Pulang dari Reverie sore kemarin, Airin langsung pergi ke rumah Yusuf untuk menemani kakeknya itu di akhir pekan. Di hari Sabtu yang cerah ini, Airin sudah memulai harinya sejak subuh. Kini ia sudah siap dengan sport bra dan high-waisted legging berwarna abu-abu untuk olahraga pagi. Airin kemudian memijakkan kakinya yang terbalut sepatu olahraga di atas matras yang ia gelar di halaman belakang rumah. Udara pagi memang selalu bisa membantunya untuk relaks. Melakukan work out selama 45 menit, Airin meneguk botol berisi air mineral miliknya kemudian kembali ke kamarnya untuk mandi dan melakukan morning skin care routine-nya.
Lima belas menit kemudian, Airin sudah menuruni anak tangga dengan rambut yang masih terbalut handuk dan sheet mask di wajahnya. Ia menyusul sang kakek yang sudah menunggunya di meja makan untuk sarapan pagi. Menyapa sang kakek yang tengah menikmati nasi goreng buatan Bi Diyah, Airin kemudian membuka lemari pendingin dan memeriksa bahan makanan yang tersedia. Kentang, bayam, tomat ceri, alpukat, dan tofu dikeluarkan dari lemari pendingin. Dengan terampil, Airin mengolah bahan-bahan makanan tersebut menjadi menu sarapannya pagi ini.
Airin memang terbiasa mengatur pola hidup sehatnya, salah satunya dengan berolahraga dan menjaga asupan makanan yang masuk ke dalam tubuhnya. Tinggal sendirian dalam kurun waktu yang cukup lama, tentu membuat Airin mau tidak mau menjaga kesehatannya. Sewaktu masih tinggal di Korea, ia tidak memiliki siapa-siapa untuk mengurusnya ketika sakit. Selain itu, Airin terbiasa mengurus segala keperluannya sendiri untuk menghemat, termasuk memasak.
"Kamu ada janji hari ini?" tanya Yusuf ketika cucunya sudah bergabung bersamanya di meja makan.
Airin yang sudah siap menyantap sarapan paginya menggeleng, "Airin enggak ada janji sama siapa-siapa. Emang kenapa, Eyang?"
"Enggak masalah kalo kamu Eyang tinggal di rumah?" tanya Yusuf sembari menaruh gelas berisi air mineral kembali ke atas meja.
"Eyang mau pergi ke mana?" tanya Airin menatap sang kakek.
"Eyang mau main golf sama temen-temen Eyang." balas Yusuf.
"Mau Airin anter?" tanya Airin yang kemudian kembali melahap sarapannya.
Yusuf menggeleng, "Biar Pak Kasno aja yang anter Eyang."
Selesai dengan sarapan pagi, Airin merebahkan tubuhnya di atas sofa sembari menonton acara televisi di hadapannya, sementara sang kakek kini sedang memberi makan ikan-ikan koi peliharaannya yang ada di kolam halaman belakang. Berselancar di sosial media, tiba-tiba ponselnya berdenting, menandakan sebuah notifikasi masuk. Airin langsung duduk tegak ketika melihat nama Adi yang muncul di kolom notifikasi. Membuka pesan masuk yang terasa singkat, padat, dan jelas itu, Airin langsung beranjak dari sofa. 'Mama minta kamu ke rumah sakit sekarang. Bisa?' begitu isi pesannya. Walaupun hanya melalui pesan singkat, Airin tetap bisa mendengar suara dingin Adi di kepalanya. Airin langsung membalas pesan Adi jika dirinya bisa datang ke rumah sakit sekarang.
"Kamu kenapa?" tanya Yusuf yang baru saja kembali ke ruang tengah dan menemukan Airin yang tampak terburu-buru.
"Eyang, Airin pergi juga, ya. Kita makan malem bareng di rumah, kan?" tanya Airin dari ujung tangga.
Airin mengganti setelan piyamanya dengan dress hitam lengan panjang selutut berbahan baby canvas yang membentuk pas di pinggangnya dan mengembang di bagian roknya. Dipadukan dengan beret hat dan heeled sock boots yang sama-sama berwarna hitam, Airin tampak seperti akan berlibur ke Paris. Rambut hitamnya dibiarkan terurai dengan ujung sedikit bergelombang. Menyelesaikan dandanannya, Airin kemudian meraih shoulder bag berwarna hitam dengan logo berwarna emas yang sudah ia siapkan di atas meja rias.
Menuruni anak tangga, Airin menghampiri Yusuf yang sedang merapihkan tongkat golfnya di ruang tamu untuk berpamitan. Lalu ia melanjutkan langkahnya menuju garasi mobil dan langsung melajukan mobilnya keluar dari pekarangan rumah kakeknya menuju rumah sakit. Pesan singkat yang dikirimkan oleh Adi mampu membuat suasana hati Airin gembira pagi ini. Selama perjalanan menuju rumah sakit yang memakan waktu cukup lama, yaitu 45 menit, Airin ikut bersenandung ria dengan lagu-lagu yang diputar di radio sembari mengetukkan jari-jarinya di atas kemudi. Senyum di wajahnya pun tidak menghilang, bahkan ketika dirinya sudah sampai di rumah sakit.
Sampai di kamar rawat inap Tante Dania, Airin mengetuk pintu kamar dengan pelan, "Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam." balas Tante Dania dari dalam ruangan.
Tante Dania sepertinya suka dengan kegiatan menyulam karena ketika Airin membuka pintu kamar, Airin menemukan Tante Dania sedang menyulam di atas ranjangnya. Bertemu mata dengan Tante Dania, Airin pun tersenyum. Bisa dilihat jika Tante Dania senang dengan kedatangannya pagi ini di rumah sakit. Menghampiri ranjang untuk mencium punggung tangan Tante Dania, Airin menemukan Adi yang sedang bersimpuh di atas sajadah kemudian beranjak sembari melipat sajadahnya. Menyadari sekarang masih masuk waktu duha, Airin tersenyum kecil. Dari ujung matanya, Adi sedang menyampirkan sajadah di lengan sofa sebelum duduk di sana.
"Kamu dateng ke sini emang enggak ada acara apa-apa? Enggak ada janji sama pacar misalnya?" tanya Tante Dania menyelesaikan kegiatan menyulamnya untuk mengobrol dengan Airin.
Airin yang baru saja mendudukkan dirinya di atas kursi tersenyum kaku, "Airin enggak ada pacar, Tante."
Tante Dania tampak terkejut, "Masa, sih?"
"Ada, sih, orang yang Airin suka. Tapi keliatannya dia enggak tertarik untuk pacaran atau semacamnya." balas Airin menahan diri untuk tidak melirik Adi yang duduk berseberangan dengannya.
Alis Tante Dania terangkat, "Kok, bisa?"
Airin mengangkat kedua bahunya, "Enggak tau, deh, Tante. Airin juga lagi cari tau."
Suara pintu terbuka membuat Airin, Tante Dania, dan Adi yang berada di dalam ruangan menoleh ke arah pintu bersamaan. Airin sama terkejutnya dengan seseorang yang masih berdiri di ambang pintu itu. Dita, teman Kintan yang ditemuinya beberapa hari lalu itu kini sedang berjalan mendekati ranjang menghampiri Tante Dania. Di mata Dita, Airin yang sekarang ada di hadapannya sangat berbeda dengan Airin yang ia temui tempo hari.
Tante Dania membelai rambut Dita, "Airin, kenalin, ini anak bungsu Tante, namanya Dita."
Airin tersenyum, "Airin udah kenal Dita, Tante. Dita temannya adik sepupu saya."
"Kak Airin ngapain di sini?" tanya Dita menyuarakan kebingungannya.
"Airin ini yang nolongin Mama waktu itu, Dit. Dia juga teman kerja kakakmu." jelas Tante Dania.
Dita mengangguk paham. Menaruh paper bag berisi makanan di atas nakas, Dita bergabung dengan kakaknya duduk di atas sofa. Entah kenapa, perasaannya berubah menjadi tidak enak. Ditambah ketika dirinya beberapa kali menemukan tatapan Airin yang berbeda pada kakaknya. Dita menjadi lebih diam dari biasanya di tengah-tengah obrolan. Perasaan yang menganggu hatinya itu berubah menjadi rasa takut. Dita mencoba menghilangkan pemikiran buruknya pada Airin. Menyisir rambut ke belakang dengan jemarinya, Dita beranjak dari duduknya dan pergi meninggalkan ruangan tanpa satu patah kata pun. Airin yang juga menyadari ada yang berbeda dengan Dita pun merasa bingung.
Menyadari suasana menjadi tidak enak, Tante Dania angkat suara, "Maafin, Dita, ya. Biasa, anak bungsu, kadang suka moody."
Airin menoleh kembali pada Tante Dania dengan senyum, "Oh, iya. Enggak apa-apa, Tante."
We're getting closer to the truth.
Enjoy!
Love, Sha.
KAMU SEDANG MEMBACA
Into Your Soul
ChickLitGunadi Series #2 [COMPLETED] Selama ini, yang Airin lakukan hanyalah menghindar. Kepulangan yang diawali dengan keterpaksaan itu membuat Airin harus menghadapi kembali luka lamanya. Sikap arogan yang ia bangun sebagai pertahanan diri nyatanya tidak...