"Kayaknya gue harus duluan. Lo enggak masalah gue tinggal sendiri?" tanya Aldy yang matanya kini tertuju pada lift yang sekaligus menjadi pintu masuk lounge.
Tanpa sadar, Airin mengikuti arah pandang Aldy pada lift di salah satu sisi lounge. Matanya langsung bertemu dengan manik mata kecoklatan milik seseorang yang baru saja memasuki area lounge. Airin memasang senyum sebelum akhirnya manik mata itu beralih pada seseorang yang berdiri di belakangnya, Aldy. Jelas lelaki yang sedang melangkah memasuki lounge dan memilih duduk di salah satu meja yang terletak di sudut ruangan itu memiliki janji bertemu dengan Aldy. Pras yang mendapati Airin yang tidak memdulikan kepergian Aldy jelas mengetahui alasan sahabatnya itu tak melepas pandangan dari seseorang duduk di salah satu sudut lounge itu.
"Rin." sebelum Pras mampu mencegah Airin, perempuan itu sudah lebih dulu beranjak dari duduknya.
"Duluan, Pras." pamit Airin menaruh lembaran rupiah di atas meja bar sebelum akhirnya beranjak dengan tasnya dari bar.
Dengan senyum lebar, Airin menghampiri meja di mana Aldy dan rekannya itu duduk berhadapan. Ia menghentikan langkah tepat di antara Aldy dan rekannya itu, menghadap sebuah meja kecil yang hanya setinggi lututnya. Menggenggam tali tas dengan kedua tangannya, Airin tak melepas pandangannya dari lawan bicara Aldy itu. Lelaki yang sedang duduk di sebelah kanannya itu benar-benar menarik perhatiannya. Dibanding Aldy yang mengenakan jas mahal, lelaki itu lebih menarik perhatiannya dengan kemeja biru dongker yang lengannya sudah digulung hingga siku dan celana jins.
"Maaf gue tadi enggak nyahut lo pas pamit, Dy." ucap Airin yang akhirnya menoleh pada Aldy.
"It's okay. Oh, iya. Kenalin sepupu gue Adi. Di, ini Airin." Aldy mengalihkan padangan pada sepupunya yang sudah memasang wajah masam itu.
Airin mengalihkan pandangan pada lelaki yang masih membuang muka padanya itu kemudian mengulurkan tangan, "Airin."
"Adi." balas lelaki itu tanpa membalas uluran tangan Airin.
Airin sempat terkejut pada sikap abai lelaki yang akhirnya diketahui bernama Adi itu. Harga dirinya terluka melihat uluran tangannya diabaikan. Namun dengan cepat, ia langsung mencoba mengendalikan dirinya. Tangan yang tadinya terulur pun langsung ia tarik kembali. Seorang Airin Gunadi yang selalu bisa menarik perhatian lelaki pada pertemuan pertama seperti halnya Aldy, baru saja diabaikan untuk pertama kalinya. Seketika Airin ingat dengan acara serah terima jabatan yang akan diadakan akhir pekan nanti. Mengetahui jika Adi adalah sepupu Aldy, ia tersenyum miring. Keluarga Tedja tentu tidak akan absen dari acara yang diadakan Gunadi Group. Airin memiliki banyak kesempatan untuk bertemu dengan lelaki bernama Adi itu ke depannya.
"Kalo gitu, gue duluan. See you!" pamit Airin pada dua lelaki dari keluarga Tedja itu.
Sejak malam di mana Airin bertemu dengan Adi, ia mencoba mencari banyak informasi lelaki misterius itu dari media sosial. Sepupu dari Aldyansyah Tedja itu memiliki nama lengkap Naradika Tedja dan dikenal sebagai pemilik promotor konser nomor satu di Indonesia yang baru aktif lima tahun terakhir ini, yaitu Mehana Entertainment. Dari hasil penelusurannya itu, Airin juga menemukan Adi memiliki hobi fotografi. Bahkan hingga pagi berikutnya, perhatian Airin tak terlepas dari ponselnya yang menampilkan berita mengenai prestasi Adi. Ia lupa bahwa dirinya sedang bersama Faisal dan kakeknya di meja makan menikmati sarapan pagi.
"Rin, orang tua kamu udah tau kalo kamu pulang ke Indonesia? Kamu enggak bosen di rumah Eyang terus?" tanya Yusuf memecah perhatian Airin.
Airin mengangkat wajahnya menatap sang kakek, "Nanti Airin juga ketemu sama mereka di acara serah terima jabatan, kan?"
"Bukannya lebih baik kalo kamu berkunjung ke rumah mereka lebih dulu?" tanya Yusuf berhati-hati.
Airin tampak berpikir sebelum akhirnya mengganti topik pembicaraan, "Eyang, kantor Syanin sekarang di Gunadi Tower?"
Yusuf yang mendapat pertanyaan tiba-tiba dari cucunya itu hanya bisa mengangguk. Ia menatap cucu laki-lakinya yang duduk di sebelahnya dengan tatapan bertanya. Faisal memang menginap di rumah kakeknya itu karena jarak rumahnya yang dirasa terlalu jauh dari Reverie sejak dua hari yang lalu pulang lewat dari jam kerja. Sementara subjek yang menjadi pusat perhatian di ruang makan itu tiba-tiba berdiri dari posisi duduknya, membuat terkejut dua pasang mata yang ada di sana.
"Mau ke mana lo?" Faisal akhirnya buka suara.
"Eyang, Airin pergi dulu, ya. Nanti kita makan siang bareng, okay?" pamit Airin menghampiri kakeknya untuk mencium punggung tangannya.
Penampilan Airin pagi ini memang bisa dikatakan cukup berlebihan untuk ukuran seseorang yang seharian hanya akan berada di rumah. Pertanyaan Faisal dan kakeknya mengenai sikap Airin yang tak biasa sejak perempuan itu bergabung di meja makan itu pun akhirnya terjawab. Rupanya, perempuan dengan blus lengan panjang berwarna abu-abu dan midi skirt hitam berbahan polyester itu memang berencana pergi keluar.
Menelepon Syanin bahwa ia akan mampir ke kantornya, Airin mengendarai mobil SUV milik kakeknya dengan perasaan senang. Kantor Mehana Entertainment berada di gedung yang sama dengan kantor Magenta milik sepupu jauhnya, Syanin. Dengan alasan berkunjung ke Magenta untuk bertemu Syanin, sebenarnya Airin berharap bisa bertemu dengan Adi lagi di sana. Airin memang bukan tipe perempuan yang akan diam saja ketika seorang lelaki mampi menarin perhatiannya. Jika ia sudah menemukan lelaki yang cukup menarik perhatiannya, Airin akan maju lebih dulu. Walaupun begitu, ia akan melakukannya dengan cara yang berkelas.
Sampai di Gunadi Tower, Airin tidak langsung menghampiri resepsionis untuk mendapat akses ke kantor Magenta. Ia mampir sebentar di coffee shop yang ada di lobi tower. Tentu ia tidak akan datang dengan tangan kosong. Berjalan menuju coffee shop, Airin mencoba menghubungi Syanin dengan ponselnya. Hanya ada satu orang yang sedang bertransaksi di meja kasir ketika ia memasuki coffee shop.
"Halo, Nin. Gue lagi di coffee shop lobi. Lo mau nitip enggak?" tanya Airin begitu Syanin menjawab panggilannya dari seberang sana.
"Boleh, deh. Latte aja." jawab Syanin santai.
"Oke." Airin kemudian memutus panggilannya dengan Syanin dan menyebutkan pesanannya pada penjaga kasir.
Karena sepi, Airin memilih menunggu pesanannya di meja bar yang terletak di samping kasir dengan tulisan 'Pick your order here'. Sibuk memainkan ponselnya, Airin tidak menyadari seseorang yang sangat ia ingin temui juga sedang memesan minuman di kasir. Begitu seorang barista memanggil namanya, Airin kembali beradu tatap dengan lelaki yang ia kenal tempo hari. Adi yang sedang menunggu struk pembayaran dari penjaga kasir juga menyadari kehadirannya. Airin tak menemukan raut terkejut dari wajah lelaki itu.
Airin memberikan senyum tipis pada Adi setelah mengambil tray cup holder berisi dua kopi pesanannya. Kemudian ia melangkah keluar dari coffee shop menuju resepsionis. Bersamaan dengan Airin yang mendapat kalung kartu tanda pengunjung, Adi dengan cup kopi di tangan kirinya berjalan keluar dari coffee shop. Dengan santai, Airin berjalan menuju lift. Sudah sangat jelas jika Adi akan berada di lift yang sama dengannya. Waktu masih menunjukkan pukul setengah delapan saat Airin dan Adi memasuki lift dengan beberapa pegawai lainnya.
"Duluan." ucap Airin sebelum keluar dari lift yang berhenti di lantai tujuannya. Ia akan mencoba menjadi perempuan misterius di hadapan Adi jika sikap ramahnya tidak mempan pada lelaki itu.
Aku bakal slow update so don't expect to me that much.
Enjoy!
Love, Sha.
KAMU SEDANG MEMBACA
Into Your Soul
ChickLitGunadi Series #2 [COMPLETED] Selama ini, yang Airin lakukan hanyalah menghindar. Kepulangan yang diawali dengan keterpaksaan itu membuat Airin harus menghadapi kembali luka lamanya. Sikap arogan yang ia bangun sebagai pertahanan diri nyatanya tidak...