Bab 31: BENTROK

106 15 6
                                    

"Semua terjadi karena kesalah pahaman."
Marion Mutia Arkansa.

***

"Kenapa? pangling lihat gu--" Hanggini tak sempat melanjutkan ucapannya, saat Boran melakukan sesuatu tepat di depannya. Boran mengusap lembut rambut Hanggini tepat di hadapan Bagas, Rangga, Langit, Aidan, Damian dkk.

Mutia hanya bisa mengangguk kebucinan sahabatnya, "Oh, udah mulai buka-bukaan ya ini," seru Mutia sambil menyeruput jus semangkanya. Aidan yang tepat di sampingnya juga sama, meminum jus semangka yang mereka beli tadi di bazar.

Saat itu, tiba-tiba ada dua pasangan yang mulai menghampiri mereka. "Nak, Mama sama Papah pulang duluan yah. Salam buat Pak Arion dan Bu Tantri ya, happy guys," pamit Marion, namun Baron malah melirik tangan Mutia dari genggaman Aidan.

"Kelakuan kamu, semakin tak terkontrol. Papah harap, ini kesempatan terakhir untuk bertahan di sekolah ini sebelum Papah skorsing," ucap Baron tegas, padahal dulu pertama bertemu Aidan biasa saja. Kenapa sekarang berubah?

Mutia langsung shock tak tertolong, "APA MAKSUDNYA?! MUTIA TERUS, ARDEN NOH DI JAGAIN, ANAK MAMA DAN PAPAH KAN BUKAN MUTIA!" jeritnya mampu seisi ruangan menatap pemandangan ini mulai terasa terancam.

PLAK

Satu tamparan lepas tepat di pipi Mutia yang mampu membuat Aidan, dan yang lainnya terkejut melihat perilaku Arden saat ini. Baron tak menyangka perilaku anak-anaknya sudah sebejad ini.

"BRENGSEK! Saudara anjing!" sungut Mutia yang hampir saja melayangkan tamparan untuk membalas Arden, namun Aidan langsung menahan tangan Mutia dan mendekapnya.

"Kenapa bawa-bawa gue? Anjir!" seru Arden yang tak jauh dari mereka bersama Jessi, "ngaku lo! Lo yang duluan, ngompor-ngomporin gue. Mulut gak punya akhlak, saudara brengsek!" ucap Mutia yang langsung berlari keluar dari ruangan tersebut terlebih lagi Aidan langsung mengejar kekasihnya itu sampai menuju atas gedung aula tersebut. "LEPASIN!"

Hal yang tak di-inginkan Mutia saat ini, menangis dan menahan semuanya yang menjadi beban. Mutia sudah sampai tepatnya berada di depan rooftop yang langsung menghadap ke gedung kampus impiannya bersamaan dengan Aidan.

"Capek gue hidup kaya gini terus, bohong banget mereka sayang gue. Nyatanya apa, sampai sekarang kebahagiaan itu cuman palsu. Ck, bullshit," ucap Mutia yang sudah menatap langit-langit dengan tatapan kosong. Beda dengan Aidan, perasaanya sangat tersayat sekarang.

"Gue benci lo nangis, masih ada gue, Bunda, Papah sama Aletha, yang sayang sama lo. Masih ada anak geng Samurai juga sayang sama lo, apalagi Anggi 'kan? Please, gue ada di sini sebagai tepat serba guna lo," tutur Aidan membuat Mutia memeluk erat tubuh lelaki itu dan menangis sejadi-jadinya.

Isakan demi isakan tak bisa Mutia bandung lagi dengan sesak yang dia rasakan sekarang, bahkan Aidan tak ada hentinya mengusap, mengecup lembut kening kekasihnya hanya untuk menenangkan diri Mutia saat ini.

"Tatap mata gue," pinta Aidan, Mutia menggeleng tak ingin menampakkan wajah rapuhnya. Aidan langsung mengangkat dagu Mutia sambil tersenyum, "ingat, sampai mati pun gue rela hanya demi lo. Apapun reksiko ke depannya, bakalan kita jalani dengan rasa syukur yah. Mama dan Papah cuman salah paham sama kita, memang kelewatan tapi cuman ini yang bisa gue lakuin sekarang. Menjadi senderan lo sampai kapan pun tak akan pernah capek," ucap Aidan sangat bijaksana mampu membuat Mutia tersenyum dan mulai melepas dekapannya.

Aidan mulai menatap Mutia keheranan, "Kenapa dilepas coba?" tanya Aidan, Mutia mulai menunjuk ke arah belakang mereka. Ternyata ada Anggi, Boran, Langit, Damian, Jihan, Bagas, Wisnu dan Rangga dkk menghampiri mereka.

"Bucin sekali ya, Pakketu kita ini," seru Wisnu sambil menggandeng tangan Bagas, "eh, maneh. Kalau ngomong nya bener pisan," sahut Bagas yang berada di sampingnya.

Hanggini tersenyum, "Gue tau semuanya Mut, pasti akan ada jalannya. Untuk sementara maun nginap di rumah gue gak masalah ko, Mama kangen lo noh di rumah," ucap Hanggini yang langsung diangguki oleh Mutia. "Di rumah gue aja lah, sambil ekheman rindu tau," rengek Aidan.

Mutia menggeleng, "Gak ah, otak kamu tuh mulai gak rebes memang. Mending sama Langit aja sana ekhemannya," tolak Mutia mampu membuat Langit mengajukan jari jempolnya. "Najisun! Gak-gak, maunya sama Princess Elsa!" rengek Aidan.

"Besoknya, malam ini di rumah Hanggini dulu," ujar Mutia sambil mengusap lembut pipi Aidan, Aidan hanya bisa mengangguk pasrah dan mengalah dari egonya.

Lain kisah di rumah Arkansa's, Arden hanya bisa terdiam oleh perilakunya terhadap Mutia hari ini. Baron yang terkejut melihat perubahan sang anak sulungnya mulai kecewa, "Papah kecewa sama kamu, dari sekarang pasilitas yang ada. Papah cabut, dan kamu cari kerjaan sendiri dari sekarang, itu adek kandung kamu. Papah gak ada ajarin kamu kaya begitu, kamu berubah!" bentak Baron.

"Gue juga sering ke clubing, kaya sikap lo dulu. Ck, mainin perasaan Mama, apaan coba kaya gue gak tau aja," sahut Arden di luar dugaan Marion dan Boran. "Stop! Apa kamu bilang? Memfitnah saya seperti itu!" sungut Baron semakin memanas.

"Fakta, perlu bukti kah?" sahut Arden kembali, Marion hanya bisa menahan sesak dadanya yang tiba-tiba dengan berdiam diri.

"Argh! Emmh ... sakit!" lirih Marion, Arden langsung mencari obat Marion di dalam laci, "lo aja gak tau kan, Mama punya penyakit mematikan. Sibuk kerja, kerja dan kerja," ujar Arden yang ada benarnya.

"Sud-dah Pah-Den ... Mama, gak pa-pa," lirih Marion sambil memegangi dadanya yang semakin sesak.

Brukk ...





____

To be continued
Komen juseyo😆

See My Crush (end)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang