Adi tidak peduli berapa kecepatan yang ia tempuh dengan motor milik Pras hingga dirinya bisa sampai di gedung apartemen Airin dalam waktu kurang dari 20 menit. Berada di dalam lift sendirian dengan perasaan khawatir, Adi langsung mengirim pesan pada adiknya yang diharapkan mengetahui password apartemen Airin. Namun Adi tak juga mendapat pesan balasan dari Dita, bahkan ketika dirinya sudah berada di depan unit apartemen Airin. Menyudahi sambungan telepon dengan suara Airin yang semakin membuatnya khawatir, Adi langsung menekan nomor Dita. Ketika nada sambung berubah menjadi suara adiknya, Adi langsung bertanya mengenai password apartemen Airin. Dita yang mendengar suara sang kakak yang dipenuhi kekhawatiran dari seberang sana, membuatnya tak banyak bertanya dan langsung memberitahu sang kakak password apartemen Airin.
Setelah memutuskan sambungan telepon dengan Dita, Adi langsung menekankan enam digit nomor yang adiknya itu sebutkan pada RFID door lock di hadapannya. Ketika pintu berhasil terbuka, Adi segera berlari memasuki apartemen Airin dan menemukan punggung lelaki yang sedang mengurung Airin. Terdengar isakan Airin di balik tubuh Heru. Tanpa banyak berpikir, Adi langsung menghampiri lelaki bernama Heru itu.
"Lo ngapain berengsek?!" Adi meraih kerah kemeja Heru dari belakang supaya menjauh dari Airin.
Airin yang akhirnya lepas dari Heru pun langsung terduduk di atas lantai karena sudah tidak memiliki tenaga lagi untuk sekadar menopang tubunya sendiri. Heru yang kehilangan keseimbangan pun jatuh terduduk di lantai sebelum akhirnya mencoba berdiri dan menghajar Adi. Airin yang tidak ingin melihat baku hantam di depan matanya hanya memeluk kedua lututnya. Ia benar-benar takut. Tonjokan yang Adi rasakan di pipinya membuat lelaki itu tertunduk sesaat sebelum akhirnya meraih kerah kemeja Heru dengan mudah. Mencium bau alkohol, Adi yakin jika lawannya itu sedang dalam pengaruh alkohol.
"Oh, ternyata pahlawannya Airin?" Heru terkekeh pelan ketika mengenali wajah Adi.
"Pergi lo." Adi menyeret Heru keluar dari apartemen Airin dengan mudah karena lelaki itu masih dalam pengaruh alkohol. Ia juga melemparkan jas lelaki itu yang ternyata masih tersampir di kursi meja makan.
"Sialan." desis Heru yang tampak kesulitan bangkit dari duduknya.
Mengunci pintu apartemen Airin secara manual supaya Heru tidak kembali masuk, kemudian Adi berjalan masuk menuju dapur. Ia baru menyadari betapa kacaunya dapur Airin ketika menatap sekeliling perempuan yang sedang meringkuk di sudut dapur itu. Selain pecahan beling yang berserakan di lantai, Adi juga menemukan bercak darah yang ternyata berasal dari kaki Airin. Dengan langkah perlahan, Adi menghampiri Airin kemudian berlutut di hadapan perempuan yang masih menenggelamkan wajahnya di lutut itu. Bisa Adi dengar isak pelan dari tubuh Airin yang gemetaran ketakutan itu. Adi marah, namun ia tidak tahu harus marah pada apa dan pada siapa.
"Airin? Kamu enggak apa-apa?"Adi menundukkan sedikit tubuhnya. Tangan kirinya yang hendak mengusap pundak Airin, ia tarik kembali karena jelas Airin masih ketakutan.
Tak ada jawaban dari Airin selain suara isak perempuan itu.
"Sebentar. Kamu jangan kemana-mana dulu. Saya beresin pecahan belingnya." sambung Adi setelahnya.
Seumur hidupnya, Adi tidak pernah tahu bagaimana cara menghadapi perempuan dengan kondisi seperti Airin saat ini. Akhirnya, Adi memilih untuk memunguti pecahan beling yang berserakan di sekitar Airin dengan kedua tangannya karena perempuan itu masih terdiam di tempatnya. Kemudian, Adi membuang seluruh pecahan beling tersebut dan menyapu bersih serpihan beling di sekitar Airin. Menemukan ikat rambut dan ponsel Airin yang tergeletak begitu saja di lantai, Adi mengambilnya dan menaruhnya di atas meja bar. Setelah membersihkan bercak darah di lantai, Adi pun kembali berlutut di hadapan Airin. Tentu perempuan tidak bisa terus menerus terdiam di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Into Your Soul
ChickLitGunadi Series #2 [COMPLETED] Selama ini, yang Airin lakukan hanyalah menghindar. Kepulangan yang diawali dengan keterpaksaan itu membuat Airin harus menghadapi kembali luka lamanya. Sikap arogan yang ia bangun sebagai pertahanan diri nyatanya tidak...