"Papa akan membawa Nay ke Singapur. Papa tidak mau dia merasa terpaksa tinggal bersamamu karena keadaan."
Bian baru saja menemani Nay hingga wanita 22 tahun itu tertidur karena kelelahan menangis, ketika ayahnya mengutarakan keputusan sepihaknya.
Keluarga Bramantiyo langsung membawa Nay ke kota setelah pemakaman karena lebih mudah bagi mereka mengawasi Nyonya Muda Bramantiyo itu. Sedang urusan tahlilan, dan lainnya diserahkan sepenuhnya kepada Ali dan seorang asisten suruhan Tuan besar Bramantiyo yang akan mengurus masalah keuangan yang diperlukan. Bian dan keluarganya hanya akan fokus pada keadaan Nay yang sedang tidak baik. Itu saja.
"Apapun itu asal demi kebaikan Nay, Bian tidak masalah. Sampai saat ini, Nay masih menutup hatinya untuk Bian, jadi bersama Bian saat ini tidak akan membuatnya lebih baik."
"Mama janji akan menjaganya dengan baik. Nay adalah putri yang selalu mama inginkan. Mama akan memastikan dia bahagia." Tambah sang Mama sembari menggenggam erat kepalan tangan putranya.
Bian tersenyum getir. Sebenarnya, dialah yang ingin menjadi orang yang membahagiakan Nay. Tapi apa daya, Nay masih membuat benteng yang besar di antara mereka berdua dan Bian tidak tahu bagaimana meruntuhkannya.
*
"Aku akan merindukanmu." Ucap Bian saat Nay sudah masuk mobil dan akan menuju ke bandara. Di hari ketiga kepergian orang tuanya, Nay akan tinggal bersama keluarga Bramantiyo, ayah ibunya yang sekarang.
Nay tidak mengucapkan sepatah katapun. Dia hanya mengalihkan pandangannya dan membiarkan dirinya dibawa entah kemana.
***
Mata Nay membulat lucu ketika menu makan siang mereka tiba. Nay memesan gado-gado yang tiba-tiba saja sangat ia inginkan dan Bian memesan nasi goreng kambing. Selang beberapa detik setelah makanan datang, pramusaji lain menyusul dan menata sendok garpu serta menyajikan minuman mereka.
"Kumohon sekali saja. Aku ingin mendengarnya lagi. Coba panggil aku. Mas... mas Bian... mas Bian yang ganteng."
Nay tidak mengacuhkan si Tidak jelas dan hanya menyantap makanannya dengan lahap. Nay tidak suka sarapan yang di sajikan di dalam pesawat jadi dia melewatkan sarapannya. Kalaulah Mitha tidak mengambil penerbangan pagi, mungkin dia masih bisa sarapan di rumah sebelum berangkat.
"Nay sayang..... bidadariku. Mas....mas Bian... sekali saja please."
"Apa kau tidak akan makan?" Tanya Nay yang tak tahan dengan tingkah kekanak-kanakan suaminya.
"Melihatmu makan saja aku sudah kenyang." Celotehnya sambil menumpukan kedua tangannya di meja. Benar-benar mengesalkan.
"Mas.. jangan konyol. Kau menggangguku makan."
"Nah, tuh bisa. Maafkan aku Nyonya. Aku tidak akan mengganggumu lagi. Okay, waktunya menghabiskan nasi goreng kambing ini."
Nay hanya bisa menggelengkan kepala. Nasib apa hingga ia memiliki suami konyol seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
JODOH SEORANG PEMERKOSA
Romantizm"Setiap kesalahan bisa dimaafkan, tapi tidak semua kesalahan bebas dari tanggung jawab" -Fachir Bramantiyo-