31

2.5K 279 1
                                    

Jika saja pagi tadi Airin bisa berangkat lebih awal, ia tidak akan berada di dalam satu mobil dengan Heru sore ini. Tidak hanya mencoba mengajaknya makan siang bersama, Heru juga kerap kali datang ke apartemen pagi harinya untuk menjemput dan mengantarnya pulang di sore hari. Setelah beberapa kali gagal, lelaki yang kini sedang fokus menyetir di sampingnya itu akhirnya berhasil menjemputnya di basement apartemen pagi tadi dan Airin gagal menghindari lelaki itu. Walaupun Heru memang bersikap lebih manis padanya akhir-akhir ini, Airin tidak akan lagi jatuh ke dalam perangkap lelaki itu. Lelaki yang sedang melajukan mobilnya membelah jalanan ibu kota menuju apartemennya itu berbahaya.

Ponsel yang ada di genggaman Airin tiba-tiba berdenting menandakan sebuah pesan masuk di tengah-tengah keheningan di antara dirinya dan Heru. Mendekatkan ponsel ke wajahnya, Airin sempat mendapati Heru melirik sesaat ke arahnya sebelum akhirnya kembali fokus ke jalanan padat ibu kota. Rupanya sebuah pesan dari Kintan yang mengataka bahwa perempuan itu akan menginap lagi di apartemennya malam ini. Menginap untuk ke sekian kalinya untuk mengerjakan tugas, kali ini Kintan meminta izin supaya Dita juga bisa ikut menginap. Tersenyum kecil, Airin kemudian membalas pesan Kintan supaya sepupunya dan Dita bisa langsung masuk ke apartemen tanpa harus menunggunya.

"Kamu besok free?" tanya Heru begitu mobil yang dikendarainya memasuki komplek apartemen Airin.

Airin menoleh dengan tatapan tajam, "Menurut kamu?"

Heru menghentikan mobilnya di lobi dengan tawa pelan, "Mau sampe kapan, Rin, kamu menghindar?"

"Saya enggak ada niatan buat dekat sama kamu lagi. Makasih udah jemput dan antar saya pulang hari ini. Jangan harap bakal ada hari-hari selanjutnya." balas Airin yang kemudian membuka pintu mobil hendak turun namun lengan kanannya dicekal oleh Heru. Airin menoleh menatap Heru, alam bawah sadarnya memberi peringatan bahwa dirinya akan ada dalam bahaya.

"Kamu kira saya bakal nyerah? Enggak, saya pastikan saya bisa dapetin kamu sekali lagi. Kamu juga sebenernya masih punya perasaan, kan, sama saya? Adi itu cuma pelarian?" tanya Heru pelan.

Airin tak menjawab. Ia mengepalkan tangan kanannya dan berusaha sekeras mungkin melepaskan diri dari Heru. Dari tatapan Heru, Airin yakin lelaki yang sedang memasang senyum miring di hadapannya itu memang terobsesi dengan dirinya.

Heru melepaskan lengan Airin kemudian mengusap puncak kepala Airin, "Kamu yakin Adi bisa jaga kamu? Karena yang saya liat, sepertinya cuma kamu yang berusaha keras."

Walaupun Heru benar, Airin tidak juga memedulikan kalimat yang baru saja lelaki itu lontarkan. Airin menyingkirkan tangan Heru dari puncak kepalanya dan memilih segera turun dari mobil selagi ada kesempatan untuk melarikan diri. Menutup kembali pintu mobil, Airin yang masih berdiri di lobi dengan menggenggam tali tas di tangan kirinya pun memutar tubuhnya menghadap mobil Heru. Kaca jendela mobil perlahan terbuka, Heru memberinya seringaian sebelum meninggalkan lobi apartemen. Heru seperti memiliki dua kepribadian yang sangat berseberangan dan jelas mengerikan di mata Airin.

Memutar tubuh menghadap pintu masuk apartemen, Airin merapatkan blazer biru dongker yang membalut tubuhnya. Udara ibu kota yang baru saja diguyur hujan sore ini memang terasa lebih sejuk. Memasuki area lobi menuju lift, Airin menemukan Kintan dan Dita yang sedang berdiri tak jauh darinya dengan menggenggam cup minuman milik salah satu kedai kopi. Sepertinya, Kintan dan Dita memang tidak langsung naik ke lantai di mana unit apartemennya berada.

"Kalian kenapa di sini? Kan, udah tau password-nya." tanya Airin menghampiri Kintan dan Dita.

"Kita mampir ke Starbucks dulu. Nih, buat lo." Kintan memberikan satu cup berisi Caramel Macchiato pada Airin.

Airin menerima Caramel Macchiato dari Kintan, "Thanks."

"Dita ikut nginep, ya, Kak." izin Dita yang berdiri di samping Kintan.

"Boleh. Tapi bukannya Adi tinggal di gedung sebelah, ya?" tanya Airin.

"Oh, Mas Adi udah enggak tinggal di sini lagi, Kak. Mas Adi pulang ke rumah soalnya ada Mama." jelas Dita.

Airin mengangguk paham, pantas saja ia sudah tidak pernah lagi bertemu Adi di lobi apartemen, "Tante Dania sehat?"

Dita mengangguk, "Alhamdulillah sehat, Kak."

"Ya, udah. Kita ke atas aja, yuk." ajak Airin berjalan mendahului Kintan dan Dita menuju lift.

Lift hanya terisi oleh mereka bertiga. Begitu pintu lift tertutup, Airin menekan nomor lantai di mana unitnya berada. Angka yang menunjukkan lantai di mana mereka sedang berada terus berubah. Airin memilih menyedot Caramel Macchiato di yang Kintan belikan untuknya, sementara Kintan dan Dita saling melirik satu sama lain untuk menanyakan sesuatu yang menganggu pikiran mereka.

"Lo enggak bawa mobil sendiri, Rin? Tadi dianter pulang sama siapa? Pras?" tanya Kintan pada akhirnya.

Airin keluar dari lift dengan gelengan, "Heru, mantan sekaligus sekaligus orang yang dijodohin sama gue."

"Kak Airin dijodohin? Terus Mas Adi gimana?" tanya Dita menyusul di samping Airin. Ia tampak kecewa sekaligus khawatir.

"Tunggu-tunggu. Apa yang gue lewatin? Lo sama kakaknya Dita ada apaan?" Kintan menyusul kemudian merentangkan kedua tangannya di hadapan Airin dan Dita untuk menghalangi jalan keduanya.

"Tan, gue ngerasa kalo cuma Kak Airin yang boleh nikahin Mas Adi." balas Dita karena Airin tak juga menjawab.

"Lo gila? Cewek macem Airin sama kakak lo yang super kalem itu?" tanya Kintan masih tidak percaya bahwa sahabatnya bisa berkata demikian.

Dita merangkul lengan Airin kemudian menariknya pelan, "Ayo, Kak. Unit Kakak yang mana?"

Airin tersenyum kecil kemudian menuruti ajakan Dita dan mengabaikan Kintan yang masih tidak terima ditinggalkan begitu saja. Memasuki unit apartemen, Airin melepas blazer-nya dan menaruhnya pada sandaran kursi meja makan, menyisakan tubuhnya dengan kemeja putih dan celana bahan berwarna baby blue. Dita yang baru pertama kali mengunjungi tempat tinggal Airin tampak terkagum-kagum dengan penataan unit apartemen tipe dua kamar itu. Kintan yang masih berada di hallway pun segera menyusul ke ruang tengah.

"Mau minum apa, Dit?" tanya Airin dari arah dapur.

"Apa aja, Kak." balas Dita yang memilih duduk di atas sofa di ruang tengah.

"Gue enggak ditawarin?" tanya Kintan yang berdiri di antara dapur dan ruang tengah menatap Airin.

"Lo, kan, bisa ambil sendiri dan ini bukan pertama kalinya lo nginep di sini." balas Airin.

Merasa kesal, Kintan menyusul Airin ke dapur dengan langkah dihentakkan.

"Kalo Dita sering nginep di sini juga boleh enggak, Kak?" tanya Dita pada Airin.

Airin yang sedang menyeduh butterfly pea flower tea di dalam glass tea pot pun mengangguk dengan senyum, "Boleh."

Finally, bisa update lagi. Libur panjang tapi UTS tetep jalan mana kerasa libur ehehe...

Enjoy!

Love, Sha.

Into Your SoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang