah pernah melihat tubuhku? Ck! Kau curang. Kau mengingat tubuhku, tapi aku tidak ingat sama sekali."

Puk. Dia memukulku manja. Aku suka.

"Aw!" Jangan khawatir, aku hanya pura-pura kesakitan. Bidadariku ini hanya jago masak, tidak jago memukuli suaminya.

"Apa? Itu memang benar. Aku harus melihat tubuhmu lagi biar adil. Tapi aku pria yang sabar. Jadi aku akan menunggumu sampai memberiku SIM."

"SIM???" Ulangnya tak mengerti. Tentu saja tak mengerti. Hanya aku dan kalian bukan yang mengerti 😆

"Iya SIM."

Aku mendekati wajahnya yang mengerut kebingungan itu dan berbisik sexy di telinganya yang tertutup hijab merah jambu. "Surat Izin Menyentuhmu."

Bwahahahaha dan dia mendorongku hingga aku hampir terjengkang ke belakang. Si Pemalu kabur dan keluar, membiarkanku terbahak seorang diri. Tak lama, karena kemudian, perawat tua bertubuh besar yang selalu bertampang masam itu masuk dan mengatakan akan memandikanku.

What???? NOOOOO!!!!!

"Naaaaaayyyy....selamatkan aku......"
























































































Up terus biar cepat bungkus. Boss mah beda. Mau kerja ya kerja, mau males ya males 😂😂😂😂

JODOH SEORANG PEMERKOSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang