SRIK 🖤 15

18K 779 15
                                    

Sandy mengecek kondisi motornya sambil sesekali menyalakan mesin. Apakah motornya aman atau tidak, pengecekan perlu agar tidak ada kendala ketika melaju di jalur lintasan nanti.

"Gimana dek? Udah oke?" Tanya Arya. Pria yang sudah Sandy anggap sebagai saudaranya sendiri itu mendekat dan mengacak pelan rambut Sandy.

"Dikit lagi" Sandy mengencangkan baut bagian bawah motornya, lalu berdiri.

Gadis itu menepuk-nepuk pantatnya yang berdebu karena duduk langsung di area yang penuh dengan debu dan tanah.

"Hati-hati" cicit Arya saat Sandy mendorong motor trail yang sudah dia modifikasi sebagus mungkin.

Sandy mengangguk sambil tersenyum dan menyerahkan kedua jempolnya lewat udara yang dibalas senyuman dari Arya.

"Bismillah" Sandy memasang helm full face miliknya kemudian menghidupkan motor. Saat pistol dibunyikan, Sandy bersama peserta lain langsung melaju, melesat membelah jalanan yang tidak bisa dikatakan mulus.

Kali ini yang menjadi lintasan adalah jalur terjal dengan banyak bebatuan, tanah yang tidak terbentuk lagi, juga pepohonan dan jurang di bagian sisinya.

"Hei manis! Tempatmu bukan disini!" Seorang laki-laki yang juga menjadi peserta meneriaki Sandy yang membuat fokusnya buyar.

Tetapi, Sandy masih bisa bertahan di urutan kedua dan sedikit lagi mungkin dia bisa menjadi yang pertama.

"Mati lo, gak pantes. Cewek tuh kerjaannya ngerumpi atau masak. Bukan balapan" sarkas laki-laki itu lalu menendang badan motor trail milik Sandy.

Zrang...

Buagh...

Dugh...

Motor milik Sandy terpental hebat dan hancur seketika bersamaan dengan tubuhnya yang sangkut di pepohonan lebat lalu berakhir jatuh di atas rerumputan berduri.

Wajah Sandy penuh dengan goresan dan guratan-guratan karena duri tersebut.

"Gue mati?" Tanya Sandy seraya memegangi pelipisnya yang mengeluarkan banyak darah.

Gue gak bisa mati kalau belum lihat Cia punya orang yang bisa ngelindungin dia. Batin Sandy meringis saat kini nafasnya mulai tercekat.

Selanjutnya Sandy tersenyum dengan kesadaran dan pandangan yang berangsur menghilang.

°°°

Mobil yang dikendarai oleh Riko berhenti tepat di depan kost-an milik Sandy. Riko menarik lengan Cia saat wanita itu ingin menyebrang dan hampir tertabrak kendaraan yang melintas karena tidak melihat kanan-kiri ketika menyebrang.

"Jangan buru-buru sayang! Kamu bisa buat diri kamu dalam bahaya" kata Riko. Tangannya terulur untuk menggenggam tangan sang istri yang kini terlihat mengalami tremor parah.

Terbukti dengan badannya yang bergetar hebat dan tangis sesegukan yang tak berhenti dari tadi.

Brak.

Cia membuka kenop pintu dan sedikit terkejut melihat banyaknya laki-laki yang mengelilingi Sandy.

"Tupai!!" Cicit Cia sambil memeluk Sandy.

"Jangan dipeluk lo bakal bikin Sandy makin sakit" Arya mengepalkan tangannya, ingin maju namun Sandy menggeleng dan tersenyum mengisyaratkan kalau dia baik-baik saja.

"Ci gue belum mati" lirih Sandy.

"Huaaa.. tupai jahat. Kalau tupai gak punya uang gak usah balapan lagi hiks... Cia bakalan kasih tupai uang, tupai gak sayang Cia?, Hiks..."

Sandy menggeleng lemah, tangannya ingin menyapu air mata sang sahabat namun kondisi tubuhnya tidak mendukung.

"Kasih gue waktu lima menit lagi nanti kita ngomong" Sandy memejamkan matanya sedangkan Cia menunggu sambil sesekali terisak yang dibantu Riko dengan mengusap punggungnya.

Lima menit telah berlalu, Sandy membuka matanya. Sekarang dia mulai segar dan bisa berbicara dengan sedikit lancar.

"Riko! Lo beneran sayang sama Cia?"

Riko mengangguk "aku sayang sama Cia, Dy!"

"Berapa lama kalian pacaran?"

"Pacaran? Kami sudah menikah" Sandy melirik Cia yang mengangguk sambil memegang tangannya lembut, sesekali mengusap disana.

"Kenapa gak bilang hal sepenting ini sama gue Ci?" Raut wajah yang ditampilkan seorang Sandy Andrea sangat kentara sekali kalau dia tengah kecewa saat ini.

"Cia pengen bilang sama Sandy dan Bryan. Tapi... Selalu gak bisa"

"Apa gue gak penting lagi buat lo?" Sandy memalingkan wajah sejenak kemudian kembali menatap Cia.

"Gak" Cia menggeleng "tupai.. yang paling penting buat Cia"

"Kenapa gak bilang sebelum pernikahan kalian?" Tanya Sandy sendu.

Sekarang dia tengah berpikir kenapa Cia tidak menganggap dirinya? apa Cia sudah tidak membutuhkannya? Sandy tidak bisa hidup tanpa Cia, wanita itu penyemangatnya, kalau Cia tidak mengharapkan Sandy , berarti dia bisa hidup dengan tenang.

"Gak ada waktu, Ci-Cia gak tau kalau pernikahannya secepat itu"

Tanpa terduga Sandy menarik kerah baju Riko dengan sekuat tenaga hingga pria itu mendekat "lo berani nyakitin Cia mampus ditangan gue!" Ancam Sandy penuh peringatan.

Riko mengangguk "aku janji Dy!" Sahut Riko.

"Bagus" Sandy melepas kerah baju Riko.

"Oh ya kalian mau nginep?" Sandy melirik Riko yang menggeleng. Sandy paham mereka berdua orang kaya yang pasti belum pernah tinggal di kost-an.

"Balik sekarang aja, gue ada abang-abang yang jagain" Sandy melirik para laki-laki yang ada di ruangannya.

Cia menggeleng lemah saat Riko menariknya untuk pulang.

"Dy ada yang lo perlu?" Tanya Arya sembari menggenggam punggung tangan Sandy lembut.

"Gak ada bang, kalian mau makan atau cari apapun ada di dapur. Maaf gak bisa layanin kalian, gue gak bisa gerak bang" Sandy nyengir.

"Gak pa-pa malahan Dy, yang harusnya lo khawatirin itu keadaan lo!" Ungkap Beni mewakili semua yang ada disitu.

"Iya bang, jangan pergi. Sandy butuh kalian" Sandy memang mengatakan kalau dia butuh semua abangnya. Namun nyatanya mata gadis itu selalu mengarah ke pintu, berharap Cia kembali dan menemaninya.

Nyatanya, Sandy selalu menomorsatukan Felicia.

Taburin bintang dan komentar sayang 🖤✨



Si rapuh istri kecilku (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang