Mengendarai mobilnya tanpa tujuan, Airin berakhir di Huis. Pras adalah satu-satunya yang bisa ia andalkan di kondisi seperti ini. Walaupun terkadang Pras menekan dirinya untuk tidak melarikan diri lagi, lelaki itu juga bisa memberinya waktu untuk menenangkan diri. Meraih ponsel dan tas dari kursi penumpang di sampingnya, Airin hendak beranjak keluar dari mobilnya. Namun geraknya terhenti ketika nama kakeknya muncul di layar ponsel. Airin pun memutuskan untuk mengangkat terlebih dahulu panggilan dari kakeknya itu.
"Halo, Eyang?" Airin mendekatkan ponselnya ke telinga.
"Eyang yang kasih kartu akses apartemen ke Mama kamu. Udah ketemu?" ada nada khawatir dari suara Yusuf.
Airin menghela napas berat, ternyata sang kakek yang memberikan kartu akses apartemennya pada sang ibu, "Udah, cuma sebentar, Eyang."
"Maaf Eyang enggak minta izin dulu ke kamu." Yusuf merasa tidak enak saat mendengar suara cucunya yang begitu dingin.
"Enggak apa-apa, Eyang." balas Airin mencoba setenang mungkin.
"Sekarang kamu lagi di mana? Mau ke sini?" tanya Yusuf berhati-hati.
"Airin mau ketemu sama Pras. Besok Airin ke rumah Eyang." balas Airin.
Menyelesaikan panggilannya dengan sang kakek, Airin pun beranjak keluar dari mobilnya menuju pintu masuk gedung. Setelan kerja yang sudah ia pakai sejak pagi masih melekat di tubuhnya. Sampai di lantai di mana Huis berada, Airin melangkahkan kaki jenjangnya yang kini terbalut heels 7cm berwarna hitam keluar dari lift. Jelas tujuannya adalah meja bar di mana Pras sedang mengobrol dengan lelaki yang Airin tebak adalah Aldy. Tanpa bicara, Airin menaruh shoulder bag dan ponselnya di atas meja kemudian mengambil duduk di sebelah Aldy. Pras yang tampak heran dengan kedatangan Airin pun mengalihkan perhatian pada perempuan yang mala mini mengenakan ruffle dress putih bermotif dedaunan itu. Aldy pun ikut menoleh pada perempuan di sampingnya.
"Lo enggak berubah pikiran buat ngerayain ulang tahun lo di sini, kan?" tanya Pras yang menumpukan kedua lengannya di atas meja.
Tak menghiraukan pertanyaan Pras, Airin malah membuka buku menu kemudian menunjukkan minuman yang ingin ia pesan, "Gue mau ini."
Pras tahu bahwa sahabatnya itu baru saja mengalami sesuatu yang tidak baik. Tak memaksakan Airin, Pras pun beranjak untuk membuat minuman pesanan sahabatnya itu. Ia masih bisa bernapas lega karena Airin tidak memesan minuman yang aneh-aneh. Tidak tinggal bersama Yusuf lagi, rasanya Pras semakin tidak tenang dengan Airin yang bisa lebih leluasa berbuat sesuka hatinya.
"Jadi, lo beneran ulang tahun hari ini?" tanya Aldy selepas kepergian Pras.
Airin melirik Aldy sesaat, "Yeah, but nothing special. Don't wish me a happy birthday, even once."
"Why? Had a bad memory on your birthday?" tebak Aldy tepat sasaran.
Airin menoleh pada Aldy dengan tatapan terkejut, "How did you know?"
Aldy mengedikkan kedua bahunya, "I know someone just like you."
Selain itu, Aldy juga sebenarnya tahu apa yang sedang Airin tutupi di balik sikap mengintimidasinya itu. Jelas Airin tidak ingin dikalahkan dan juga tidak ingin dianggap lemah oleh siapa pun. Padahal, sosok Airin yang sebenarnya adalah sosok yang lemah dengan luka-luka di masa lalu. Tipe perempuan seperti Airin tak jarang Aldy temui. Bersikap sok kuat berdiri sendiri namun pada nyatanya tetap membutuhkan perhatian dari orang lain.
Kedua bola mata Airin menyipit, "Who? Lo sendiri?"
Aldy menggelengkan kepalanya kemudian telunjuknya menunjuk ke satu arah, "Him."
Mata Airin mengikuti arah telunjuk Aldy yang jatuh pada Adi yang sedang serius berdiskusi dengan rekan kerjanya di sudut Huis. Sebuah senyum terbit di wajah Airin, suasana hatinya membaik saat menemukan lelaki dengan setelan kemeja slim fit-nya itu. Ia tidak pernah merasakan hari ulang tahunnya bisa menjadi semenyenangkan ini. Keberadaan Adi yang bahkan mungkin tak juga memedulikan dirinya itu sudah lebih dari cukup.
"Jal saeng-gyeossda.*" celetuk Airin yang masih memusatkan perhatiannya pada Adi yang tak pernah terlihat tak sempurna setiap bertemu dengan dirinya.
Pras yang melihat tingkah aneh Airin pun menggeser gelas minuman itu hingga menyenggol lengan sahabatnya itu, "Pesenan lo."
Airin yang merasa terusik pun mendelik pada Pras, "Thank you."
Pras pun kembali sibuk di balik meja bar karena Huis malam ini memang cukup ramai. Ia juga tidak ingin membuat Airin kembali marah padanya seperti akhir pekan yang lalu karena tersinggung dengan ucapannya. Dan baguslah jika suasana hati Airin sudah jauh lebih baik hanya karena keberadaan seorang Naradika Tedja. Lagi pula, ada Aldy yang bisa menemani kegilaan Airin selain dirinya di sini.
"Lo beneran bisa bahasa Korea, ya?" tanya Aldy yang menggoyangkan isi gelas di tangan kanannya.
"Dude, I live there for f*cking four years. What did you expect?" balas Airin setelah meneguk minuman dari gelasnya.
Aldy tertawa pelan kemudian mengangkat gelasnya, "Cheers? For your birthday?"
"No." Airin mengangkat gelasnya mendekati gelas Aldy, "Just cheers."
"Cheers." balas Aldy yang kemudian bersulang dengan Airin.
Airin menaruh kembali gelasnya di atas meja, "By the way, lo barusan bilang kalo Adi juga enggak suka hari ulang tahunnya dirayain. Why?"
"Udah sejauh apa lo sama Adi?" tanya Aldy balik.
"Kalo gue udah bisa jadi rekan kerjanya juga, udah bisa disebut kemajuan, kan? Cause it means, kesempatan gue ketemu sama dia bisa jauh lebih besar. Secara Adi emang kayaknya susah dideketin." Airin memutar kursinya menghadap Aldy.
Aldy tertawa pelan atas jalan pikir Airin yang ternyata juga sudah menyiapkan segala skenario yang akan terjadi, "Bukan susah dideketin. Adi emang enggak tertarik sama lo. Mending lo sama gue aja. Udah jelas gue tertarik sama lo."
Airin mengerlingkan kedua bola matanya, "Enggak mempan. Gue tetep mau dia. Jadi, tolong jawab pertanyaan gue."
"W-woah, calm down, Rin. Lo kayak yakin banget bakal dapetin Adi." Aldy kini menatap remeh Airin yang sepertinya tidak akan pernah bisa memenangkan hati sepupunya itu.
Airin menegakkan tubuhnya dengan seringai di wajahnya, "Kenapa enggak? I'm sure I can get him."
Aldy kembali tertawa pelan dengan Airin yang pantang menyerah mendapatkan informasi tentang sepupunya itu sekecil apapun, "He was a cheerful person. But something bad happened on his birthday. So, it'd been better not to celebrate his birthday."
"How bad? Was it something that made him act cold like now?"
Aldy tersenyum pada tebakkan Airin, "Hmm... Gue enggak bisa kasih informasi lebih dari ini. Lo bisa tanya ke Adi langsung di lain kesempatan."
"Alright." Airin mengangkat kedua tangannya tanda menyerah kemudian memutar kursinya kembali menghadap meja bar.
*Jal saeng-gyeossda. = He's handsome.
Enjoy!
Love, Sha.
KAMU SEDANG MEMBACA
Into Your Soul
ChickLitGunadi Series #2 [COMPLETED] Selama ini, yang Airin lakukan hanyalah menghindar. Kepulangan yang diawali dengan keterpaksaan itu membuat Airin harus menghadapi kembali luka lamanya. Sikap arogan yang ia bangun sebagai pertahanan diri nyatanya tidak...