Bab 28: Siapa pelakunya?

136 12 8
                                    

"Kepergian memang tak pernah bisa jauh dari kesedihan."
- Marion Mutia Arkansa.

"- Marion Mutia Arkansa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

...

Malam mulai rimpuh memberi isyarat seakan ada yang sedang tertidur pulas di dalam mimpinya, Aidan begitu khawatir dengan anggota paling tinggi dengan sifat yang begitu berani dan bobroknya. Lukas.

"Gak usah dipikirin banget, sudah takdir Allah 'kan," ujar Mutia yang mulai memeluk pinggang Aidan dengan pelan. Aidan hanya bisa mengangguk, beberapa menit pun mereka sudah sampai di kediaman sahabat paling ceria yang ternyata sudah pergi terlebih dahulu dengan tragis.

"Aku gak tahan lihat ini," seru Jihan yang langsung mengeluarkan air matanya sendu, Damian yang melihat itu pun tanpa rasa ragu langsung memeluk untuk menenangkan diri gadisnya. "Suttt cupcupcup, tenang okey tenang," ujar Damian sambil mengusap rambut Jihan dengan tulus.

"Tega banget sepupu sendiri ngebunuh," celetuk Langit mampu mengundang pasang mata. "Belum tentu pasti 'kan!" sambar Mutia yang mulai kesal. "Udah, kita mending masuk aja. Buat non-islam bisa di luar aja dulu jagain yang lain," ujar Hanggini mengintruksi, Boran, Aidan, Mutia, Jihan, Damian, dan Bagas langsung masuk ke dalam kediaman yang penuh duka.

***

Mutia tah bisa menahan isakan dari dirinya, apalagi melihat Mamanya Lukas meninggalkan banyak kenangan yang mungkin tak akan ada obatnya. Aidan yang menyadari jika kalau Mutia menangis saat ini, dirinya langsung memeluk dan mengusapnya dengan lembut.

"Hiks ... kenapa kamu pergi, Nak?" tanya Masya yang tak lagi bisa memendung lirihan sendunya, Denta mulai memeluk erat tubuh sang Mama. "Ma, mungkin Abang juga udah capek sama yang dia derita selama ini." Masya menatap mata Denta dengan tajam, "apa yang kamu ucapkan Den?!" tanya Masya yang tak bisa lagi menjaga emosinya.

Denta menggeleng kuat, dia adalah anak bungsu yang paling kurang kasih sayang dari Masya dan Tirto sendiri. Denta mungkin tersakiti, tetapi dia akan berusaha semaksimal mungkin menjadi yang paling kuat dan tak ceroboh seperti Lukas, Kakaknya sendiri.

Aidan mulai menatap sosok Denta yang berbeda dari Lukas, hanya saja sifat mereka juga sama. Menumbuhkan warna baru dan berusaha menjadi yang terbaik.

Mutia mulai berhenti menangis dan melepas pelukan dari Aidan, "Dan, aku mau ngobrol sama Dante. Boleh?" tanya Mutia dengan mata yang penuh harapan, Aidan hanya mengangguk sebab dia tau kalau Mutia bermaksud baik.

Mutia mulai menghampiri Dante yang kebetulan teman beda jurusan tapi seangkatannya di SMA Nusantara. Dante terkejut, gadis yang selama ini dia kagumi mulai menghampirinya.

"Hallo, emm ... gue Mutia, ada yang mau gue sampain, kalau berkenan kita bisa ngobrol di luar aja," ujar Mutia yang langsung dibalas oleh Dante dengan anggukan secepat kilat, "tentu boleh," sahutnya dengan sumringah. Aidan mulai mengikuti langkah mereka, termasuk Langit, Boran, Damian, Jihan dan Hanggini.

Keheningan mulai menghantui mereka. Dante merasa canggung walau dirinya sudah kenal anggota Samurai yang lainnya.

Mutia menoleh sejenak ke arah Aidan, "Jadi gini, hari ini setelah pemakaman Abang lo. Kita, mau selidiki siapa biang pembunuhan ini sebenarnya, sebelum menjadi pembunuhan berantai. Mungkin lo bisa ikut, kita, dengan syarat lo ganti posisi Abang lo di Samurai. Gimana Dan?" tanya Mutia yang langsung membuat Langit, Boran, Damian, Rangga, Bagas, Wisnu, Aidan dan lainnya terkejut.

"What! Jadi, gue disuruh gabung sama Samurai? Mimpi apa gue semalam," ujar Dante yang ternyata tak disangka dirinya selama ini menginginkan posisi tersebut.

"Gue sih sebagai leader, setuju aja. Asal bisa jaga amanah Abang lo aja," sahut Aidan, "gue juga sih, asalkan jangan bertentangan," sambung Damian.

"Kita bertiga oke aja," sahut Wisnu mewakili Rangga dan Bagas.

Acara pun mulai berganti, jam-jam telah berlalu yang beriringan dengan lara yang semakin merajalela. Aksi pun segera dimulai.

"Gimana Bang selanjutnya? Apa yang harus Dante lakuin?" tanya Dante dengan penuh semangat. "Lo tau ciri-ciri Arvie sepupu lo?" tanya Damian.

Kebetulan, mereka ada di basecamp untuk melanjutkan aksi mereka kelebih yang serius.

"Gak terlalu tinggi, wajahnya dingin, kadang suka pakai kalung gitu, dan dia rambutnya gimbal alias panjang," jawab Dante yang langsung membuat Mutia terkejut, "what! Jadi--" ucap Mutia yang labgsung dipotong oleh anggota Samurai.

"Yang gue lihat adalah Arvie, sepupunya sendiri. Aaaa--" seru Mutia heboh yang langsung membuat Aidan mendekap mulut Mutia sebelum kalimat kasar melintas bebas. "Hah? Yang bener aja lo?" tanya Wisnu.

"Iya, Bang. Gue juga lihat beberapa kali malahan Arvie selalu ngincar Lukas," sahut Jihan yang membuat pemuda di sampingnya itu mengedipkan matanya beberapa kali sambil menatap gadis di sampingnya. "Kok, gak bilang sama gue?" seru Damian tak terima.

"Yaudah, mending kita gerak cepat aja sebelum tuh anak berulah lagi." Rangga langsung beranjak dari kursinya dan langsung menuju ke parkiran. "Iya tuh," sambung Langit yang tumbennya irit bicara kali ini.

"JUNAEDI! TUMBEN LO GAK COMEL TUH MULUT?" tanya Wisnu yang bingung terhadap Langit. "SERAH GUE LAH, GUSTI!" sahut Langit yang juga sama, menjerit layaknya seperti monyet di hutan.

"Aneh gue sama lo berdua, padahal jarak cuman satu meter. Ada acara teriakan segala, gendang telinga gue lama-lama pecah dah," protes Boran yang ada benarnya. Langit nyengir tanpa dosa.

***

Hari mulai gelap, menandakan akan ada turunnya rinai yang membasahi kegelisahan sekelompok anak muda.

Aidan hanya bisa menatap tumpahan darah yang melimpah ruah ke seluruh Rooftop, "Psikopat diam-diam, lo pada sekarang harus hati-hati. Terutama Mutia," ujarnya sambil mengendus aroma wangi parfum yang sangat familiar di hidungnya.

"Ko aku? Ah, jangan nakut-nakutin Dan!" Mutia memeluk lengan Hanggini dengan erat, ketakutan Mutia mampu membuat Aidan langsung menghampirinya dan membawanya ke dalam dekapan yang begitu hangat dan damai.

"DUNIA HANYA MILIK MEREKA BERDUA, YANG LAIN CUMAN NGONTRAK!" jerit Langit yang mampu mengundang sorot mata, "iri bilang bos," sahut Boran berpihak kepada Aidan.

Jihan hanya bisa terdiam melihat darah, padahal ada ketraumaan atas darah. Damian yang peka langsung menarik tangan dan menggengamnya dengan hangat dan erat seraya menguatkan satu sama lain.

"Gue tau lo trauma, kita lawan sama-sama," ucap Damian sambil tersenyum membuat Wisnu yang melirik ke arah mereka sontak terkejut, "WIDIH JADIAN NIH ABANG KITA AZEKK!" serunya heboh.

"Bicit li bicit!" ujar Damian yang tumben-tumbennya seperti ini, "Lo juga mau gitu Bo?" tanya Rangga tepat berada di samping Boran dan Hanggini yang sedang beradu tatapan satu sama lain.

Hanggini malah menghampiri darah tersebut, "Ini darah Lukas? Dan ...," ucap Hanggini sambil mengendus aroma dan kentalnya sebuah Darah. "Gimana kita tes Dna aja, karena gue bukan vampire atau psikopat. Tapi, yang satunya kaya darah cewek deh," sambung Hanggini mampu mengejutkan semua orang tepat di sekitarnya.

"Anjir! Yang bener aja?" tanya Bagas terkejut hebat, Danta yang tadinya diam punjuga ikut terkejut. " Setau gue ya Kak, Abang gak pernah deket sama cewek atau dia bilang suka sama cewek aja jarang. Padahal sering cerita," sahut Danta yang ada benarnya.

"Kita ambil sempelnya aja, soalnya yang satu ciri-ciri darah O dan yang satunya A dan B. Nah, ini kaya teka-teki jadinya," ucap Hanggini yang ternyata sangat pintar perihal biologi. "Hebat juga, walau lemot kalau soal peka perihal kode," celetuk Boran mampu mengundang tatapan tajam dari Hanggini.


Yuk, main tebak-tebakan. Siapakah sang pelaku yang sebenarnya?

***
Jawab di sini ya, kalau pada penasaran jawaban banyak aku double update deh.

See My Crush (end)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang