Lima belas

1.4K 154 2
                                    

"Bisakah aku menunggu di tempat lain? Aku malu jika harus kembali ke kantormu." Tanya Nay setelah Bian mengatakan Bahwa Nay harus menunggu di kantornya sampai Bian pulang kerja. Bian bisa saja menyuruh supirnya untuk mengantar Nay pulang, tapi ide bekerja ditemani istri sepertinya akan menyenangkan.

"Apa kau punya kenalan di kota?" 'Selain keluarga Sudibyo tentunya.'

"Hmm. Mbak Aini. Aku.. berhutang uang padanya."

"Oh? Kau berhutang uang?"

Bian terkejut. Nay tidak terlihat seperti orang yang suka berhutang pada orang lain.

"Malam itu, aku tidak bisa berpikir dan tidak tahu mau kemana. Jadi, aku ke rumah kakak angkatku dan memintanya membayar ongkos taksi."

Bian mengerti. Okay, keadaan tidak akan baik jika percakapan ini dilanjutkan. Mereka baru saja memulai cute moment mereka sebagai sepasang suami istri dan Bian tak ingin merusaknya.

"Baiklah. Aku akan mengantarmu setelah makan. Kau hafal nomornya?"

"Hmm."

"Tolong minta kakak angkatmu itu untuk menshare loc alamatnya." Pinta Bian sembari memberikan smartphonenya lalu menyerutup jus jeruk pesanannya.

Terlihat Nay terdiam memandangi wallpaper chat di hadapannya dan Bian menyadari hal itu.

Terlihat Nay terdiam memandangi wallpaper chat di hadapannya dan Bian menyadari hal itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Foto itu diambil saat Mama menjemputmu di ruang rias. Cantik bukan? Sayangnya pengantinku tidak tersenyum. Aku akan melakukan apapun agar senyum menghiasi wajah bidadari itu."

Nay bisa merasakan ada yang bergejolak di dadanya, tapi dia tetap berusaha tenang. Setelah melakukan apa yang disuruh, Nay menggeser smartphone itu kepada pemiliknya. Membuat Bian patah hati. Nay masih saja menutup pintu hatinya.

***

"Aku mau lewat." Ucap Nay.

Bian berdiri tegak di depan pintu mobil yang terbuka dan mengurung Nay di antara kedua tangan kekarnya. Membuat Nay tak bisa kemana-mana.

"Maaf. Aku hanya marah pada diriku sendiri tadi. Aku marah karena sampai detik ini, aku masihlah seorang bajingan di matamu."

Nay yang terkurung di antara mobil, Bian dan kedua tangan atletisnya mengalihkan pandangannya. Tanda dia tidak peduli dengan apa yang Bian katakan.

"Orang yang menyakitimu malam itu memang aku, dan aku tidak bisa menghapus apa yang sudah terjadi. Aku bukan Tuhan. Tapi yang mengatakan akan melakukan apapun agar kau tersenyum, itu juga aku. Jadi kumohon, jangan keras kepala, belajarlah menerima pria di hadapunmu ini, suamimu. Hmm?"

"Maaf." Lirih Nay tanpa mengalihkan tatapannya.

"Ya? Apa? Maaf? Untuk apa? Akulah bajingan yang telah membuatmu menangis tadi."

"Tidak seharusnya aku terus menghakimimu padahal aku tahu, aku bahkan belum mencoba mengenalmu. Bukan tempatku menghakimi seseorang karena kesalahannya. Aku juga bukan Tuhan."

Bian sumringah. Apa itu artinya Nay akan mencoba mengenalnya? Itu maksudnya bukan?

Nay menolehkan wajahnya yang sendu. Dua manik bertemu. Ada irama yang bertabuh tapi entah siapa pemiliknya.

'Apakah boleh?' Tanya Bian berharap Nay mengerti isyarat matanya. Perlahan, Nay memejamkan matanya. Ah, ada 2 irama sepertinya. Irama dari keduanya.

Dug dug

Dug dug

Dug dug

Dug dug

"Ehem..ehem. Maaf Tuan dan Nyonya Bramantiyo, tapi ini tempat umum. Tidak bisakah kalian menahan diri kalian? Bagaimana jika putriku melihatnya?"

Nay yang terkejut dengan suara dari belakang Bian langsung mendorong Bian hingga akhirnya ia bisa lepas dari kurungan pria konyol itu. Lagi-lagi Bian membuatnya malu, sedang pria itu malah terkekeh bahagia.

"Mana bisa aku tahan punya istri seperti dia. Hai, Fabian Chandra Bramantiyo. Senang berkenalan dengan Anda dan terima kasih karena sudah bersedia menjaga Nyonya cantik ini."

"Maas.." rajuk Nay menggemaskan.

Aini menahan senyum. Nay terlihat bahagia. "Tidak usah terlalu resmi. Saya Aini. Satu-satunya sahabat Nyonya cantik ini di kota."

"Mbak..."

"Iya iya, jangan marah lagi. Ini dompetku, pastikan kau membayar hutangmu. Okay?" Kelakar Bian lagi lalu menjawir hidung bangir istrinya, sebelum akhirnya menutup pintu mobil tempat Nay keluar dan menuju kursi kemudinya.

"Aku akan memberikan semua uangmu pada Mbak Aini."

"As you wish Nyonya." Ujar Bian lewat jendela mobil yang sudah diturunkan.

"Saya titip Nyonya Muda Bramantiyo dulu, nanti pulang kerja saya jemput." Tambahnya.

"Siap laksanakan. Hati-hati mengemudi Tuan."

Nay berdecak. Kenapa juga Aini jadi bersekongkol dengan si Konyol itu?

"Suamimu lucu."

"Lucu apa? Konyol begitu."

"Mari masuk Nyonya Bramantiyo."

Nay memutar bola matanya. Mbak Aini dan Bian sama saja.

JODOH SEORANG PEMERKOSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang