52.Duka

77 63 1
                                    

Sampai di rumah sakit, Muhammad pun langsung ditangani oleh dokter, aku pun menunggunya dengan keluarga Muhammad, Umi Fanya dan... Nadila.

Aku begitu mengkhawatirkan kondisi Muhammad, aku juga merasa sangat bersalah karena Muhammad menjadi seperti ini karenaku, tetapi Umi Aqilla selalu bisa menenangkan dan menguatkanku disaat dia sendiri butuh kekuatan.

"Muhammad akan baik-baik saja kan sayang?." ucap Umi Aqilla disela isak tangisnya dan aku pun mengangguk.

"Aisyah tau kalau Muhammad pasti kuat, Umi." ucapku sambil merangkul Umi Aqilla.

Kita pun menunggu Muhammad dengan perasaan khawatir, aku pun mengabari keluargaku dan mereka pun akan segera kesini.

Tak berapa lama, keluargaku pun sampai dan Kak Nafidzah pun langsung merangkulku memberikan kekuatan untukku, aku begitu mengkhawatirkan kondisi Muhammad hingga tidak menyadari keberadaan Kak Azzam yang juga ikut menguatkanku.

Cukup lama kita menunggu Muhammad ditangani Dokter hingga rasa kantukku menyerang karena terlalu lama menangis.

Pintu ruang UGD pun terbuka, Dokter pun keluar dari ruangan lalu kita semua pun langsung menghampirinya untuk menanyakan kondisi Muhammad.

"Bagaimana kondisi putra saya Dok?." tanya Abi Anhar saat kita sudah menghampiri Dokter tersebut.

"Maaf Pak, kamu sudah berusaha semaksimal mungkin, tetapi Allah berkehendak lain..." sebelum Dokter itu menyelesaikan ucapannya, aku sudah tau apa artinya.
"Muhammad sudah kembali pada sang pencipta." sambungnya membuat air mataku semakin deras, duniaku seolah berhenti berputar.

"Enggak... Nggak mungkin Muhammad..." ucap Umi Aqilla lemah dan langsung pingsan dipelukan Abi Anhar.

Semua kenangan indahku bersamanya pun kembali berputar di ingatanku, aku belum siap kehilangannya, aku belum siap mengikhlaskannya pergi dengan cinta kita.

Muhammad sayang Aisyah
Selamat Pagi Bidadari Aisyah Alfisyah Maysarah Nur Jannah Khadafi
Aku cemburu tau Syah
Ali?panggilan spesial yaa?
Aku sudah berkali-kali jatuh, jatuh cinta padamu.
Muhammad cinta Aisyah

Semua perkataan manisnya yang membekas di ingatanku dan tak akan mungkin bisa aku lupakan, setiap perkataannya seolah menambah sesak yang kurasa.

"Aisyah..." panggil Umi lirih sambil mengusap bahku yang bergetar.

"Muhammad itu kuat Umi, Umi tahu itu kan?." ucapku lirih membuat Umi mengangguk dengan air mata yang mengalir.hatinya pasti sangat sakit melihat putrinya yang selalu nampak kuat, namun sekarang justru Umi melihat putrinya dengan tatapan kosong dan air mata duka.

Umi pun langsung memelukku, menyalurkan ketegarannya dan berharap aku bisa ikhlas dengan apa yang terjadi.

"Aisyah harus temui Muhammad, Umi." ucapku dan langsung berlari masuk ke UGD.

Sampai didalam ruangan, aku pun melihat sosok yang selalu menatapku penuh cinta dengan senyuman manisnya justru sekarang terbujur kaku.

Aku pun mendekat kearahnya, berusaha mengumpulkan kekuatanku untuk melangkah dan untuk bisa lebih ikhlas, namun itu tak semudah yang dibayangkan.

"Muhammad... Kenapa Muhammad nyelamatin Aisyah?kenapa Muhammad gak biarin Aisyah tertabrak dan menggantikan posisi Muhammad saat ini?Aisyah rela pergi untuk kebahagiaan Muhammad, tapi Aisyah sangat sulit untuk merelakan Muhammad pergi.Aisyah ingin Muhammad ada disini, Aisyah ingin selalu bisa melihat senyuman Muhammad, semua perkataan dan perilaku manis Muhammad, Aisyah gak mau kehilangan sosok laki-laki terbaik setelah Abi, Aisyah..." aku sudah tidak kuat lagi meneruskan perkataanku.

"Aisyah cukup... Jangan salahkan diri kamu sendiri, ini semua sudah takdir sayang." ucap Abi yang sangat terpukul melihat seberapa terpuruknya putrinya saat ini.

"Ini semua salah Aisyah, kalau aja Aisyah nggak biarin Muhammad nganter Aisyah, kalau aja Muhammad nggak mencintai seorang Aisyah yang selalu membuat hidup Muhammad menderita..." belum sempat aku menyelesaikan ucapanku yang pastinya akan tetap menyalahkan diri sendiri, sudah ada seseorang yang memotongnya terlebih dahulu.

"Aisyah cukup..." ucap Umi yang sudah tidak kuat melihat putrinya seperti ini.putrinya yang selalu tampak kuat dan tidak pernah menyalahkan siapapun atas takdir yang menimpanya justru sekarang tidak berhenti menangis dan menyalahkan takdir yang sudah terjadi.

"Enggak Umi, Aisyah seharusnya nggak pernah hadir dalam hidup Muhammad, Aisyah..." ucapanku pun terhenti karena bentakan seseorang.

"Aisyah, kamu sadar nggak sih?dengan kondisi kamu kayak gini justru membuat Muhammad semakin sakit!Muhammad mencintai kamu dan mengorbankan hidupnya demi kamu, dan sekarang kamu malah menyalahkan diri kamu sendiri?!Aisyah aku tau kamu terpukul tapi kamu juga gak boleh kayak gini!kamu gak bisa menyalahkan apa yang sudah terjadi!aku tau kalau kamu sedih tapi ada orang yang lebih sedih liat kondisi kamu kayak gini!Muhammad... Dan aku!." bentak Kak Azzam membuatku dan yang lainnya terkejut.
"Apa kamu pernah memikirkan perasaanku?apa kamu pernah berfikir jika dengan kondisi kamu seperti ini, maka semuanya akan kembali seperti sedia kala?enggak Syah!sampai kapan kamu akan terus menangisi Muhammad dan menyalahkan diri kamu sendiri?kamu sakit, maka Muhammad dan aku jauh lebih sakit.jika memang kamu masih mencintai Muhammad, lalu kenapa kamu menerima aku?apa arti semua ini?!apa kamu cuman jadiin aku pelampiasan?Syah, aku tau kalau kamu terpaksa melakukan ini semua hanya karena ingin menjaga hatiku agar tidak tersakiti, namun dengan kondisi kamu kayak gini justru membuat aku yang berada di posisi paling salah, aku berada diantara cinta kalian, kenapa kamu menyeretku ke cinta kalian?kamu anggap aku ini gak punya hati?!kamu selalu berkata kalau kamu akan berusaha mengubur cinta kamu dalam-dalam dan membuka hati untukku, tapi apa?!kamu semakin mencintainya Aisyah!apa kamu masih tetap akan seperti ini?sampai kapan!." sambungnya membuatku beringsut mundur hingga sampai di ujung tembok, pertahananku runtuh, air mataku seakan hujan yang semakin lama semakin deras, tubuhku bergetar hebat, tak lama aku pun terduduk di lantai dengan tangan yang menutup wajahku, mencoba menutup tangisku dan menghentikannya.

Ini semua salahku, aku sudah melibatkan Kak Azzam dalam kisah ini, aku berusaha untuk membuka hatiku untuknya, namun itu tidak semudah yang aku bayangkan, seharusnya aku tidak berhak dicintai siapapun!karena akan membuat orang yang mencintaiku justru terluka karena ulahku sendiri.batinku.

"Bunda..." lirih Ayna sambil mendekat kearahku dan duduk didepanku yang sedang menyembunyikan tangisku yang semakin hebat.

"Bunda nggak pantes jadi Bunda buat Ayna... Bunda..." belum sempat aku menyelesaikan ucapanku, dia sudah memelukku terlebih dahulu, Ayna pun ikut menangis di pelukanku.

"Bunda nggak boleh ngomong gitu, Ayna sayang Bunda..." ucap Ayna membuatku mencium kepalanya bertubi-tubi karena sesak didadaku yang tak mampu membalas ucapannya lagi.

"Aisyah..." panggil Kak Nafidzah membuatku langsung menatapnya.
"Aisyah gak boleh kayak gini sayang, kita harus ikhlas..." sambungnya membuatku kembali menatap Muhammad yang terbujur kaku.

Aku berharap kalau ini semua adalah mimpi, aku berharap Muhammad akan menguatkanku, menghapus air mataku dengan caranya, yaitu dengan cara memberikan sapu tangannya padaku.

"Muhammad..." lirihku.

"Aisyah..."


Sudah habis berapa tissue?akankah Aisyah bisa mengikhlaskan Muhammad?

Dan ada satu informasi... Ini adalah endingnya!

Makasih semua yang udah baca cerita ini, makasih yang udah vote dan comment.comment dari kalian membuat author bahagia karena cerita ini bisa diterima.makasih juga yang udah bantu share, makasih banyak yang udah follow author❤

Tapi kalian pasti tau kalau author punya banyak kejutan buat kalian?yap, author akan kasih kejutan tanggal 29 yaa.

Kira-kira apa kejutannya?akankah cerita baru?ataukah kelanjutan dari kisah cinta Muhammad dan Aisyah?
Kepo?tungguin okee😉

See you next time readers!

Maafkann [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang