Pagi ini, Airin tak langsung pergi ke Reverie karena ia memiliki janji bertemu dengan pihak Hygge Magazine. Setelah banyak berdiskusi dengan Mbak Diana yang kontaknya Airin dapat dari Jeanny, akhirnya Airin mendatangi kantor Hygge Magazine untuk pertama kalinya. Tak seperti biasanya, penampilan Airin kali ini bisa dikatakan sangat sederhana. Kemeja krem lengan panjang dan rok hijau lumut berbahan jatuh sepanjang betis tentu akan tampak sederhana dibandingkan pakaian-pakaian Airin yang lainnya. Block heeled pumps berbahan suede berwarna broken white setinggi 3cm, memberi kesan manis pada penampilan Airin hari ini.
Memarkirkan mobilnya di halaman parkir sebuah gedung perkantoran, Airin merapihkan penampilannya sebentar kemudian meraih tas dan laptopnya sebelum keluar dari mobil. Tak lupa ia mengirim pesan pada Mbak Diana bahwa ia sudah sampai di lobi. Di meja resepsionis, Airin menyebutkan bahwa dirinya sudah memiliki janji dengan Mbak Diana untuk mendapatkan id card tamu untuk sampai di lantai 9 di mana kantor Hygge Magazine berada. Airin memeluk erat laptop beserta map-map berisi draf desain yang disesuaikan dengan permintaan dari Mbak Diana.
"Mbak Airin?" tanya seorang perempuan yang beberapa tahun lebih muda dari Airin.
Airin yang baru keluar dari lift menoleh pada perempuan itu, "Iya."
"Gue Zahra, tim kreatif Hygge Magazine." Zahra mengulurkan tangan pada Airin untuk memperkenalkan diri.
Airin menyambut uluran tangan Zahra, "Airin."
"Kita langsung ke ruang meeting aja, yuk." lanjut Zahra.
Airin mengangguk.
Sampai di ruangan meeting yang hanya dibatasi oleh dinding kaca itu, Mbak Diana langsung menyambut kedatangan Airin, "Airin, welcome to Hygge Magazine."
"Makasih banyak, loh, Mbak, udah dikasih kesempatan untuk bergabung di proyek ini." balas Airin.
"Oh, iya. Ini perkenalkan Rizka, dia juga akan bantuin lo nentuin material set nantinya." Mbak Diana memperkenalkan perempuan di sampingnya.
"Rizka." Rizka mengulurkan tangannya pada Airin.
Airin membalas uluran tangan Rizka, "Airin. Mohon kerja samanya."
Meeting pun dimulai dengan Airin yang menunjukkan beberapa draf desain yang sudah ia buat pada Mbak Diana, Zahra, dan Rizka dari laptopnya. Berbeda dengan meeting di Reverie yang terasa begitu formal, meeting di Hygge Magazine terasa sangat santai. Rasanya, Airin rindu bekerja di lingkungan yang seperti ini.
"Gue lebih suka draf pertama. Tapi mungkin warna-warna earthy tone bisa lebih ditonjolkan seperti draf yang kedua karena tema utama kita itu fall." pinta Mbak Diana setelah meneliti tiga draf yang Airin tunjukkan.
Airin mengangguk, "Oke, Mbak. Kalau masalah material gimana?"
"Kalo menurut gue, kita bisa pake papan triplek terus belakangnya dikasih penahan balok kayu. Jadi enggak perlu bikin seluruh kerangkanya karena kita cuma butuh bagian depannya." Rizka angkat bicara kali ini.
Yang selanjutnya yang harus Airin lakukan adalah merevisi draf untuk meeting minggu depan sebelum desain miliknya itu dibuat secara fisik. Selesai dengan Hygge Magazine, Airin melanjutkan perjalanannya menuju Reverie. Setelah jam makan siang, ia memiliki janji bertemu dengan pihak Mehana Entertainment di mana dirinya akan bertemu dengan Adi tentunya. Baru memarkirkan mobilnya di basement Reverie, Airin mendapat panggilan telepon dari Haikal.
"Ya, Haikal?" Airin melepas sabuk pengamannya hendak mengambil barang bawaannya dari kursi penumpang. Namun kalimat yang Haikal sampaikan selanjutnya membuat gerakan Airin terhenti.
"Maaf, Bu. Pihak Mehana meminta meeting siang ini untuk dilaksanakan di kantor Mehana. Kalau siang ini Ibu tidak bisa datang ke sana, meeting akan diundur lusa paling cepat. Bagaimana, Bu?" tanya Haikal berhati-hati.
Airin menghela napas berat, "Minta Dena bawa materi meeting hari ini dan turun ke basement sekarang. Saya ada di dalam mobil."
"Baik, Bu." Mengakhiri panggilan dengan Airin, Haikal pun beranjak mencari Dena.
Kurang dari lima belas menit, Dena muncul dari arah lift dengan langkah terburu-buru. Di tangan kirinya, Dena membawa laptop dan beberapa dokumen penting. Airin yang melihat kedatangan Dena pun menurunkan kaca jendela dan melambaikan tangan karena Dena tampak kebingungan. Menemukan keberadaan mobil Airin, Dena langsung beranjak dan duduk di kursi penumpang di samping Airin. Dena membenarkan posisi kacamatanya yang merosot dan menyadari ada yang berbeda dari penampilan bosnya hari ini. Bayangan Airin yang mengintimidasi seakan lenyap dari benaknya.
"Gimana? Udah siap semua?" tanya Airin menyadarkan lamunan Dena.
Entah kenapa Dena merasa bahwa hari ini bosnya itu terasa lebih ramah dari biasanya, "Su-sudah, Bu."
Dengan begitu, Airin langsung melajukan mobilnya keluar dari basement hotel. Selama perjalanan menuju Gunadi Tower, hampir tak ada pembicaraan di antara Airin dan Dena. Airin fokus menyetir sementara Dena mempersiapkan beberapa hal penting untuk meeting nanti. Airin langsung melajukan mobilnya menuju basement begitu memasuki kawasan Gunadi Tower. Agar penampilannya terlihat lebih profesional, Airin mengikat rambutnya menjadi satu dan menyisakan beberapa helai rambut yang jatuh menutupi keningnya. Turun dari mobil, Dena hanya mengikuti langkah Airin dari belakang. Airin melewati meja resepsionis begitu saja saat sampai di lobi. Beberapa staf yang mengenalinya pun menyempatkan diri untuk sekadar bertegur sapa. Airin hanya membalasnya dengan senyum.
Menginjakkan kaki pertama kalinya di Mehana Entertainment, Airin langsung jatuh cinta dengan suasana kerja di kantor Mehana. Hampir semua staf Mehana mengenakan pakaian yang santai. Interior ruangan di beberapa area dibuat senyaman mungkin untuk bekerja. Meja antar divisi pun tidak diberi sekat sehingga seluruh staf tampak berbaur. Di industri seperti ini, semua dituntut untuk serba cepat dan mengikuti perkembangan sehingga formalitas tentu tidak terlalu diperhitungkan. Mendatangi kantor dengan suasana santai sebanyak dua kali dalam sehari, rasanya Airin semakin ingin kembali bekerja di lingkungan yang seperti itu.
Airin mengulurkan tangan pada Adi yang masih menunduk membaca dokumen di ruang meeting, "Senang bisa bertemu lagi dengan Pak Adi."
Adi yang mendapati sebuah uluran tangan di hadapannya langsung mendongak dan menemukan wajah Airin yang entah kenapa memberi kesan berbeda padanya. Di matanya, Airin tampak lebih lembut dari pertemuan sebelum-sebelumnya dengan gaya berpakaian yang jauh lebih kasual. Beberapa helai anak rambut yang menutupi keningnya pun menambah kesan manis di wajah Airin yang hari ini terlihat lebih segar dengan riasan natural.
"Pak Adi?" Airin menegur Adi yang tak berhenti menatapnya dengan wajah penuh tanya.
Adi mengembalikan kesadarannya, "Ah, iya. Silahkan duduk."
Enjoy!
Love, Sha.
KAMU SEDANG MEMBACA
Into Your Soul
ChickLitGunadi Series #2 [COMPLETED] Selama ini, yang Airin lakukan hanyalah menghindar. Kepulangan yang diawali dengan keterpaksaan itu membuat Airin harus menghadapi kembali luka lamanya. Sikap arogan yang ia bangun sebagai pertahanan diri nyatanya tidak...