Jennie POV
Aku tidak tahu bagaimana aku akan berakhir dengan Lisa. Jika aku akhirnya bahagia, maka aku sangat bersyukur tetapi jika Lisa dan Ku tidak bisa bersama, entah aku harus berbuat apa lagi. Aku tidak yakin apakah bisa melihatnya dengan cara yang sama seperti sebelumnya, jika dia memutuskan untuk tetap pada pilihan awalnya -mengakhiri perasaanya padaku-, aku tidak yakin kalau aku bisa melihatnya lagi.
Apakah aku harus meminta ayah untuk membeli tiket ke luar negeri? Jadi saat Lisa mengatakan dia tidak bisa bersamaku, aku akan pergi begitu saja dan menghilang,lalu tidak akan pernah kembali ke sini lagi?
"Apa yang kau pikirkan?" Suara lembut Lisa mengejutkanku. Aku berbalik dan melihat dia sedang sibuk dengan sesuatu di laptopnya.
"Tidak ada. Apa itu data yang dikirim Luca?" Tanyaku, kemudian mendekat dan berdiri di belakang Lisa.
Luca memang meneleponnya pagi ini, Lisa memberi tahu ku bahwa Luca mengirim beberapa data dari Guardiam group untuk mendukung rencana kami. Dan disinilah Lisa, jam 7 pagi di kamarku, karena dia tidak membawa laptopnya, jadi dia meminjam laptopku.
Lisa menatapku sejenak dan tersenyum. "Yah, ini daftar dana ilegal mereka yang lain." Dia menjawab singkat kemudian kembali ke laptopnya.
"Sudah seberapa jauh?"
Dia menghela napas dan menekuk lengannya. "Kurasa ini sudah cukup. Aku juga sudah menghubungi salah satu orang Disptach beberapa hari yang lalu."
"Benarkah? Lalu apa yang mereka katakan?"
"Mereka setuju, mereka bersedia merilisnya selama kita bertanggung jawab penuh." Lisa menjawab.
Aku menghela nafas lega, dan entah apa yang merasuki diriku, aku memeluk Lisa dari belakang. Membenamkan wajahku di punggung Lisa, menghirup aroma tubuhnya dalam-dalam.
"Terima kasih, Lisa." Ucapku lirih. Aku bisa merasakan tangan Lisa bergerak, lalu meraih jariku dan mengelusnya dengan lembut.
Lisa berdiri dan berbalik untuk melihatku, dia menangkupk wajahku. Senyuman manis di wajahnya membuat hatiku semakin tenang. Lisa kemudian menarikku ke dalam pelukannya, betapa aku berharap hal seperti ini akan terus terjadi. Bisakah kita, Lisa? Bolehkah aku memelukmu setiap hari
"Ini masih terasa seperti mimpi." Ujarnya lirih.
Aku mendongak, dan menatap matanya, "apa?".
Lisa menyelipkan rambutku, lalu memeluk pinggangku dengan erat, aku bisa mendengar jantungku berdegup kencang kali ini.
“Memelukmu, melihatmu seperti ini, mendengar pengakuan cintamu,” dia lalu tertawa, “Masih terasa seperti mimpi. Jika dulu kau mengusir dan mengutukku saat aku ingin memelukmu, sekarang tidak ada lagi rasa takut ketika aku ingin melakukannya. " Dia melanjutkan.
Aku menundukkan kepala dan tersenyum, dan tiba-tiba saja aku ingin menanyakan pertanyaan konyol ini.
"Lisa, apakah kau masih mencintaiku?" aku bertanya tanpa ragu-ragu, namun tidak berani menatapnya, takut jika matanya akan menjawab semua pertanyaan ku.
Aku mendengar Lisa menghela nafas, entah kenapa yang terdengar sebagai jawaban bagiku, rasa sakit tiba-tiba mengalir di dadaku, mataku berkaca-kaca memaksaku untuk menangis, tapi aku menahannya.
"Bolehkah aku menjawabnya nanti? Saat kita bicara, malam terakhir kita di sini? Maaf Nini, tapi aku harus memastikan sesuatu sebelum menjawabmu. Aku tidak ingin memberikan jawaban yang tergesa-gesa, aku punya banyak pertimbangan." dia menjawab dengan tenang.
Aku tahu apa yang dia pikirkan, dia memikirkan gadis lain. Aku ingin marah, ingin menjadi egois karena aku tidak lagi penting bagi Lisa. Tapi aku tidak bisa, karena betapapun aku memikirkannya, bukanlah salah Lisa jika dia mulai meragukan perasaannya. Bukan salahnya dia merasa nyaman dengan gadis lain, karena jika aku memperlakukan cintanya dengan baik, maka semua ini tidak akan terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
If I Leave (JENLISA) ✔️
FanfictionAku menerima semua rasa sakit, aku merelakan hatiku terluka berkali-kali hanya agar aku tetap bisa berada disampingmu, aku tak peduli dengan diriku sendiri, aku mencintaimu dan akan selalu seperti itu. Katakan saja aku bodoh, tidak apa-apa tapi itu...