Airin kembali menginjakkan kakinya di tanah air setelah empat tahun menetap di negara dengan julukan negeri ginseng itu untuk mengejar mimpinya. Ia kembali ke Indonesia untuk menepati janjinya pada sang kakek. Menghela napas berat, Airin dengan berat hati menghentikan mimpinya sampai di sini. Perempuan yang mengenakan sweatshirt dan sweatpants berwarna senada itu kemudian mendorong troli berisi koper-koper besar miliknya menuju lobi bandara. Di balik kacamata hitam yang menutupi separuh wajahnya, kedua bola matanya mencoba mencari seseorang yang sudah berjanji akan menjemputnya sore itu. Menangkap sebuah mobil yang dikenali baru saja melewatinya dan berhenti tak jauh dari posisinya berdiri, Airin kembali melangkah menghampiri mobil itu.
Tak perlu menunggu lama, sang pemilik mobil yang mengenakan kaus polo hijau tua itu langsung menghampiri Airin dan memeluknya, "Thanks, God. Akhirnya lo beneran pulang."
"Gue pulang ke sini bukan karena lo, ya. Tapi karena permintaan Eyang. Dan lo enggak usah peluk-peluk bisa?" sinis Airin mencoba melepaskan diri dari pelukan kakak sepupunya itu.
"Wah... Perasan lo belum lama ini pulang tapi lo udah lupa kalo lo paling suka gue peluk?" tanya lelaki yang akhirnya melepas pelukannya pada Airin.
"Sejak lo jadi penyebab gue pulang ke Indonesia, udah enggak, ya, Mas." balas Airin yang setelahnya langsung masuk ke dalam mobil tanpa menanggapi protes kakak sepupu satu-satunya itu.
Lelaki bernama Faisal yang sedang memasukkan koper-koper besar milik Airin ke dalam bagasi itu adalah penyebab Airin pulang ke Indonesia. Kakak sepupunya itu adalah manajer sebuah hotel bintang lima milik keluarga mereka. Dengan alasan akan melanjutkan pendidikan masternya ke luar negeri, lelaki itu melepaskan tanggung jawabnya dan menumbalkan Airin pada kakek mereka, Yusuf Gunadi. Tidak ada pilihan lain selain dirinya karena sepupunya yang lain, adik Faisal, yaitu Kintan, masih menempuh pendidikan sarjananya di salah satu universitas negeri ternama di Indonesia.
"Masih marah sama gue?" tanya Faisal membuka obrolan pada adik sepupunya yang masih bungkam di sampingnya itu.
Airin yang melipat kedua lengannya di depan dada sembari memandang jalanan ibu kota dari balik kaca jendela hanya bergumam sebagai balasan.
"Sori, gue bikin lo resign dari NU:E. Gue juga enggak tau kalo program beasiswa gue diterima dan gue harus berangkat tahun ini." ucap Faisal dengan rasa sesal, "Gue janji, gue bakal lulus dalam dua tahun dan lo bisa balik ke NU:E."
"Berisik lo. Gue mau tidur." balas Airin yang sudah bosan mendengar alasan Faisal yang terus diulang-ulang sejak satu bulan yang lalu.
"Eits, sebelum lo tidur, gue harus nganter lo ke mana? Rumah Tante Wati, Om Rifqi, atau rumah Eyang?" cegat Faisal sebelum Airin pergi ke alam mimpi.
Airin mendengus pelan sebelum akhirnya menjawab, "Rumah Eyang aja."
Airin ternyata sudah tertidur selama satu jam perjalanan menuju kediaman Yusuf Gunadi yang begitu megah dan mewah itu. Sebelum merantau ke negeri orang, Airin memang tinggal di sana sejak kedua orang tuanya bercerai di usianya yang baru menginjak 16 tahun. Hal itu pula yang membuat Airin lebih dekat dengan eyangnya dibanding kedua orang tuanya. Apapun permintaan Yusuf pasti akan coba Airin turuti. Termasuk saat sang kakek memintanya pulang ke Indonesia.
"Cucu Eyang pulang juga..." sambut Yusuf menghampiri cucu kesayangannya di ruang tamu.
Airin langsung memeluk pria senja itu, "Eyang, sehat? Maaf Airin baru bisa pulang sekarang."
Yusuf membalas pelukan Airin, "Alhamdulillah, Eyang sehat. Kamu, kok, kurusan?"
"Masa, sih, Eyang? Perasaan sama aja." tanya Airin meregangkan pelukannya pada Yusuf.
Yusuf tersenyum, "Oh, iya. Kamu pasti belum makan, kan? Mbok Jati udah siapin masakannya buat kamu."
"Isal enggak ditawarin, nih, Eyang? Isal, kan, abis jadi supirnya Tuan Putri." rajuk Faisal yang masih berdiri di ambang pintu dengan dua koper milik Airin.
"Kamu taruh barang Airin dulu aja di kamarnya. Kalo udah, kamu bisa nyusul ke meja makan." balas Yusuf.
Faisal yang terpaut tiga tahun lebih tua dari Airin itu memasang wajah kesal sambil menarik koper milik sepupunya itu memasuki rumah. Lelaki itu kembali menghela napas ketika mengingat kamar Airin di rumah ini ada di lantai dua. Memegang jabatan paling tinggi di hotel tempatnya bekerja, ia hanya menjadi pesuruh ketika bersama adik sepupunya itu. Setelah menyelesaikan tugasnya, Faisal pun menyusul kakek dan adik sepupunya ke ruang makan yang berada di lantai satu. Airin dan kakeknya sedang terlibat pembicaraan yang cukup serius ketika kedatangannya juga tak mampu menghentikan pembicaraan keduanya.
"Sal, besok anter adik sepupu kamu ini ke Reverie." titah Yusuf langsung memutar tubuh menghadap cucunya yang baru saja memasuki ruang makan itu.
"Iya, Eyang. Airin beneran bakal gantiin Isal mulai minggu depan, Eyang?" tanya Faisal memastikan.
Yusuf mengangguk, "Kamu, kan, tiga minggu lagi berangkat ke Amerika. Udah enggak ada waktu lagi, Sal."
Sementara Airin yang berada di balik punggung Yusuf susah payah mencoba memberi kode dengan wajahnya pada Faisal supaya kakak sepupunya itu tidak langsung mengiyakan titah kakek mereka itu.
"Emang anaknya mau kalo langsung diajak ke Reverie besok?" Faisal memasang seringai dan menatap Airin lurus-lurus dari tempatnya duduk.
Yusuf langsung menoleh pada cucu perempuannya, "Kamu enggak capek, kan, kalo besok langsung ke Reverie?"
Reverie adalah nama hotel bintang lima milik keluarga Gunadi yang sudah tidak diragukan lagi mutunya. Berada di bawah kepemimpinan Faisal selama empat tahun terakhir, Reverie tentu berkembang sangat pesat. Hotel yang sudah berdiri belasan tahun itu memang aset terbesar Yusuf Gunadi dan keturunannya. Maka, cucu-cucu Yusuf diarahkan untuk melanjutkan pendidikan tinggi di jurusan bisnis atau perhotelan. Sempat mencicipi dunia perhotelan selama satu tahun, Airin tak bisa memberi hasil yang maksimal dan akhirnya memohon pada sang kakek untuk pindah.
Airin tersenyum canggung dan dengan berat hati mengangguk, "Iya, Eyang, siap."
"Oh, iya. Kalo kinerja kamu bagus, Eyang akan pertimbangkan kamu untuk posisi asisten manajer." tambah Yusuf.
Bencana besar. Dalam lubuk hatinya yang paling dalam, Airin sangat tidak ingin berurusan dengan hotel milik keluarganya. Sudah cukup satu tahun ia berperang dengan lingkungan yang paling mengerikan selama perkuliahannya. Jika Yusuf benar-benar memberikan posisinya di Reverie untuk seterusnya, karir di bidang desain yang sudah ia bangun susah payah itu itu akan terbuang sia-sia. Jika Airin bermain-main dengan Reverie, ia juga akan berhadapan dengan orang-orang penting di keluarga Gunadi yang sangat tak ingin ditemuinya.
Airin mencoba menahan rasa kesalnya pada Faisal selama kakek mereka masih ada di antara mereka. Kakak sepupunya mungkin itu masih bisa tersenyum tanpa beban sekarang. Tapi, lihat saja nanti, ia akan segera menghabisi kakak sepupu tidak-tahu-diri-nya itu. Dan Faisal hanya tidak tahu jika hidupnya tidak akan tenang setelah ini.
I'm back!
Hope you can enjoy reading this story as much as I enjoyed writing it.
Love, Sha.
02/08/2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Into Your Soul
ChickLitGunadi Series #2 [COMPLETED] Selama ini, yang Airin lakukan hanyalah menghindar. Kepulangan yang diawali dengan keterpaksaan itu membuat Airin harus menghadapi kembali luka lamanya. Sikap arogan yang ia bangun sebagai pertahanan diri nyatanya tidak...