"Baju lo enggak ada yang lebih proper lagi apa?" tanya Faisal begitu mendapati penampilan adik sepupunya yang kelewat santai itu di lobi hotel.
Airin menurunkan pandangannya pada pakaian yang ia pakai. Kaus putih yang dibalut dengan kemeja kotak-kotak berwarna biru dan celana jins biru muda. Tak lupa sepatu putih yang tentu sudah lusuh karena terlalu sering dipakai juga menemanunya. Rambut sepundak yang sudah dikuncir menjadi satu, dibalut dengan topi berwarna putih. Airin merasa tidak ada yang salah dengan penampilannya hari ini. Kemudian matanya beralih menatap Faisal yang berdiri di hadapannya dari atas ke bawah. Faisal mengenakan setelan jas berwarna abu-abu yang terlihat begitu berlebihan di matanya. Jangan lupakan sepatu pantofel hitam yang menambah kesan formal pada penampilan sepupunya itu.
"Gue biasa kerja pake ginian, Sal." balas Airin memanggil Faisal tanpa sebutan 'Mas'.
"Lo-" Faisal mencoba menahan kekesalannya pada adik sepupunya yang sangat tidak sopan itu, "Tapi lo bukan kerja di studio lagi, Rin. Inget, lo bakal kerja di hotel. Bisa lebih rapih lagi enggak, sih, lo?"
"Iya, iya... Lagian gue mulai kerja juga minggu depan. Inget, hari ini gue dateng ke sini cuma buat liat-liat doang." Airin dan sifat keras kepalanya, "Ayo, gue harus kemana dulu?" ia melangkah memasuki hotel lebih dalam meninggalkan Faisal.
Seharusnya, Faisal menjemput perempuan itu saja tadi pagi di rumah kakeknya. Melirik kembali SUV berwarna abu-abu kesayangan kakeknya terparkir asal di lobi hotel, Faisal harus kembali mengakui bahwa Airin memang benar-benar cucu kesayangan Yusuf Gunadi. Faisal makin tak habis pikir ketika mengingat kembali bagaimana cara Airin memarkirkan mobil seharga rumah mewah di pusat ibu kota itu. Entah karena sikap Airin yang cuek atau memang karena perempuan itu sengaja melakukannya.
Menghela napas berat, Faisal menyusul langkah sepupunya yang sudah berkeliling di area lobi dan resepsionis. Dengan penampilan seperti itu, sudah dipastikan pegawai hotel tidak akan mengenali sosok Airin yang diketahui khalayak umum tak berpenampilan biasa-biasa saja seperti sekarang. Sepertinya Airin memang sedang merencanakan sesuatu. Tapi Faisal sudah terlambat ketika menyadari lakon yang sedang dijalankan Airin saat ini.
"Airin..." geram Faisal ketika mendapati pegawainya kewalahan menghadapi Airin.
Airin menoleh kemudian memasang senyum semanis mungkin, "Sal, masa pegawai kamu enggak ngasih aku akses buat ke kantor, sih?"
Faisal memijat keningnya kemudian melihat nametag pegawainya yang ada di balik meja resepsionis itu, "Fanny, ini adik sepupu saya, Airin. Dia bakal gantiin posisi saya mulai minggu depan. Maaf kalo dia bersikap seenaknya. Kami permisi."
Terlihat jelas di wajah Fanny bahwa perempuan itu merasa tidak enak. Namun sebelum Fanny mengucap maaf pada Airin, Faisal langsung menyeret Airin pergi dari area resepsionis menuju lift tanpa memberikannya kesempatan adik sepupunya itu untuk protes. Airin berada di sampingnya saja ia sudah merasakan beban berat di pundaknya. Hari ini sepertinya akan menjadi hari terberat Faisal menjabat sebagai manajer hotel.
"Tuh, kan. Gue pake baju kayak gini dianggap gembel kali, ya? Emang gue enggak layak masuk hotel berbintang gini." dumal Airin membisingkan pendengaran Faisal di dalam lift.
Faisal harus menulikan pendengarannya selama tiga jam ke depan dengan ocehan tidak penting Airin.
"Ini kantor gue yang tentunya bakal jadi kantor lo nantinya." jelas Faisal melangkah masuk ke dalam ruang kerja paling besar di Reverie.
Airin yang tadinya sibuk mendumal mendadak diam. Faisal mengangguk-angguk memahami sikap Airin yang satu ini. Adik sepupunya itu menyukai sesuatu yang memiliki estetika dan ruang kerja manajer Reverie ini sudah dipastikan memenuhi kriteria estetikanya. Kecintaannya pada estetika itu juga membawa Airin bekerja jauh-jauh ke Korea sebagai art director di sebuah studio seni ternama. Darah seni di keluarga Gunadi memang seharusnya tidak dipandang sebelah mata. Faisal turut menyesal pada apa yang terjadi pada adik sepupunya itu.
"Rin, kali ini gue bener-bener janji sama lo, lo bakal balik ke kerjaan lama lo setelah gue pulang. Gue harap, lo betah di Reverie. Gue percaya lo bisa pegang tanggung jawab di sini." Faisal menyusul berdiri di samping Airin yang masih menatap kagum sudut ruangan dengan interior indah itu.
Airin melipat kedua lengannya di depan dada kemudian memutar tubuhnya menghadap Faisal, "Gue pegang janji lo. Awas kalo lo enggak nepatin." kemudian ia berlalu duduk di atas kursi yang akan menjadi miliknya dalam waktu seminggu.
Faisal memilih duduk di salah satu sofa yang berada di tengah ruangan kemudian menoleh pada Airin, "Lo tau Eyang bakal ngadain acara serah terima jabatan Sabtu nanti? Orang-orang penting di Gunadi Group bakal dateng semua."
Kursi yang awalnya berputar langsung berhenti, "Lo jangan bercanda." Airin duduk tegak menatap Faisal horor dari kursinya.
Acara ulang tahun Gunadi Group saja Airin tidak pernah hadir. Ia jauh lebih anti pada acara resmi Gunadi dibanding Syanin yang akhirnya memunculkan diri untuk pertama kali dua tahun yang lalu sebagai pemilik Magenta. Alasan di balik absennya Airin ke acara-acara besar Gunadi Group adalah karena keluarga besarnya yang selalu ingin mencampuri urusan pribadinya. Yusuf sudah lebih cukup baginya. Dan tentunya di acara Gunadi, ia akan bertemu dengan kedua orang tuanya yang akan memasang topeng bahwa keduanya berpisah secara baik-baik.
Airin pusing sendiri memikirkan permasalahan-permasalahan di hidupnya yang datang tanpa henti dan semua itu disebabkan karena dirinya menyandang nama Gunadi. Mulai dari mimpinya yang dipandang sebelah mata sampai retaknya hubungannya dengan kedua orang tuanya. Dengan permasalahaan yang cukup pelik, yang selama ini Airin lakukan adalah kabur tanpa mau menghadapi dan menyelesaikannya hingga masalah-masalah baru pun muncul.
Airin yang sedang bersandar pada sandaran kursi itu menghela napas berat. Keluarga Gunadi memang dikenal sebagai keluarga di kalangan pebisnis paling harmonis. Namun bagi Airin, itu hanyalah omong kosong belaka. Mereka yang berkata seperti itu tentu tidak mengenal Gunadi hingga ke akarnya. Nyatanya, Airin selama ini merasa hidup di dalam penjara dan ia tidak tahu kapan penderitaannya itu akan berakhir. Semua yang terlihat di permukaan tentu hanya kulit luarnya saja.
"Kali ini lo harus dateng. Lo enggak boleh kabur-kaburan lagi." tegur Faisal yang sudah mengenal tabiat Airin yang tak pernah mau menyelesaikan masalahnya.
"Kalo gue dateng, apa semuanya bakal berubah, Sal?" tanya Airin yang mendadak berubah sendu.
Faisal menoleh menatap adik sepupunya itu, "Lo lupa kalo lo bakal jadi salah satu direktur besar di Gunadi? Lo harus tunjukkin sisi lo yang keras kepala itu nanti."
Meet again with the super complicated family, the one and only Gunadi clan. With this, I announce that I'm going to have a new serial: Gunadi Series.
Enjoy!
Love, Sha.
KAMU SEDANG MEMBACA
Into Your Soul
Genç Kız EdebiyatıGunadi Series #2 [COMPLETED] Selama ini, yang Airin lakukan hanyalah menghindar. Kepulangan yang diawali dengan keterpaksaan itu membuat Airin harus menghadapi kembali luka lamanya. Sikap arogan yang ia bangun sebagai pertahanan diri nyatanya tidak...