Bab 20: Hukuman pertama kalinya.

198 20 21
                                    

Mutia masih belum bisa mencernakan ucapan dari Aidan sore tadi, yang dia bayangkan pun sudah meraja kela dipikirannya.

"Tolong jangan kaya gini jadinya, gue gak mau pacaran dulu untuk sekarang!" gumam Mutia sambil mengacak rambutnya frustasi, Ponselnya mulai berdering bertanda ada sebuah telpon masuk.

Wong Edan is calling you...

Mutia hanya terdiam saat pertama melihat nama sang penelpon. Ponselnya masih berdering tak ada matinya.

Tring ... Tring ....

"Apa sih yang dia mau!" seru Mutia yang mulai terpaksa mengangkat telpon tersebut.

Hanya ada suara hembusan nafas kasar disaat itu, Mutia hanya terdiam tidak ingin memulai topik pembicaraan terlebih dahulu.

"Malam, maaf kalau gue ngeganggu," ucapnya mampu membuat Mutia masih terdiam, menetralkan jantungnya yang mulai berdebuk dengan kencang kembali.

deg ...

deg ...

deg ....

"Woi! Lo budek apa mati?" tanya Aidan yang mulai tak sabar.

"Gue gak pa-pa," sahut Mutia singkat, Aidan sudah hapal sifat dan sikap gadis yang sedang ia telpon sekarang.

"Gak peka-peka? Apa gegara tadi? Gue emang udah terjebak sama pesona lo, senyum lo, marah lo, dan ketegaran lo selama ini. Gue tau, gue salah besar, tapi ini Hati yang bergerak sendiri." Aidan tak ada hentinya mengucapkan unek-uneknya sebulan ini, banyak perubahan di diri Aidan setelah bertemu dengan Mutia.

Mutia hanya terdiam, Aidan masih saja mengutarakan hal yang tak Mutia inginkan terjadi.

"Gue nyadar gue brengsek tadi, gue cuman mau tanggung jawab. Sebab saat lo dekat gue selalu jadi bahan buli dan tersakiti. Gue gak mau," sambung Aidan dengan suara tegasnya mampu membuat Mutia memutar otaknya.

Tiba-tiba ada suara ketukan pintu dari luar pintu kamar Mutia. Mutia hanya masih terdiam, Marion mulai membuka knop pintu kamarnya dan mulai memasuki kamar anak gadisnya.

"Dek, Di luar ada Aidan tuh," ujar Marion yang mulai menghampiri Mutia yang sudah terkejut. "Hah! Woi kampret lo gak bilang mau ke sini lagi?" seru Mutia ke telpon yang ternyata sudah terputus sepihak oleh Aidan.

"Mama!" seru Mutia kepada Marion yang bingung soal percintaan sang anak. "Iya seriusan, sekalian pas selesai ngobrol ajak makan malam, sekalian ajak Arden," ujar Marion yang tak lupa sebelum keluar dari kamar anaknya mulai mengusap lembut rambut Mutia pertama kalinya.

"Mama ke dapur dulu," pamitnya yang mulai meninggalkan kamar Mutia. Mutia langsung bangkit dari kasurnya mengambil hoodie untuk menutupi paha yang sangat lebar terbuka, kebetulan Mutia hanya memakai Kaos besar, Hoodie dan celana pendek biasa anak rumahan.

Setelah itu, Mutia langsung keluar tak lupa membawa beda pipih serba gunanya tersebut dengan perasaan kesal.

Aidan sudah duduk bersama Baron yang lagi asik menonton Tv bola seperti biasanya. Aidan pun mulai menoleh ke tangga yang terdapat ada Mutia yang sedang berjalan menujunya.

"Udah lama lo?" tanya Mutia yang tak ada sopan-santunnya. "Mutia, masa manggilnya kaya gitu?" tegur Baron yang mampu membuat Mutia diam sejenak.

"Boleh gak Om, aku ajakin Mutia jalan bentar ke taman komplek? Sambil nyari jajanan," pinta Aidan yang sangat berani kepada Baron, sedangkan Mutia mulai mengangkat alisnya seraya mengkode Aidan. "Boleh, asalkan jangan tangan kosong pulangnya," sahut Baron yang mampu membuat Mutia merosot.

See My Crush (end)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang