30

2.7K 276 2
                                    

Waktu sudah menunjukkan jam istirahat makan siang, namun Airin masih belum juga beranjak dari kursinya. Tangan kanan Airin bergerak memutar pulpen dengan kedua mata masih tertuju pada laporan keuangan di tangan kirinya. Kedua matanya bergerak dari balik kacamata membaca angka-angka yang menunjukkan penurunan pada pemasukan hotel dari dua bulan sebelumnya. Memikirkan berbagai supaya pemasukan hotel di bulan depan bisa mengalami peningkatan dari pada bulan ini, Airin menyerah di menit berikutnya. Lembaran berisi laporan keuangan itu sudah tergeletak di atas meja, disusul dengan kacamata yang Airin lempar begitu saja.

Baru saja menyandarkan punggungnya di kursi, Airin dikejutkan dengan suara pintu yang tiba-tiba terbuka. Mata Airin menatap lurus seseorang yang kini sudah melangkah memasuki ruang kerjanya, Heru. Lelaki dengan setelan jas coklat tua itu melepas kancing jasnya dan langsung duduk di atas sofa yang ada di tengah ruangan. Airin mendengus pelan kemudian menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi dengan kedua lengan dilipat di depan dada melihat tingkah Heru yang seenaknya itu. Lelaki yang juga sama-sama bekerja di bidang perhotelan itu tak segan-segan mengamati ruang kerja Airin yang baru didatanginya pertama kali.

"Ngapain kamu ke sini?" tanya Airin. Kali ini, ia tidak akan lagi membiarkan dirinya terintimidasi oleh Heru yang memang terkesan dominan.

Heru menoleh pada Airin dengan senyum miring, "Let's have lunch. Kamu enggak lupa sama janji satu bulan itu, kan?"

Airin memutar matanya, "Enggak perlu satu bulan pun, saya tetap akan menolak."

Heru beranjak dari sofa kemudian menghampiri Airin yang masih duduk di balik meja kerja, "Let's see. Apa kamu ada di posisi bisa menolak?"

Heru tidak akan membiarkan Airin lolos darinya kali ini dan seterusnya. Lelaki itu akan melakukan segala cara untuk mendapatkan yang ia inginkan, termasuk Airin. Mendapati Airin yang terdiam di hadapannya, Heru tersenyum penuh dengan kemenangan karena perempuan angkuh itu kembali masuk ke dalam perangkapnya.

Airin beranjak dari duduknya kemudian meraih shoulder bag putih miliknya, "Just once. I'll make sure you won't get another chance."

Berada dalam satu mobil dengan Heru, Airin menyibukkan diri dengan ponselnya. Airin sedang bertukar pesan dengan Dita yang semakin hari memang semakin dekat dengannya. Selain untuk menghindari topik dengan lelaki yang kini sedang fokus menyetir di sampingnya, Airin juga melakukannya untuk menutupi kedua tangannya yang sejak tadi tidak berhenti gemetar sejak masuk ke dalam mobil. Menunggu balasan pesan dari Dita, Airin tidak bisa lagi menutupi tangannya yang bergetar dengan ponsel di dalam genggamannya.

"You still afraid of me?" tanya Heru setelah berhasil memarkirkan mobilnya di halaman parkir restoran.

Airin sontak menoleh, tenggorokannya tercekat ketika bertatapan langsung dengan Heru.

Heru meraih tangan kanan Airin kemudian mengusapnya pelan, "I won't hurt you. Just be a nice girl for today."

Airin jelas merasakan bulu kuduknya berdiri saat itu juga. Menyentakkan tangan Heru dari tangannya, Airin melepas sabuk pengaman kemudian segera turun dari mobil. Airin melirik ke arah Heru yang baru saja turun dari mobil. Lelaki itu kembali memasang senyum penuh kemenangan karena berhasil membuat Airin ketakutan. Membiarkan Heru berjalan duluan, Airin kemudian menyusul dengan menjaga jarak dari lelaki itu. Namun sepertinya Heru tak akan membiarkan Airin tenang walau hanya satu detik karena lelaki itu langsung melingkarkan lengan kirinya pada pinggang perempuan yang dibalut dress selutut berwarna baby blue itu. Airin sontak menoleh hendak protes.

"Remember? Be nice." bisik Heru pelan.

Mengutamakan keselamatannya, Airin mau tidak mau membiarkan lengan Heru melingkar di pinggangnya. Tak akan ada yang menolongnya jika saja kejadian lima tahun lalu terulang karena ia sendirian. Airin memang seperti selalu tidak bisa melawan jika sudah berhadapan dengan Heru. Memasuki restoran, Airin dan Heru langsung berpapasan dengan Aldy yang langsung menyapanya sebentar karena lelaki itu tampak terburu-buru meninggalkan restoran. Airin mengedarkan matanya ke seluruh penjuru restoran dan bisa langsung menemukan Adi yang juga sedang menatap ke arahnya. Dipastikan lelaki itu sedang makan siang bersama beberapa rekan kerjanya dan Aldy yang baru saja pergi. Entah kenapa, mendapati raut khawatir di wajah Adi, Airin merasa jauh lebih tenang dari sebelumnya. Setidaknya ada seseorang yang dikenalnya jika saja Heru mencoba melukainya.

"Airin?" suara Heru yang sudah menarik kursi untuk Airin mengembalikan kesadaran perempuan itu.

Tanpa suara, Airin pun duduk di atas kursi yang sudah Heru tarik untuknya. Kemudian lelaki itu menyusul duduk di hadapannya. Waktu seakan berjalan sangat lambat ketika Heru memesankan menu makan siang mereka. Airin melirik ponselnya yang berdenting di atas meja. Meraihnya, Airin menemukan sebuah pesan singkat dari Adi yang menanyakan apakah dirinya baik-baik saja atau tidak. Mata Airin langsung mencari Adi yang duduk berbeda beberapa meja di samping kanannya sembari mengetikkan pesan bahwa dirinya baik-baik saja.

Heru yang baru saja selesai menyebutkan pesanan dan menutup buku menu langsung menatap Airin yang sibuk sendiri dengan ponselnya. Mendapati Airin beberapa kali menoleh ke arah meja di samping mereka, Heru menyadari bahwa perempuan di hadapannya itu mengenal lelaki bernama Adi itu. Heru tertawa pelan dan langsung mendapat perhatian Airin yang memasang raut waspada.

"Seriously, Airin? Adi?" tanya Heru dengan kedua alis terangkat, "You like him?"

Airin menurunkan ponselnya ke pangkuannya. Ia hanya terdiam.

"Jawab, Airin." tuntut Heru dengan sinis karena Airin tampak lebih berani hanya karena ada seseorang yang perempuan itu kenal di dekat mereka.

Airin menarik napasnya dalam sebelum menjawab pertanyaan Heru, "You're right. I like him, so don't mess up with him."

Keberuntungan sepertinya sedang berpihak pada Airin karena saat Heru hendak membalas, seorang pelayan datang mengantar pesanan mereka. Sepertinya Airin berhasil membuat Heru kesal karena lelaki itu tak mengeluarkan satu patah kata pun selama makan siang. Kadang, Airin juga bingung dengan dirinya sendiri yang bisa bertahan dengan Heru selama empat tahun. Airin sepertinya lupa jika Heru adalah seseorang yang berhasil membuatnya melewati masa-masa terpuruknya. Heru begitu manipulatif. Di masa awal mereka berpacaran, lelaki itu memang terkesan manis. Namun Airin sadar jika perlakuan manis Heru bertujuan agar dirinya luluh karena di tahun-tahun berikutnya, Airin merasa bahwa Heru terlalu mengurusi hidupnya.

Just wanted to say that we're in the middle of the story.

Enjoy!

Love, Sha.

Into Your SoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang