11

3K 304 0
                                    

Pagi ini, Airin tidak langsung berangkat ke Reverie. Ia juga tidak sendirian di dalam mobil yang kini dikemudikan oleh salah satu supir keluarganya itu. Di sampingnya, duduk sang kakek yang mengajaknya berangkat bersama menuju bandara untuk melepas kepergian Faisal. Hari ini adalah hari keberangkatan Faisal menuju negeri Paman Sam. Tentu ini adalah kesempatan terakhir bagi Airin dan kakeknya itu bertatap muka dengan Faisal akan segera meninggalkan tanah air. Rasanya baru kemarin Faisal yang mengantarnya ke bandara ketika dirinya pergi ke Seoul. Sekarang, dirinya-lah yang ikut melepas kepergian Faisal ke Amerika.

Sampai di bandara, Airin dengan telaten merangkul lengan kakeknya menuju ruang tunggu di mana Faisal dan keluarganya berada. Mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru bandara, akhirnya Airin menemukan Faisal, Pakde Rian, Bude Erna, dan Kintan yang tampak serius membahas sesuatu. Menghampiri keluarga kecil itu, keberadaan Airin dan kakeknya membuat pembahasan serius itu mendadak dihentikan.

"Loh, Eyang sama Airin dateng juga?" Kintan menginterupsi percakapan yang sedang berlangsung supaya segera dihentikan.

"Lagi pada sibuk ngobrol apa, sih?" tanya Airin.

"Papa dateng bareng Airin?" tanya Pakde Rian mengalihkan pembicaraan.

Walaupun bingung, Airin akhirnya hanya mengangguk, "Biar sekalian kata Eyang."

Yusuf tertawa pelan, "Eyang juga mau ikut ngantar Faisal."

Sebuah pengumuman menggema ke seluruh penjuru bandara. Faisal melihat jam di pergelangan tangan kirinya yang juga memegang beberapa lembar dokumen penting, yaitu paspor dan tiket pesawat. Rupanya pengumuman yang baru saja berakhir itu adalah pengumuman keberangkatan pesawat yang akan ditumpangi Faisal dari Bandara Soekarno-Hatta menuju LAX. Lelaki yang kini berdiri di samping troli berisi koper-kopernya itu harus segera check in.

"Sal. Sorry banget, gue sama Eyang enggak bisa lama-lama. Gue ada meeting pagi soalnya." jelas Airin yang kemudian memeluk kakak sepupunya itu, "Safe flight, Mas. Gue tunggu kepulangannya."

Faisal membalas pelukan adik sepupunya yang kini sudah kembali memanggilnya dengan sebutan 'Mas' itu, "Gue titip Reverie, ya, Rin. Sekali lagi, gue minta maaf."

Airin meregangkan pelukannya pada Faisal, "No, it's fine."

"Eyang, makasih udah dateng. Sehat-sehat, ya, Eyang." Faisal mengecup punggung tangan Yusuf sebelum memeluk tubuh senja kakeknya itu.

Yusuf menepuk-nepuk punggung cucunya itu, "Hati-hati di jalan, Sal. Jangan lupa kasih kabar ke orang rumah."

"Iya, Eyang." balas Faisal meregangkan pelukannya dengan sang kakek kemudian beralih memeluk kedua orang tuanya, "Ma, Pa, Faisal pamit, ya."

"Hati-hati, ya, Sayang. Kalo udah sampe kabarin kita." pesan Bude Erna pada putra sulungnya.

Faisal mengangguk dalam pelukannya, "Iya, Ma."

Kintan yang tampak menahan tangisnya itu menyambut pelukan sang kakak, "Mas, jangan lama-lama di sananya."

Faisal mengusap puncak kepala adiknya, "Kamu jangan nangis, dong. Mas enggak selamanya di sana, kok."

Setelah acara berpamitan yang diakhiri dengan haru itu, Faisal berjalan meninggalkan keluarganya yang ikut mengantarnya itu. Baru beberapa langkah Faisal ambil, seseorang memanggil namanya dari kejauhan. Airin yang juga mendengatnya, ikut menoleh ke sumber suara yang tepat berada di balik punggungnya. Arum, perempuan dengan penampilan sangat sederhana yang sangat Airin kenali itu berdiri di sana. Dengan kedua bola matanya, Airin menyaksikan Arum yang berlari kecil menghampiri Faisal yang juga menghentikan langkahnya.

Sekitar dua hari yang lalu, Faisal kembali menemui Arum. Sudah menjadi rutinitas di antara keduanya untuk makan malam bersama selepas jam kerja. Pada kesempatan itu pula Faisal meyakinkan diri untuk memberitahu Arum bahwa dirinya akan pergi ke Amerika untuk melanjutkan studinya. Namun hingga makan malam mereka selesai pun, Faisal juga belum mengatakan satu patah kata pun mengenai keberangkatannya ke Amerika pada Arum. Saat Faisal mengantar pulang Arum ke apartemen perempuan itu, Faisal menahan lengan Arum yang hendak meninggalkan mobilnya. Arum menatapnya dengan tatapan bertanya. Walaupun Faisal tidak menjawabnya, Arum memilih untuk kembali duduk.

"Aku mau berangkat ke New York lusa." ucap Faisal ketika Arum menutup pintu mobil.

Arum menoleh pada Faisal yang menatap lurus kaca mobil di hadapan mereka, "Maksud kamu?"

Faisal akhirnya juga menoleh menatap kedua manik mata indah milik Arum, "Aku lanjut S2 di sana."

"Terus? Sebenernya, yang selama ini kamu lakuin apa, Sal?" tanya Arum dengan wajah yang jelas kecewa.

"A-aku..." Faisal merasa bodoh karena tak bisa menjelaskan apapun pada perempuan yang masih dicintainya itu.

"Aku pulang dulu. Safe flight, Sal." Arum membuka pintu mobil dan beranjak meninggalkannya.

Faisal hanya bisa terpaku atas kepergian Arum malam itu. Arum kembali merelakannya untuk pergi dengan penuh rasa kecewa. Sama seperti hari di mana Faisal mengakhiri hubungan mereka sebelumnya. Menyandarkan kepalanya di atas roda kemudi, Faisal merutuki kebodohannya. Ini akan menjadi hari terakhirnya bertemu dengan Arum karena perempuan itu tampak tidak ingin menemuinya lagi.

Airin yang masih menjatuhkan tatapan pada Arum dan sepupunya itu tersenyum, "Good luck, Sal."

"Berangkat ke sekarang?" tanya Yusuf yang masih berada di samping Airin.

Airin merangkul lengan kakeknya kemudian mengangguk, "Ayo, Eyang. Pakde, Bude, Kintan, Airin sama Eyang duluan, ya." pamitnya.

"Oh, iya." balas Bude Erna yang sepertinya masih belum bisa mengalihkan perhatiannya pada putranya dengan perempuan bernama Arum yang jelas dikenalnya itu.

Melanjutkan perjalanan menuju Reverie, Airin kembali berada dalam satu mobil dengan kakeknya yang juga akan pergi menuju Gunadi Tower. Mengetahui tujuan kakeknya, rasanya Airin ingin ikut saja dengan kakeknya itu. Di sana, ia bisa mencuri kesempatan untuk bertemu dengan Adi. Ya, sepertinya Airin sudah gila dengan lelaki itu.

"Nanti sore, pulang dari Reverie mau dijemput Pak Kasno?" tanya Yusuf sebelum Airin meninggalkan mobil.

Airin yang hendak membuka pintu mobil menghentikan geraknya dan menggeleng pada kakeknya, "Airin pulang sendiri aja, Eyang."

Sorry for making you wait. I was super busy during the weekend. College life can't be controlled sometimes.

Enjoy!

Love, Sha.

Into Your SoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang