Dania merupakan pasien rawat jalan di rumah sakit ini selama sepuluh tahun terakhir. Namun sudah enam bulan terakhir ini, kondisi Dania menurun sehingga harus dirawat inap untuk menjalani perawatan intensif di rumah sakit. Menjadi anak laki-laki pertama dan satu-satunya di keluarganya, Adi tentu menanggung beban yang cukup berat sejak kepergian sang ayah di usianya yang sangat muda. Kepergian sang ayah yang sangat tiba-tiba tepat di hari ulang tahunnya yang ke-18 karena kecelakaan tentu membuat Adi sangat terpukul. Namun sang ibu jauh lebih terpukul, maka Adi harus menguatkan dirinya untuk sang ibu dan adik perempuannya.
"Jadi kalian saling kenal?" tanya Dania yang sudah menyandarkan tubuhnya di atas kasur.
"Kami partner kerja, Ma." balas Adi yang berdiri di tepi kasur bersebelahan dengan Airin.
"Oh, ya? Airin kerja di mana memang?" Dania beralih menatap Airin.
Adi menemukan sesuatu yang berbeda pada ibunya. Belum pernah Adi melihat senyum sehangat itu di wajah ibunya selama sepuluh tahu terakhir ini. Sebenarnya, apa yang Airin lakukan sampai sang ibu bisa seceria ini?
"Saya kerja di Reverie Hotel, Tante. Kebetulan lagi kerja sama bareng Mehana." jelas Airin.
"Wah, kalo gitu, kamu bisa, dong, ajak Airin ke sini sekali-sekali nanti." pinta Dania pada putranya.
"Ma..." Adi menegur ibunya supaya tak berharap macam-macam.
"Iya boleh, Tante. Airin usahain, ya." balas Airin lembut.
Melihat keakraban sang ibu dengan Airin, Adi memikirkan berbagai cara supaya ia bisa membawa Airin keluar dari kamar inap ibunya. Adi merasa jika Airin sudah melangkah masuk ke dalam hidupnya terlalu jauh dan Airin tidak boleh masuk lebih jauh lagi. Adi tidak akan membiarkan perempuan manapun untuk masuk ke dalam hidupnya sebelum semua yang harus ia lakukan selesai, termasuk Airin yang sepertinya hanya ingin bermain-main dengannya.
Adi melirik jam di pergelangan tangan kirinya, "Ma, sebentar lagi Dokter Noto datang. Adi antar Airin dulu, ya."
Airin menoleh pada Adi yang berdiri di sampingnya. Dari raut wajahnya, jelas Adi menginginkan dirinya untuk segera pergi dari sini.
"Oh, iya. Sering datang ke sini, ya, Airin. Hati-hati di jalan." Dania meraih tangan Airin dan menggenggamnya erat.
Airin membalas genggaman Dania, "Iya, Tante. Adi punya kontak Airin, minta Adi buat kabarin Airin aja, Tante. Tante juga sehat-sehat, ya."
Mengikuti langkah Adi keluar dari kamar inap Dania, Airin tersentak ketika lengan kanannya yang bebas ditarik Adi. Dengan heels setinggii 5cm, tentu Airin merasa sedikit kesulitan untuk menyamai langkah Adi. Airin sadari jika sepertinya Adi memang menyukai warna gelap, terutama warna hitam. Siang ini, Adi mengenakan sweatshirt hitam dan celana jins hitam. Berdiri berhadapan di area terbuka lantai 3 rumah sakit, Adi hanya menatapnya tajam.
"Berhenti main-main sama saya." ucap Adi dengan suara berat.
Airin tersenyum, kedua lengannya terlipat di depan dada kemudian melangkah mendekati Adi, "Apa saya keliatan main-main di mata kamu?"
Adi khawatir jika Airin bisa dengan mudah mengetahui kelemahannya, "Kamu udah bertindak terlalu jauh dan kamu enggak perlu melibatkan ibu saya."
Alis Airin terangkat, "Bahkan saya enggak tau kalau Tante Dania itu ibu kamu."
Adi hanya ingin Airin mengurusi hidupnya, namun sepertinya akan sulit mengingat betapa gigihnya Airin mencari kesempatan untuk ada di dekatnya, "Apa mau kamu?"
"Saya mau kamu." Airin mengambil satu langkah lagi mendekati Adi yang ikut melangkah mundur menghindarinya, "Sampai ketemu di meeting besok, Adi. Kalo Mama kamu minta saya buat dateng ke sini lagi, kamu bisa hubungin saya. Nomor kamu ada di daftar favorit saya."
Selepas melaksanakan salat zuhur di masjid yang terletak di bagian samping gedung rumah sakit, Adi kembali ke kamar rawat ibunya. Tentu sang ibu pasti sudah menyelesaikan treatment-nya dengan Dokter Noto. Memasuki kamar rawat sang ibu, Adi berpapasan dengan seorang suster yang hendak keluar dari kamar rawat ibunya. Ia tersenyum pada perawat yang sudah menemani ibunya selama enam bulan terakhir ini. Adi mengambil duduk di atas sofa yang berseberangan dengan ranjang ibunya. Menyugar rambutnya yang masih setengah basah, Adi menemukan ibunya yang sedang tersenyum ke arahnya.
"Kenapa, Ma?" tanya Adi.
"Udah berapa lama kamu kenal sama Airin? Kenapa Mama enggak tau kalo kamu punya teman kerja sabaik dan secantik Airin?" tanya Dania.
Adi memejamkan matanya menyadari bahwa sepertinya sang ibu sudah menaruh hati pada Airin, "Belum lama. Mama tadi kemana sampe bisa ketemu Airin?"
Dania meraih selendang batiknya dari atas nakas, "Selendang ini tadi nyangkut di kursi roda. Terus Airin dateng nolongin Mama."
Dalam benaknya, Adi masih tidak ingin percaya bahwa perempuan seperti Airin bisa mengambil hati ibunya. Di matanya, Adi hanya menganggap Airin sebagai perempuan yang hanya ingin bermain-main dengannya. Satu hal yang Adi tahu pasti, ia harus menghindari perempuan seperti Airin.
"Sekali-kali kamu ajak Airin nemenin mama terapi, ya. Mama suka ngobrol sama dia. Anaknya perhatian dan sepertinya berwawasan luas." pinta Dania yang masih tersenyum di sela-sela kalimatnya.
"Iya, Ma." memilih memenuhi permintaan sang ibu, Adi tidak tahu bahwa hal sesepele itu bisa membawa perubahan cukup besar dalam hidupnya kelak.
"Dita kemana, Di? Biasanya dia jam segini udah dateng ke rumah sakit. Kamu enggak jemput dia?" Dania bertanya-tanya tentang keberadaan putri bungsunya.
Adi meraih ponsel dari saku celananya untuk memeriksa pesan masuk yang mungkin saja dikirimkan oleh adiknya, "Dita ada acara di kampus sampe sore, Ma. Mungkin dia enggak akan sempet mampir ke sini hari ini."
"Sibuk banget, ya, dia. Minggu ini Mama baru ketemu dia dua kali." Dania tampak sendu mengingat anak-anaknya yang kini sudah semakin dewasa dan sibuk dengan kegiatannya masing-masing.
Nandita Putri Tedja atau yang biasa disapa Dita adalah adik satu-satunya Adi yang usianya terpaut cukup jauh, yaitu 8 tahun. Hanya memiliki satu sama lain, keduanya tentu menjadi yang paling tabah ketika ayah mereka pergi dan kesehatan Dania menurun drastis. Walaupun keluarga besar Tedja banyak membantunya dan Dita, tetap saja Adi ingin menjadi satu-satunya yang membiayai pendidikan adiknya setelah mendapatkan pekerjaan pertama. Mencari pendamping hidup adalah hal yang akan Adi lakukan paling terakhir. Masih banyak tanggungan yang harus ia penuhi. Sebagai anak laki-laki satu-satunya, tentu Adi tidak bisa meninggalkan ibu dan adiknya begitu saja.
Enjoy!
Love, Sha.
KAMU SEDANG MEMBACA
Into Your Soul
ChickLitGunadi Series #2 [COMPLETED] Selama ini, yang Airin lakukan hanyalah menghindar. Kepulangan yang diawali dengan keterpaksaan itu membuat Airin harus menghadapi kembali luka lamanya. Sikap arogan yang ia bangun sebagai pertahanan diri nyatanya tidak...