Bab 5: Amarah pagi hari.

375 45 7
                                    

Hari sudah mulai pagi, baru saja Mutia membuka matanya sudah ada seruan dari luar kamarnya. Bi Nina sudah berada di depan pintu berwarna krim yaitu kamar Mutia sendiri. Mutia langsung bangkit dan membuka kunci pintunya.

"Hm, apa bi?" tanya Mutia yang masih mengumpulkan nyawa. Bi Nina langsung tersenyum, "ada temannya Non, cowok, ganteng pula. Itu yang kemarin malam makan malam sama keluarga Non," kata Bi Nina yang langsung membuat Mutia melotot.

Mutia langsung berjalan menuju jam dindingnya, "baru jam setemgah tujuh, tuh orang gila ngapain coba ke rumah sepagi ini?" gumam Mutia yang mulai ke kamar mandinya dengan segera.

Aidan masih duduk manis ngobrol santai dengan Baron, lelaki paruh baya yang sedang minum secangkir kopinya. Aidan mengangguk-angguk sedari tadi apa yang telah Baron ucapkan padanya.

"Gimana Papah kamu, Dan? kabar baikkan?" tanya Baron kepada Aidan. "Baik Om, kalau Om?" sahut Aidan yang mulai bertanya sebaliknya. "Ya gini deh, syukur-syukur ya masih bernafas lega. Minggu depan Papah mu, dan Om mau ngadain kerja sama perusahaan. Jadi, kemungkinan yang lanjutin kamu sama Arden," ucap Baron yang mampu membuat Aidan tersedak. "Uhuk! maksud Om?" tanya Aidan.

"Ya nanti Om bicarain sama Papah mu," sahut Baron yang mulai bangkit dari sofa menuju kamarnya untuk mempersiapkan ke berangkatannya ke kantor. "Dan, kamu sarapan dulu sana sama Tante dan Arden, kalau Mutia tuh kebiasaannya gak sarapan," suruh Baron yang mulai meninggalkannya. Aidan hanya bisa mengangguk dan mulai memainkan hpnya.

"Iya Om," sahutnya.

Beberapa menit kemudian, Mutia sudah selesai mandi dengan skincarenya dan langsung memakai seragamnya dengan sangat sembarang. Mutia mulai merapikan sedikit sebelum ia keluar menuju ruang tamu. Aidan, Arden, dan Marion sudah sarapan bersama di ruang makan.

"Mutia di sekolah gimana sih? apa masih suka bolos?" tanya Marion kepada Arden dan Aidan. "Ya gitu deh Mah, susah diingetin juga kan. Ya gitu dah," sahut Arden. "Kalau Aidan?" tanya Marion kepada Aidan yang tadinya baru melahap nasinya dan langsung ia telen.

"Emm-- belum sepenuhnya tau tentang Mutia, kenal baru kalj ini juga Tan. Jadi, ya gitu deh," sahutnya yang mulai melanjutkan sarapannya. "Mutia berangkat," kata Mutia yang langsung berjalan menuju pintu utama, padahal dirinya belum sarapan.

"SUKA BANGET GAK SARAPAN, MAU JADI APA?!" tanya Marion yang langsung membuat Mutia menoleh, "aku juga gak diperduliin, ya percuma juga," sahutnya yang mampu saja membuat Marion marah. "BERANI KAMU NYAHUT KAYA GITU!" jerit Marion yang mampu membuat ke dua pemuda di hadapannya terdiam seribu bahasa. Sedangkan Mutia sudah berlalu keluar dari rumahnya.

Marion langsung terduduk frustasi sambil memijat kepalanya yang mulai pusing. "Bi! obat Mama mana!" jerit Arden yang langsung menompang tubuh Marion sebelum amburk. Baron  sudah berangkat sejak obrolan mereka tadi. Aidan yang tidak enak di antara mereka ini langsung pamit untuk mengejar Mutia sebelum terlambat.

"Maaf Tante. Aidan berangkat duluan. Ngejar Mutia, makasih Tan," pamit Aidan yang langsung mengambil tasnya dan langsung memakai helmnya dengan segera menaiki motornya untuk mengejar Mutia yang masih tak jauh dari area komplek.

Mutia masih terdiam seribu bahasa, di sepanjang jalan harinya sangat gelap. "Apa gue masih bisa bertahan hidup?" beonya sendiri. Tiba-tiba langsung ada klapson dari belakangnya, ya itu dari suara motor Aidan yang sudah berada di sampingnya.

"Yang lo mau apa? udah lihatkan, jauhin gue!" sarkas Mutia yang jauh di luar dugaan. "Gue kan ada janji malam tadi, gue mau tanggung jawab. Sekalian bahas perjanjian kita," seru Aidan yang mampu membuat Mutia terdiam dari langkahnya.

"Kenapa?" tanya Aidan yang langsung membuat Mutia menoleh, "oke, gue mau." Mutia langsung menaiki motor sport Aidan dan sedikit berjauh dari tubuh Aidan.

Aidan mulai terdiam dan langsung menggas motornya dengan kecepatan normal menuju sekolah. Jam masih sangat pagi, belum ada beberapa murid Nusantara yang sampai di sekolah.

"Udah bucin aja pagi-pagi ya, sok cantik banget Mutia."

"Apaan tuh! centil bangettt, gue yang seangkatan aja kagak pernah diboncengin dia!"

"PHO gue!"

Itu lah timpalan dipagi ini yang mampu membuat Aidan hanya bisa menggeleng, sesekali dirinya juga melihat dari kaca motornya wajah Mutia dengan sangat berbeda. Dingin.

"Kagak usah didengerin comberan mereka," ujar Aidan yang hanya didiamkan oleh Mutia di belakangnya. Mereka sudah sampai di parkiran sekolah yang kebetulan berbarengan dengan Langit, Bagas, Rangga dan Boran.

"Cie, Cie! uhuy Pacaran nih yee!" ledek Langit yang mampu membuat Mutia datar. Mutia langsung turun dan meninggalkan Aidan tanpa mengucapkan terima kasih. Namun Aidan langsung menarik tangan Mutia sebelum pergi, "jangan terlalu dipikirin, semangat sayang," seru Aidan yang mulai mengusap lembut rambut Mutia. Ini adalah kesekian kalinya Aidan mengusap lembut rambut indah yang Mutia miliki.

"Hm, ya," sahut Mutia yang mulai meninggalkannya. Aidan hanya bisa menghebuskan nafasnya kasar. "Lo pada kenapa dah?" tanya Aidan yang langsung meninggalkan ke empat sahabatnya yang sudah kekurangan micin.

"Heran aja, lo udah bucin gitu dari kapan?" tanya Bagas yang mulai berjalan beriringan dengan langkah kaki dari Aidan. Aidan hanya bisa diam, "Ngaain dibahas gak penting juga."


......
Malam gaessssss
update lagi nih, ganti judul tuh.
BOOM VOTE DAN KOMEN YAAA

SEE YOU😗

See My Crush (end)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang