Semalaman mengerjakan tugas, entah sampai pukul berapa, jelas membuat Kintan dan Dita kembali terlelap selepas salat subuh. Ditambah lagi karena hari ini adalah akhir pekan, jelas mereka tidak memiliki jadwal apapun untuk mereka segera memulai hari. Airin yang memang terbiasa memulai akhir pekannya sejak dini hari pun membiarkan Kintan dan Dita untuk melanjutkan tidurnya. Selesai dengan kegiatan paginya, Airin menaruh strawberry smoothies-nya yang sudah tinggal setengah di atas meja ruang tengah dan merebahkan tubuhnya di atas sofa ruang tengah untuk sekadar bersantai. Airin menyalakan televisi di hadapannya dengan suara lirih kemudian membuka ponselnya untuk sekadar mengecek notifikasi yang masuk.
Suara bel apartemen tiba-tiba menggema. Airin menegakkan tubuhnya, mengecek layar ponselnya yang ternyata masih menunjukkan pukul 8 pagi. Perempuan yang mengenakan blouse lengan panjang berwarna lilac dan jins biru mud aitu pun menaruh ponselnya di atas meja kemudian beranjak menuju pintu masuk. Melihat intercom video doorbell yang terpasang di hallway, Airin benar-benar terkejut mendapati Adi yang ternyata bertamu sepagi ini. Bel kembali berbunyi dan Airin dengan segera melanjutkan langkahnya menuju pintu masuk.
"Adi?" tanya Airin begitu membuka pintu apartemennya dan menemukan Adi yang sedang menunduk, "Kamu tau dari mana-"
Adi mengangkat paper bag berukuran sedang di tangan kanannya, "Dita minta jemput. Mama juga bawain sarapan."
Airin membuka pintu apartemennya lebih lebar dan mempersilahkan Adi untuk masuk, "Masuk dulu, Di. Dita-nya masih tidur."
Adi mengikuti Airin masuk ke dalam apartemen melewati hallway. Saat sampai di ruang tengah, keduanya menemukan Dita yang baru saja keluar dari kamar tamu dengan wajah panik. Bahkan Airin mendapati ponsel di dalam genggaman tangan kanan Dita. Rambut Dita masih berantakan, jelas sekali jika perempuan itu baru saja bangun dari tidurnya dalam keadaan terkejut.
"Maaf, Kak. Dita enggak bilang dulu kalo Mas Adi mau ke sini." ucap Dita turut menyesal.
Airin tersenyum kecil, "Enggak apa-apa. Kamu siap-siap dulu, deh. Mama kamu juga bawain sarapan. Tolong bangunin Kintan sekalian, ya."
Dita mengangguk pelan sebelum kembali masuk ke dalam kamar tamu.
Airin memutar tubuhnya menghadap Adi yang berdiri tidak jauh di belakangnya kemudian mengambil langkah menuju dapur, "Makanannya bisa kamu di atas meja makan. Biar saya yang siapin."
Adi kembali mengikuti langkah Airin menuju ruang makan dan menaruh paper bag yang dibawanya di atas meja makan. Airin yang sudah berada di dapur pun langsung mengambil empat piring dari kabinet kemudian membawanya ke meja makan. Adi mengeluarkan satu per satu kotak makan dari dalam paper bag. Airin membuka kotak makan tersebut satu per satu kemudian menaruhnya di tengah-tengah meja. Rupanya, Tante Dania membawakan sandwich dalam jumlah yang cukup banyak.
"Maaf kalo Dita ngerepotin kamu." ucap Adi mengisi keheningan di antara dirinya dan Airin.
Airin terkekeh pelan, "Enggak, kok."
Setelah menata makanan, Airin pun beralih menuju kabinet untuk membuat kopi sebagai teman sarapan pagi ini. Sementara Adi memilih duduk di salah satu kursi dengan kepala tertunduk menatap ponsel di tangannya. Tak lama kemudian, Airin kembali ke meja makan dengan dua gelas berisi kopi hangat yang dibuat dengan instant coffee maker. Mendapati masih ada dua gelas lainnya di atas kabinet, Adi pun beranjak untuk membawanya ke meja makan. Teringat masih memiliki setengah gelas smoothies di meja ruang tengah, Airin pun meninggalkan ruang makan setelah meminta Adi untuk menunggu di sana.
Menghabiskan sisa smoorthies-nya, Airin kemudian kembali ke dapur untuk mencuci gelasnya setelah. Menggulung lengan kiri bajunya dengan mudah, Airin tampak kesulitan saat mencoba menggulung lengan kanannya. Adi yang memerhatikan, merasa sukar dengan Airin yang lagi-lagi tidak berhasil menggulung lengan bajunya itu. Lelaki yang tampak santai dengan jaket jins berwarna hitam dan celana jins abu-abu itu pun akhirnya beranjak dari kursi dan membantu Airin menggulung lengan kanan baju perempuan itu. Perlakuan tiba-tiba dari Adi itu mampu membuat Airin mematung ditempatnya. Airin benar-benar terkejut. Selesai menggulung lengan kanan baju Airin, Adi kembali ke meja makan, meninggalkan Airin yang masih mencoba menetralkan detak jantungnya.
"Wah, Mama bawain sandwich, Mas?" Dita yang sudah mengganti piyamanya dengan baju pergi baru saja bergabung di meja makan.
"Tante Dania baik banget." tambah Kintan yang mengambil duduk berhadapan dengan Dita.
Airin yang baru saja selesai mencuci gelasnya pun bergabung dan duduk berhadapan dengan Adi, "Kamu udah sarapan?" tanyanya pada Adi.
Adi mengangguk, "Sandwich-nya emang buat kalian, kok."
Walapun sandwich buatan Tante Dania memang tampak sederhana, Airin akui apapun masakan hasil tangan Tante Dania pasti akan terasa enak. Adi yang katanya sudah sarapan pun, mengambil satu potong sandwich dari dalam kotak makan. Selalu makan sendirian, Airin merasa apartemennya pagi ini jauh lebih hidup dengan kehadiran tiga orang lainnya di meja makan. Senyum kecil terbit di wajah Airin yang berharap bahwa ia bisa mengalami momen seperti ini lagi nantinya. Hening namun terasa hangat.
"Lo udah punya rencana hari ini?" tanya Kintan yang duduk di sebelah Airin.
Airin yang masih mengunyah sandwich di mulutnya pun menggeleng, "Paling nanti sore ke rumah Eyang. Kenapa?"
"Gue sama Dita mau nonton di GI. Gimana kalo lo ikut?" tanya Kintan.
Dita mengangguk setuju kemudian menoleh pada kakaknya, "Mas Adi juga ikut sekalian gimana? Daripada cuma nganterin doang. Mama di rumah juga lagi ada yang nemenin, kan?"
Adi yang sepertinya tidak bisa beralasan lagi pun hanya mengangguk.
Atas ajakan Kintan dan Dita itu, akhirnya Airin ikut turun bersama Kintan, Dita, dan Adi ke basement apartemen. Senyum di wajahnya mendadak luntur ketika mendapati wajah Heru berdiri di samping mobilnya yang terparkir tak jauh dari lift. Lelaki yang pagi ini mengenakan polo shirt berwarna coklat muda dengan celana bahan berwarna krem itu jelas memasang senyum ke arahnya. Adi yang menyadari keberadaan Heru pun dengan reflek menahan siku Airin supaya perempuan itu menghentikan langkahnya.
Airin memutar tubuhnya menghadap Adi, Kintan, dan Dita, "Kalian duluan aja ke mobil. Saya nanti nyusul."
Adi mengeluarkan kunci mobil dari dalam sakunya, kemudian memberikan kunci mobil dan paper bag berisi kotak makan pada Kintan, "J-17. Kalian duluan aja."
Kintan dan Dita yang seakan memahami situasi pun menurut dan segera melanjutkan langkah menuju di mana Adi memarkirkan mobil. Sementara Airin yang menatap kepergian Kintan dan Dita langsung menoleh pada Adi yang berdiri di samping kanannya dengan tatapan tidak percaya karena lelaki itu enggan beranjak dari sampingnya.
"Kamu mau ngobrol sama dia, kan? Saya di sini. Kalo enggak, ayo susul Dita sama Kintan ke mobil." ucap Adi dingin.
"Wah... Saya keduluan, ya?" Heru yang kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku celana kini berjalan mendekat ke arah Airin dan Adi.
"Kamu ngapain dateng ke sini?" tanya Airin pada Heru yang kini sudah benar-benar berdiri di hadapannya.
"Saya udah kirim pesan kalo saya bakal jemput kamu." jelas Heru.
Airin pun langsung mengecek ponsel di genggamannya dan menemukan notifikasi pesan singkat dari Heru, "Maaf, saya enggak baca."
Heru menghembuskan napas kasar, "Rin, kamu enggak bisa kayak gini. Kamu masih punya janji dua minggu lagi buat kasih kita kesempatan."
"Kamu kira saya bakal kasih kesempatan? Sekarang saya udah punya alasan yang jelas, kan, kenapa saya tolak kamu selain karena masa lalu kita? Saya bukan lagi Airin yang kamu temui lima tahun lalu." tanya Airin sinis kemudian meraih lengan Adi di sampingnya sebelum meninggalkan Heru, "Ayo, Di."
Enjoy!
Love, Sha.
KAMU SEDANG MEMBACA
Into Your Soul
ChickLitGunadi Series #2 [COMPLETED] Selama ini, yang Airin lakukan hanyalah menghindar. Kepulangan yang diawali dengan keterpaksaan itu membuat Airin harus menghadapi kembali luka lamanya. Sikap arogan yang ia bangun sebagai pertahanan diri nyatanya tidak...