Bab 3: Terpaksa.

495 57 8
                                    

"Memaksa bukan berarti menuntut hanya untuk menjadi segalanya."
Marion Mutia Arkansa.

"Marion Mutia Arkansa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Tepat pukul jam 16.00 WIB waktu nya SMA Nusantara pulang, Aidan sedari tadi ngobrol ria dengan Langit, dan Boran. Saat itu, ada Mutia dan Hanggini lewat tepat tak jauh dari kumpulan Aidan.

Karena, Mutia baru menjadi pacar bohongannya, maka dari itu Aidan mulai menghampiri Mutia dengan datar.

"Pulang gue anter." Aidan tak menatap sedikit pun wajah dari Mutia yang sudah kusem. "Gue di jemput," sahut Mutia cuek dan mulai melanjutkan langkah kakinya. "Gak ada ba-bi-bu," ujar Aidan yang langsung menarik tangan Mutia dengan paksa.

"BISA GAK, SIH! GAK USAH MAKSA!" jerit Mutia dengan dasyat. "Apa sih yang lo mau!" seru Mutia tak ada habisnya, Aidan langsung melepas tangan Mutia namun mengganti dengan mendekap tubuh Mutia dengan tiba-tiba. Saat itu juga Mutia terdiam seribu bahasa.

"Nah, gini juga enak 'kan. Kagak bawel," ujar Aidan yang sudah mendekap Mutia, namun Mutia langsung memberontak dari tubuh besar Aidan.

"Lo kira gue boneka apa, heh! Kita aja belum ada perjanjian lo langsung dal deal aja. Enak banget ya ngambil keputusan," ujar Mutia yang masih berapi-api. Aidan hanya bisa diam setelah itu, dan langsung menghidupkan motor sportnya tetapi Mutia hanya diam di tempat.

"Mana jemputan lo?" tanyanya yang mampu membuyarkan lamunan Mutia. "Katanya dingin, tapi ko bawelnya dah diubun-ubun gini. Ngadi-ngadi si Anggi mah," batin Mutia. "Woi! Budek lo?" tanyanya sekali lagi.

"Gak, entah," sahut Mutia yang mulai berjalan kaki menjauh dari motor Aidan. Aidan langsung menghidupkan motornya dan mengejar Mutia. "Hm, mau diculik?" tanya Aidan yang sudah berada di samping Mutia.

"Hm," sahut Mutia dingin. Aidan langsung menahan tangan Mutia kesekian kalinya, beberapa kontak indera seperti ini mampu saja membuat diri Mutia selalu bergejolak. Tiba-tiba asmosfir langsung bergeser dengan cepatnya di antara mereka berdua.

Rawan sekali memang yang jalan ataupun sekedar lewat di Jl. Megastar ini, padahal Jl. Megastar adalah jalan utama menuju SMA Nusantara. Mutia mulai menoleh ke belakang ya, tepatnya sudah ada orang-orang berbadan besar. Padahal Aidan adalah ketua geng Samurai. Siapa saja yang berani lecetin, basmiin kekuasaannya maka hari itu juga musuhnya banyak yang telah gugur.

"Oke gue mau ikut, tapi--" ucap Mutia yang langsung naik ke belakang jok motor Aidan, Aidan menahu karena sudah hampir gelap di Jl. Megastar ini. "Tapi apa?" ujar Aidan yang langsung saja melajukan mesin motornya, mampu mengejutkan Mutia yang mau gak mau memegang ujung tas Aidan. Sungguh canggung, namun dalam sehari ini mereka selalu kontak fisik.

Dari awal kejadian, sampai ini pulang.
"Alamat?" tanya Aidan, Mutia tidak sama sekali mendengar pertanyaan dari Aidan. "Alamat rumah lo di mana??" tanya Aidan yang mulai mengeraskan suaranya.

"Jl. Veteran, komplek. Griya permata, Blok A, No. 103." Aidan langsung melajukan motornya, dan sebenarnya Aidan sudah tahu. Dikarenakan Aidan dan Arden adalah sahabatan dari kelas 10 sampai sekarang, namun ya selalu bertengkar tapi damai kembali.

"Perjanjian kita, gue bilang besok. Semua harus deal biar sama-sama impas!" kata Aidan yang hanya diangguki oleh Mutia di belakangnya.

Beberapa menit pun Aidan sudah sampai tepat di depan rumah yang cukup paling besar di komplek ini, bernuansa serba putih dan abu-abu dengan arsitektur modern Amerika.
Tetapi saat Mutia turun dari motor sport Aidan, ada perempuan paruh baya yang sudah menghampiri mereka.

"Eh, kebetulan ada nak, Aidan. Mampir dulu lah, Tante kangen cerita sama kamu tau," ucap Marion yang langsung menyambut hangat pemuda dingin di samping Mutia. Mutia langsung mengangkat alisnya heran, "sejak kapan kenal? Aku aja gak tau dia siapa." Marion dan Aidan mulai tertawa bersamaan.

"Boleh Tan, sesekali lagi kan mampir. Arden ada di rumahkan Tan?" tanya Aidan yang langsung di sahuti oleh Marion dengan hangat. "Ada tuh di kamarnya, yaudah motor kamu biar Pak Ilyas aja yang markirin, kamunya tinggal jalan aja," suruh Marion yang langsung memanggil satpam muda yang memang bisa membawa motor sport.

Mutia sedari tadi hanya bisa diam dan meninggalkan Aidan, bersama Mamanya terlebih dahulu menuju kamarnya sendiri dengan begitu saja.
"Kelakuan dia emang gitu ya Tan?" tanya Aidan yang mulai manis kepada Marion, "ya gitu deh, kamu cocok loh sama Mutia. Cuman kuat-kuatin aja nahan emosinya," ujar Marion yang mulai mempersilahkan Aidan masuk dan duduk di sofa panjang ruang tengah. "Bi Nina, Buatin yang kaya biasanya Aidan suka ya!" seru Marion sangat memanjakan Aidan.

Aidan kebetulan teman sekantor dan sesaham perusahaan milik Baron, dan Marion kenal dekat dengan Mendiam Bunda dari Aidan yang 5 tahun silam telah kecelakaan udara saat ke Indonesia. Jadi, Aidan sangat dekat bahkan dianggap oleh Baron dan Marion seperti anak mereka sendiri.

"Mah, laper. Ada makanan apaan di dapur?" tanya Arden yang baru saja hendak ke dapur namun matanya langsung tertuju kepada sohib karibnya yang lama gak berkunjung ke rumahnya. "Widih, ke sini lagi. Eh, anyway, lo sama Tia, pacaran aja. Yakan Mah?" kata Arden yang mulai duduk di samping Marion. Mutia sedari tadi tak ingin untuk keluar dari kamarnya.

"Apaan dih sok akrab banget, kesel lama-lama gini!" seru Mutia yang sudah menarik-narik rambutnya. Tiba-tiba saja ponselnya berdering ada Video call masuk dari seseorang yang lama dia tunggu. Mutia langsung bergegas merapikan semuanya, dan mengangkat Vc tersebut.

"Assalamualaikum, lama ya nungguin aku?" tanya pemuda di seberang sanan dengan nada serak basah yang Mutia rindukan.

"Waalaikumsalam, apaan dih geer banget kamu. Hehe, iya sih kangen tau," sahut Mutia yang mulai bernada manja.

Mampu saja membuat pemuda di video call itu tersenyum bahkan tertawa. "Dih! dih, utututu yang rindu ya. Kan, aku di Paris, maaf loh ya," ucap Keandra sambil tersenyum kecut.

"Ya gini kan nasib Ldr, ya mau gimana lagi. Kamu tuh lama banget di sana," seru Mutia yang mulai manyun.

"Lah ko manyun gitu, bulan depan aku pulang ko sayang. Di sana gimana?" tanya Keandra sambil berbaring di atas kasurnya yang serba putih dan hitam.

"Beneran? Wahh, jangan lupa oleh-olehku paling special ya. Ya gitu deh, hem--" ucap Mutia yang langsung terpotong datangnya Marion tepat di depan pintunya. Mutia langsung meletakan ponselnya dengan layar di bawah. "Ada apaan Mah?" tanya Mutia yang sudah getar-getir.

"Aidan mau pulang kamu anter dia sampai depan pagar, pastiin dengan selamat. Ini udah jam Dinner, makan dulu," ucap Marion yang masih melirik ke ponsel Mutia. "Iyah Mah, sebentar dulu. Tadi Vc an sama Anggi belum izin buat makan, bentar ya," Alasan Mutia mulai beraksi.

Marion hanya bisa mengangguk, "yo wes, langsung ke ruang makan," ucap Marion yang mulai meninggalka kamar anak gadisnya. Mutia langsung menyentuh ponselnya dan Keandra masih setia berada di sana. "Maafin aku loh Ka, aku disuruh makan dulu. Ehm, stay save ya. Miss you, Love you," ucap Mutia yang langsung di angguki oleh Keandra.

"Love you too so much," sahut Keandra dan mulai mati. Mutia langsung memtikan data selulernya setelah itu langsung berjalan ke dapur yang ternyata masih ada Aidan di sini.

"Gue kira udah pulang," cibir Mutia yang mulai duduk di samping sang Abang. "Masalah gitu?" sahut Aidan yang mampu mengundang emosi di diri Mutia. "Hm," Marion langsung menengahi mereka.

"Makan dulu, baru berantem," seru Marion yang mampu membuat Mutia dan Aidan diam seribu bahasa.


......
KASIH BOOM VOTE
KOMENNYA JUGAAA YAA

See My Crush (end)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang