45

2.5K 288 6
                                    

Setelah dua minggu tak bertemu dengan Adi, Airin akhirnya dipertemukan kembali dengan Adi di acara ulang tahun keponakan sepupu lelaki itu. Lebih tepatnya, ulang tahun Angkasa, putra pertama kakak perempuan Aldy. Perempuan dengan belted dress putih dengan motif daun hijau itu juga tak mengerti kenapa dirinya bisa berada di tengah-tengah keluarga besar Adi. Airin hanya tak tega jika harus menolak permintaan Tante Dania yang sepertinya belum mengetahui apa yang terjadi di antara dirinya dan Adi dua minggu lalu. Bahkan Tante Dania masih menyambutnya dengan hangat ketika dirinya datang sendirian tanpa Adi. Sangat kebetulan karena Dita mengatakan bahwa Adi memang akan datang telat karena harus menghadiri acara sebelumnya sehingga Airin tak perlu berbohong.

"Adi aja udah punya. Lo enggak sekalian mau nyari apa, Al?" tanya Azhara, kakak perempuan Aldy, ketika bertemu dengan Airin.

Aldy memasang wajah masam, "Mulai, deh."

Tante Raya, ibunda Aldy dan Azhara tertawa pelan, "Airin udah berapa lama sama Adi emangnya?"

"Saya kenal Adi udah hampir satu tahun setengah, Tante." balas Airin dengan senyum.

"Tante?" Angkasa, putra Azhara, menarik ujung dress Airin.

Perhatian Airin beralih pada Angkasa. Ia pun berjongkok di depan bocah yang baru saja berusia empat tahun itu, "Iya, Sayang?"

"Ini buat, Tante." Angkasa meraih tangan kanan Airin kemudian memberikan sebuah cupcake pada Airin dengan malu-malu sebelum kembali lagi berlari ke tengah ruangan.

Airin tersenyum pelan dengan tingkah menggemaskan Angkasa, bahkan dirinya belum sempat mengucapkan terima kasih pada bocah dengan kostum Woody itu.

"Tuh, Angkasa aja udah bisa langsung akrab sama Airin. Enggak ada rencana mau lamar Airin dalam waktu dekat, Ni?" tanya Tante Raya pada Tante Dania.

Tante Dania tersenyum pelan, "Saya, sih, ikut anak-anak aja, Mbak."

"Tante tunggu kabar baiknya, ya." Tante Raya menempuk lengan Airin pelan.

Airin tidak tahu apakah dirinya harus senang atau sedih karena keluarga besar Adi jelas menerimanya. Akhirnya, ia haya mengangguk pelan, "I-iya, Tante."

Setelah menemani Tante Dania berkeliling, Airin pun memilih memisahkan diri dari tamu-tamu yang datang di balkon café yang sepi. Dengan gelas minuman di tangannya, Airin menyandarkan lengannya pada pagar pembatas balkon. Seseorang bergabung di sebelahnya ketika Airin baru saja meneguk isi gelasnya. Aldy menyandarkan tubuhnya pada pagar pembatas, Airin pun ikut memutar tubuhnya menghadap ke dalam ruangan.

"Are you okay?" tanya Aldy yang kemudian meneguk isi gelas di tangannya.

Airin menghela napas pelan kemudian mengangguk, "I'm trying to be okay."

Semua orang tiba-tiba memusatkan perhatian pada pintu masuk café. Sepertinya, seseorang baru saja datang. Airin langsung memutar tubuh begitu matanya bertemu dengan mata Adi. Seseorang yang baru datang itu adalah Adi. Airin cukup kecewa ketika mendapati Adi yang tampak baik-baik saja dengan kemeja biru muda dan celana hitamnya itu. Merasakan pundaknya ditepuk pelan oleh Aldy, Airin pun menoleh.

"He's coming. Gue ke dalem dulu." jelas Aldy yang kemudian meninggalkannya sendirian di balkon.

Airin masih terdiam di tempatnya saat Adi sudah berdiri di sampingnya, menggantikan tempat Aldy. Rasa sakit yang sudah perlahan menghilang itu kembali datang. Tak ada yang menginginkan keduanya menjadi seperti ini.

"Maaf, saya belum bisa kasih tau Mama sama Dita." ucap Adi.

Airin menggulum bibirnya sebelum membalas kalimat Adi, "It's okay."

Setelahnya, keduanya dilanda keheningan yang terasa sangat tidak mengenakkan. Jelas Adi tak ingin mengangkat kembali topik dua minggu yang lalu. Airin kembali menelan kecewa karena Adi sepertinya tidak akan memperjuangkan dirinya lagi. Semuanya sudah benar-benar berakhir.

Selang tiga hari setelah acara ulang tahun Angkasa, Tante Dania meminta untuk mampir ke rumah. Wanita paruh baya itu sedang bersemangat membuat kue beberapa hari terakhir ini. Sesekali, Airin juga dikirimi foto kue hasil tangan Tante Dania. Dan hari ini, Tante Dania membuat kue cukup banyak sehingga Airin diminta datang untuk mencicipi. Masih dengan setelan kerjanya, Airin membawa mobilnya menuju perumahan di mana rumah Tante Dania berada.

Sampai di rumah Tante Dania, Airin langsung memarkirkan mobilnya di halaman rumah. Airin yakin Adi belum pulang karena ia tak menemukan mobil lelaki itu terparkir di halaman rumah. Turun dari mobil, Airin menatap rumah minimalis yang rasanya sudah lama sekali tidak ia kunjungi. Hampir tak ada yang berubah selain koleksi tanaman hias Tante Dania yang bertambah di teras rumah. Mengetuk pintu rumah dan mengucapkan salam, Airin bisa mendengar derap langkah mendekat. Tante Dania yang tampak semakin sehat menyambut kedatangannya. Airin mengikuti langkah Tante Dania menuju ruang tengah setelah wanita paruh baya itu mempersilahkannya masuk.

"Kamu mau minum apa? Teh?" tanya Tante Dania yang sudah hafal betul dengan minuman favorit Airin itu.

Airin kemudian langsung beranjak dari duduknya, "Biar Airin bikin sendiri aja, Tante."

"Ayo, ikut Tante ke dapur aja sekalian kalo gitu." ajak Tante Dania.

Memasuki dapur, Airin mendapati beberapa loyang brownies di atas meja makan yang sepertinya baru saja dikeluarkan dari oven. Wangi coklat pun merebak ketika Airin melewati meja makan menuju kabinet. Masakan rumahan buatan Tante Dania saja sedap, maka tidak mungkin jika kue-kue manis di hadapannya itu tidak enak. Selesai membuat teh hangat untuk dirinya dan Tante Dania, Airin menyusul Tante Dania yang sudah lebih dulu duduk di ruang makan.

Tante Dania menerima cangkir tehnya dari Airin, "Padahal, enggak usah repot-repot buatin Tante juga, Rin."

Airin duduk berhadapan dengan Tante Dania, "Enggak apa-apa, Tante. Enggak enak kalo minum teh sendirian."

"Dicoba brownies-nya." Tante Dania menyodorkan piring berisi potongan brownies.

Airin pun mengambil satu potong brownies dan mencicipinya. Perempuan yang jarang memakan makanan manis itu melebarkan kedua matanya, "Enak banget, Tante. Airin enggak bohong. Tante enggak mau coba jualan kue? Airin yakin pasti laku."

Tante Dania terkekeh pelan, "Tante juga masih coba-coba. Brownies yang kemarin aja rasanya beda sama yang hari ini. Tante belum pecaya diri."

Rasanya, Airin semakin tidak enak hati jika harus merusak kebahagian Tante Dania atas keberadaanya. Kesehatan Tante Dania juga perlahan membaik. Walaupun masih sesekali pergi ke rumah sakit untuk check-up, Tante Dania sudah jarang kambuh. Menikmati sore hari bersama Tante Dania ditemani secangkir teh dan brownies buatan Tante Dania, Airin ingin waktunya berhenti di sini. Lambat laun, Tante Dania juga pasti akan tahu jika dirinya memilih menyerah dan mengingkari janji. Merasakan tangan Tante Dania menyelimuti tangannya, Airin mengangkat wajahnya menatap wanita paruh baya di hadapannya itu.

"Airin, makasih kamu masih tetep mau dateng hari ini dan kemarin di acara ulang tahun Angkasa. Tante minta maaf kalo Adi ngelukain kamu. Walaupun kamu sama Adi enggak bisa lanjut, apa kamu masih mau sering-sering main ke sini?" tanya Tante Dania yang tampak menahan tangis.

Airin membeku di tempatnya, "T-tante udah tau?"

Tante Dania mengangguk, "Maaf kalo Tante kesannya nahan kamu di sini."

Airin menggeleng tidak setuju, "Tante, Airin yang harusnya minta maaf. Maaf karena Airin enggak jujur sama Tante. Maaf Airin enggak bisa nepatin janji Airin sama Tante dan Dita."

"Enggak, Sayang. Enggak apa-apa." Tante Dania mengusap air mata yang jatuh di pipinya, "Kalo emang udah enggak bisa, enggak usah dipaksain. Tapi, kalo kamu sama Adi memang berjodoh, Tante percaya kalo akan ada waktu yang tepat buat kalian. Kamu masih sayang, kan, sama anak Tante?"

Mengangguk pelan, Airin menggulum bibirnya, menahan diri supaya tidak menangis.

See you on the next chapter!

Enjoy!

Love, Sha.

Into Your SoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang