Bisa pulang dari Reverie lebih awal, Airin menggunakan waktunya untuk mampir ke supermarket yang terletak di dekat Reverie sebelum kembali ke apartemennya. Perempuan itu masih mengenakan setelan kerjanya, neck tie blouse berwarna putih yang kemudian dibalut tweed jacket berwarna abu-abu dan celana bahan berwarna putih. Menyampirkan YSL quilted sling bag berwarna hitam miliknya di pundak kanan, Airin menarik troli belanja berukuran sedang sebelum memasuki area supermarket. Pointed-toe pump berwarna hitam menemani langkah Airin yang menelusuri dari rak satu ke rak yang lain untuk mencari kebutuhan pokok yang diperlukan.
Selesai dengan kategori pembersih rumah, Airin melanjutkan langkahnya menuju rak berisi makanan olahan yang bisa disimpan dalam jangka waktu lebih panjang daripada bahan makanan mentah. Selain bahan makanan mentah yang dibeli setiap tiga hari sekali untuk menjaga kesegarannya, kebutuhan rumah tangga lainnya biasa Airin belanjakan setiap satu bulan sekali. Memasukkan satu kotak sereal ke dalam troli, Airin memeriksa kembali daftar belanjaan di ponselnya sembari melanjutkan langkah menuju area bahan makanan mentah. Sepertinya ia tidak akan membeli bahan makanan mentah terlalu banyak, mengingat dirinya akan melakukan perjalanan bisnis di akhir pekan nanti.
Airin sedang memilih buah apel untuk dimasukkan ke dalam plastik saat ponsel di genggamannya bergetar. Menghentikan kegiatannya, Airin melirik layar ponselnya yang menampilkan nama Dita di sana. Perempuan yang rambutnya diikat menjadi satu itu pun langsung menggeser tombol berwarna hijau di layar ponselnya untuk mengangkat panggilan dari Dita. Kemudian, benda pipih itu diletakkan di telinga kanannya.
"Halo, Dit?" tanya Airin.
"Kak Airin udah pulang kerja?" tanya Dita dari seberang sana.
"Kakak lagi di supermarket. Kenapa, Dit?" tanya Airin lagi.
"Kak Airin bisa jemput Dita di kampus enggak?" jelas Dita yang suaranya terdengar memelas.
"Kamu masih di kampus?" tanya Airin sambil melirik jam di pergelangan tangan kirinya.
"Iya, Kak." balas Dita.
"Ya, udah. Kamu tunggu dulu, ya. Kakak mau bayar belanjaan dulu. Nanti kalo Kakak udah sampe di depan gedung fakultas kamu, Kakak telepon lagi." jelas Airin.
"Oke, Kak." balas Dita.
Beruntung karena Airin memang sudah menyelesaikan kegiatan belanjanya. Menuju kasir dan membayar belanjaannya, Airin kemudian mendorong troli berisi belanjaan bahan pokok miliknya menuju parkiran. Sampai di mobilnya, Airin pun membuka bagasi mobilnya dan memasukkan tas-tas belanja ke dalam bagasi. Duduk di balik kemudi, Airin langsung melajukan mobilnya meninggalkan supermarket menuju kampus Dita yang jaraknya tak terlalu jauh. Hanya membutuhkan waktu dua puluh menit untuk sampai di depan gedung fakultas di mana Dita berada. Menghubungi Dita bahwa dirinya sudah sampai di depan gedung fakultas, Airin bisa langsung menemukan Dita yang sedang berlari kecil menuju mobilnya.
"Kak, Dita ikut ke apartemen Kak Airin aja." ucap Dita saat mobil yang dikendarai Airin meninggalkan lingkungan kampus.
Airin menoleh sesaat sebelum kembali fokus pada jalanan di depannya, "Loh, enggak langsung dianter ke rumah aja?"
"Di rumah enggak ada orang, Kak. Mama lagi di Bandung. Harusnya hari ini Dita juga makan di luar sama Mas Adi, tapi Mas Adi-nya malah lembur." Dita memasang wajah kesal setelahnya.
Airin terkekeh pelan, "Ya, udah. Kita ke apartemen Kakak, ya."
Sampai di basement apartemen, dibantu Dita, Airin membawa tas belanjanya sampai ke unitnya. Masing-masing dari mereka membawa dua tas belanja yang kini sudah diletakkan di atas meja makan. Airin melepas tweed jacket-nya dan menyampirkannya di sandaran kursi. Menggulung lengan blouse-nya hingga siku, Airin kemudian langsung membereskan belanjaannya ke dalam kabinet dan lemari pendingin. Ia menyisakan beberapa bahan makanan yang akan dimasak untuk makan malamnya bersama Dita. Mengetahui jika Dita doyan hampir seluruh jenis makanan, tentu Airin tidak perlu lagi memastikan apakah makanan yang akan ia masak cocok atau tidak dengan lidah Dita.
Setelah melaksanakan ibadah salat magrib, Airin memulai kegiatan memasaknya. Ia memilih seasoned chicken breast dan cheesy broccoli sebagai menu makan malamnya bersama Dita kali ini. Dalam waktu 25 menit, makan malam buatan Airin sudah siap. Menyusul Dita yang sudah duduk di salah satu di kursi meja makan, Airin menaruh dua piring seasoned chicken breast dan cheesy broccoli di atas meja kemudian memilih duduk berhadapan dengan Dita. Makan malam berlangsung sangat hening. Baik Airin maupun Dita memang hampir tidak pernah bertukar percakapan saat makan. Ponsel Dita yang tergeletak di atas meja bergetar, membuat dua orang yang duduk berhadapan di meja makan itu memusatkan perhatiannya pada benda pipih itu. Nama Adi tertera di layar ponsel. Sang pemilik ponsel memilih mengabaikan panggilan itu, bahkan sampai beberapa kali.
"Teleponnya enggak kamu angkat?" tanya Airin pada akhirnya.
Dita mengangkat kedua bahunya, "Biarin aja, Kak."
Menyerah menelepon Dita yang tak juga mengangkat panggilannya, Adi sepertinya menyerah. Ponsel Dita tak lagi berdering setelah lima panggilan tak terjawab muncul di bar notifikasi. Di detik berikutnya, ponsel Airin yang kali ini berdering dengan nama Adi tertera di layarnya. Menatap Dita sesaat, Airin akhirnya menghentikan makan malamnya dan memilih mengangkat panggilan tersebut. Sudah hampir dua minggu sejak obrolan yang membuat keduanya meregang.
"Halo?" sapa Airin yang merasa canggung ketika akhirnya kembali mengangkat telepon dari Adi.
"Dita di apartemen kamu?" tanya Adi yang tanpa basa-basi seperti biasanya.
"Iya, Dita di sini." balas Airin.
"Titip Dita dulu, ya. Saya baru bisa jemput sekitar jam delapan." jelas Adi dengan suara beratnya.
"Oke." balas Airin yang langsung mendengar suara sambungan terputus.
Jelas obrolan di antara dirinya dan Adi dua minggu yang lalu, berhasil membuat jarak di antara keduanya. Airin tidak tahu apakah ke depannya semuanya akan baik-baik saja atau malah berakhir tanpa kejelasan. Adi jelas tahu jika Airin menaruh hati pada lelaki itu, tapi tidak dengan Airin yang sepertinya masih tidak memiliki petunjuk mengenai perasaan lelaki itu padanya.
"Kak Airin sama Mas Adi lagi enggak baik-baik aja, ya?" Dita memberanikan diri bertanya setelah mendapati Airin yang sama kosongnya seperti sang kakak.
Airin menatap Dita sendu, "Kakak salah enggak, sih, kalo Kakak minta kepastian? Adi kayaknya selalu ngehindar dari topik ini."
Dita menatap Airin tepat di kedua bola matanya kemudian meraih kedua tangan Airin, "Kak, Mas Adi itu enggak pernah punya pacar sebelumnya. Deket sama perempuan aja kayaknya hampir enggak pernah. Di hidup Mas Adi, cuma ada Dita sama Mama. Kadang Mas Adi enggak tau apa yang penting buat dirinya sendiri karena selalu mengutamakan kami. Dan Kak Airin adalah perempuan pertama selain Dita dan Mama yang berhasil masuk ke kehidupan Mas Adi. Dita tau, Mas Adi pasti bakal sangat hati-hati dan pelan-pelan karena ini yang pertama. Kak Airin mau, kan, bersabar sedikit lagi?"
Mendengar penjelasan Dita, perasaan Airin menjadi jauh lebih tenang. Dita benar, Adi memang tidak mudah membuka diri dengan orang lain. Terutama dirinya yang bisa dibilang masihlah orang asing di kehidupan lelaki itu. Airin mengangguk pelan menanggapi Dita, "Makasih, ya, Dita."
What do you expect on the next chapter? Tell me.
Enjoy!
Love, Sha.
KAMU SEDANG MEMBACA
Into Your Soul
ChickLitGunadi Series #2 [COMPLETED] Selama ini, yang Airin lakukan hanyalah menghindar. Kepulangan yang diawali dengan keterpaksaan itu membuat Airin harus menghadapi kembali luka lamanya. Sikap arogan yang ia bangun sebagai pertahanan diri nyatanya tidak...