Pemakaman Sandy telah selesai dengan hanya dihadiri oleh para abang dan pihak Cia maupun Bryan.
"Tupai Cia bakalan balas semua perbuatan wanita ular itu" gumam Cia, tangannya terkepal kuat.
Matanya menyendu kala rintik hujan semakin lebat diatas sana, membasahi tubuh Cia yang semakin lama semakin dingin. Cia menggigil.
"Yan kamu tau gak Sandy suka banget sama hujan"
Bryan mengangguk menatap gundukan tanah yang diisi oleh sang sahabat "bukan cuma itu, Sandy juga suka suara petir dan kilat atau Guntur sekalipun" mereka terkekeh.
Zdar.
Zrash..
Cia menutup telinganya. Ia sangat takut dengan suara dan kilatan dari petir namun demi merasakan apa yang disukai sang sahabat Cia jadi urung untuk beranjak.
"Ngapain kalian disini?" Cia dan Bryan mendorong tubuh masing-masing bodyguard dari pihak mereka yang memayunginya.
"Sayang kita pulang anak ki--"
Cia memelas suaranya parau. Sejak semalam dia tidak makan dan selalu menangis matanya sudah mulai bengkak.
Dengan apa Sandy akan bertanggung jawab.
"Cia gak boleh nangis kalau Riko buat lo nangis lagi gue bakalan hajar dia" Sandy menyeka air mata yang luruh dari pelupuk mata Cia.
"Iya Pai, makasih"
"Tidak ada kata makasih dan maaf dalam pertemanan" celetuk Sandy seraya tersenyum.
Bryan juga ikut sesegukan, tidak peduli dengan gunjingan orang kalau dia cengeng atau tidak mencerminkan laki-laki sama sekali. Bryan hanya ingin Sandy kembali. Gadis itu, gadis yang kuat dan pemberani.
"Hei boleh gabung gak?" Bryan ikut duduk di meja yang di isi Sandy dan Cia. Hari ini mereka sama-sama diterima di kampus pilihan yang sama.
"Boleh kok, nama kamu siapa?" Cia mengulurkan tangannya dan Sandy hanya acuh tidak terganggu dengan pembicaraan dari mereka.
"Nama gue Bryan, lo?" Cia tersenyum.
"Panggil aja Cia" Cia menyenggol lengan Sandy kala gadis itu sama sekali tidak menggubris ukuran tangan Bryan dan malah hanya menatap tangan yang menggantung di udara itu.
"Sandy" Sandy menjabat tangan Bryan.
Dingin.
Cuek.
Acuh pada lingkungan sekitar.
Itulah Sandy yang diketahui Bryan. Namun lambat laut Sandy mulai membuka hatinya untuk Bryan dan mereka bisa berteman dengan baik menjadi sahabat yang lebih ke arah keluarga.
Senyuman itu, senyuman yang sangat Cia sukai. Sandy yang saat ini langka untuk tersenyum. Kenapa dia pergi tanpa sempat memberikan senyuman untuk kedua sahabatnya?
Sandy tega.
•••
Bryan telah selesai dengan ritual mandinya. Ia duduk di tepian ranjang, menekan tombol power dan langsung membuka chat yang dikirim oleh Sandy semalam.
Sandy_andrea
|| Bry, lo sahabat gue. Lo harus tau gue juga sayang sama lo dan anggep lo kayak adik sendiri sama kaya Cia lo gak ada bedanya. Kalian sama-sama gak bisa jaga diri.Bryan terkekeh geli, benar Sandy lah yang biasanya menolong Bryan. Entah kenapa saat laki-laki itu kesulitan Sandy selalu menolongnya.
|| Bry gue minta tolong lo boleh kan?
"Boleh Dy apapun" ucap Bryan lagi-lagi air mata sialan ini luruh.
|| Jagain Cia karena gue gak bisa jagain dia lagi.
"Lo bodoh atau pinter Dy. Lo ngirim pesan ini seakan lo tau kalau lo udah pengen pergi" Bryan mengecek pesan terakhir.
|| Ini permintaan terakhir gue bry. Gue harap lo bisa kabulin, gue tau ini berat karena lo pasti udah sayang banget sama dia. Tapi dia bukan wanita baik-baik, dia ular. Putusin semua hubungan lo sama Aileen.
"Maksud lo apa Dy? Gak gue gak bisa. Gue udah sayang banget sama Aileen" Bryan melemparkan ponsel hingga retak dan hancur berkeping-keping.
Ia maju kedepan cermin. Bayangan wajah Sandy berganti dengan wajah Aileen yang menangis.
"Bry jangan tinggalin ileen, ileen takut sendirian. Mama sama papa udah gak ada. Ai--"
"Aileen gue sayang sama lo" cicit Bryan kemudian melepaskan satu bogem mentah pada kaca yang membuat cermin itu retak dan menimbulkan memar yang berangsur menjadi luka dengan tetesan darah yang mengucur hebat ditangannya.
"Dy gue gak bisa lepasin Aileen, maaf!" Bryan hanya menatap pintu yang terbuka dan menampilkan si ibu yang khawatir.
"Bryan kenapa kamu melakukan ini?" Ibu Bryan mengambil kotak p3k dan mulai mengobati punggung tangan anaknya.
"Mah Bryan gak bisa" lirih Bryan saat ibunya mulai menutupi tubuhnya dengan selimut.
Ibu Bryan mengelus rambut putranya yang terbaring dengan bibir pucat "Bryan kuat sayang, kamu harus semangat demi sahabat kamu yang udah kaya kakak itu, Sandy" ya benar Bryan harus kuat.
Dia harus bersemangat demi Sandy, tapi kenapa permintaan terakhir Sandy sangat sulit untuk dia terjemahkan dan turuti? Ia belum paham apa itu adalah suatu peringatan atau hanya permintaan terakhir Sandy yang tidak ada apapun didalamnya?
"Mah minjem hp boleh? Hp Bryan hancur" ibu Bryan langsung mengeluarkan ponselnya dan berjalan keluar.
"Semangat" ujarnya mengepalkan tangan membuat Bryan terkekeh kecil.
'Halo sayang' orang disebrang sana tersenyum.
'iya halo juga bry, kenapa sayang kamu sakit? Aduh suara kamu kenapa pengen ileen obatin?'
Bryan tertawa renyah, bagaimana dia bisa melepaskan Aileen dengan begitu mudahnya kalau gadis ini selalu membuatnya tersenyum dengan tingkah polosnya itu.
'kamu dimana?'
'aku di rum--'
"Sayang come here--"
Nafas Bryan tercekat dia menghela nafas untuk berfikir positif.
'ileen itu siapa?'
Aileen di sebrang sana tertawa menanggapi 'itu papa aku sayang, tutup dulu ya papa emang gitu'
Sambungan telepon terputus Bryan tersenyum ternyata Aileen wanita baik yang menyayangi ayahnya, bahkan lebih mementingkan sang ayah dari pada dia.
"Maaf Dy gue tetep milih Aileen" lirih Bryan meletakkan telepon sang ibu diatas nakas.
See you jan lupa taburin bintang ✨🖤
KAMU SEDANG MEMBACA
Si rapuh istri kecilku (Completed)
Romance[FOLLOW SEBELUM MEMBACA AGAR BISA ENJOY READ DALAM VERSI LENGKAP] Warning!! Sebagian part mengandung 18+++!! [Harap bijak dalam memilih bacaan] Riko pria yang sangat membenci wanita lemah dan tidak bisa bergerak sendiri atau penyakitan seperti Cia n...