LISA POV
Aku memeriksa penampilanku sebelum berjalan mengikuti salah satu staf perusahaan menuju ruangan yang terletak di lantai 5 agensi, ruang pelatihan untuk para trainee. Pagi ini, ayah memerintahkan ku untuk memantau para trainee, dan aku di sini kali ini bukan sebagai produser tetapi sebagai pewaris perusahaan ini.
Sebenarnya, menurut ku ini masih terlalu cepat, karena aku baru saja memulai karirku sebagai produser. Sementara menjadi CEO, mungkin masih lima atau sepuluh tahun lagi, tetapi ayah ku memiliki alasannya sendiri, dia mengatakan bahwa dia ingin aku belajar bagaimana mengelola perusahaan secara perlahan.
"Kita sampai. Tolong fokus, oke? Jangan sibuk melihat gadis-gadis cantik itu." Kata seorang wanita yang seumuran denganku. Dia adalah Minnie, sepupu ku sendiri, itulah kenapa dia berbicara kepada ku seperti itu.
Aku mengerutkan kening, "Kapan aku pernah melakukan itu? Lagipula aku punya pacar!" Ujarku.
Minnie tampak terkejut dengan pengakuan ku yang tiba-tiba. "Pacar? Sejak kapan? Ah tidak tidak, lupakan saja. Kita harus masuk dan menyapa para trainee dulu. Dan, bisakah kau memasang wajah yang sedikit berwibawa? Kau calon pewaris, tahu? Ck."
Ck, gadis ini. Aku mengabaikannya dan mendorong Minnie untuk memasuki ruangan besar itu. Trainee biasanya melakukan evaluasi bulanan di ruangan ini. Ada kaca besar dan beberapa instrumen juga di pojok ruangan.
Begitu kami masuk, aku bisa melihat sekitar selusin trainee sudah berbaris dan membungkuk untuk memberi hormat. Mataku tertuju pada Somi yang juga berada di ruangan ini bersama grupnya, kurasa mereka juga menyapa para trainee karena mereka adalah senior di sini.
"Selamat pagi semuanya. Maaf mengganggu waktu latihan kalian. Jadi, seperti yang kalian lihat, beberapa dari kalian mungkin sudah tahu siapa yang berdiri di sampingku karena dia adalah salah satu juri yang melakukan audisi beberapa waktu lalu. Namun, izinkan aku secara resmi memperkenalkannya sekali sekali lagi, ini adalah Lalisa Manoban, putri dari pemilik agensi." Minnie memperkenalkan ku kepada semua trainee.
Gadis-gadis itu segera membungkuk serentak sembari menyambutku. Aku menanggapi dengan senyum hangat agar mereka tidak merasa canggung.
"Kalian akan bertemu dengannya lagi selama debutmu suatu hari nanti, dia adalah produser utama saat ini. Kurasa hanya itu, kalian bisa melanjutkan latihan."
Aku mengangkat alis dan menatap Minnie, "Itu saja?"
Minnie mengangguk tanpa mempedulikan kebingunganku. Maksudku, kenapa ayahku harus memintaku mengenakan pakaian formal jika ini hanya perkenalan singkat?
"Kalau tahu begini, aku tidak perlu bangun pagi-pagi dan melewatkan sarapan dengan Jennie." Aku menggerutu.
Aku melirik Somi, dia membuang muka begitu mata kami bertemu. Ah, aku tidak nyaman dengan situasi kami berdua.
Setelah beberapa menit berbasa-basi, Minnie dan aku keluar ruangan. Aku mengeluarkan ponsel untuk mengirim pesan kepada Jennie dan mengajaknya makan siang bersama. Dia merajuk pagi ini karena aku tidak bisa sarapan dengannya, ugh dia manis sekali.
"Apa katamu? Pacar? Sejak kapan?" Minnie memberi ku pertanyaan itu saat kami sedang mengantre di mesin kopi yang terletak di lantai pertama.
Aku tersenyum dan mengangguk. "Beberapa hari yang lalu."
"Jadi, siapa gadis malang itu?"
Aku memelototi Minnie. "Apa maksudmu,sial?"
"Yah, kau pasti akan mencampakkannya seperti yang lain ketika kau bosan." Minnie menjawab sambil memasukkan menempelkan ID car nya ke mesin kopi.
![](https://img.wattpad.com/cover/227216468-288-k18182.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
If I Leave (JENLISA) ✔️
Fiksi PenggemarAku menerima semua rasa sakit, aku merelakan hatiku terluka berkali-kali hanya agar aku tetap bisa berada disampingmu, aku tak peduli dengan diriku sendiri, aku mencintaimu dan akan selalu seperti itu. Katakan saja aku bodoh, tidak apa-apa tapi itu...